Apakah Eropa Mampu Bersaing dengan Tiongkok dan Rusia?
https://parstoday.ir/id/news/world-i181432-apakah_eropa_mampu_bersaing_dengan_tiongkok_dan_rusia
Pars Today – Para pemimpin Eropa di tengah-tengah eskalasi persaingan global antara Rusia, Tiongkok dan Amerika, mulai khawatir tertinggal dan menjadi pecundang terbesar di permainan ini.
(last modified 2025-12-02T11:01:59+00:00 )
Des 02, 2025 17:57 Asia/Jakarta
  • Apakah Eropa Mampu Bersaing dengan Tiongkok dan Rusia?

Pars Today – Para pemimpin Eropa di tengah-tengah eskalasi persaingan global antara Rusia, Tiongkok dan Amerika, mulai khawatir tertinggal dan menjadi pecundang terbesar di permainan ini.

Harian Wall Street Journal dalam sebuah analisis memperingatkan bahwa jika Benua Eropa terus bersikap pasif di bidang teknologi, ekonomi, dan militer, maka ia akan tertinggal dari persaingan dengan kekuatan global. Wall Street Journal menulis: musim panas tahun ini menjadi puncak kekhawatiran Eropa karena benua tersebut hanya menjadi penonton atas upaya Amerika Serikat dan Tiongkok dalam mendefinisikan ulang aturan perdagangan global. Puncak krisis terjadi ketika Gedung Putih mengajukan rencana untuk mengakhiri perang Rusia–Ukraina tanpa berkonsultasi dengan Eropa; sebuah tindakan yang oleh Brussel dianggap sebagai pengabaian terang-terangan terhadap kepentingan vital benua itu.

 

Uni Eropa segera menyusun rencana alternatif yang lebih dekat dengan tuntutan Ukraina, dan pada saat yang sama negara-negara anggota mempercepat program persenjataan mereka. Semua langkah ini dilakukan untuk keluar dari kebuntuan struktural yang selama bertahun-tahun menghambat pengambilan keputusan kuat di Uni Eropa.

 

Menurut laporan Fars News, Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Eropa, dalam pidato tahunannya di Parlemen Eropa menegaskan: ‘Garis-garis pertempuran tatanan dunia baru yang berbasis kekuatan sedang digambar saat ini. Eropa harus berubah.’ Namun bagaimana dan seberapa cepat perubahan itu terjadi, tetap menjadi pertanyaan yang menyibukkan para pembuat kebijakan Eropa.

 

Tekanan Struktural terhadap Uni Eropa

 

Banyak pejabat saat ini maupun mantan pejabat Uni Eropa berpendapat bahwa metode pengambilan keputusan berbasis konsensus, struktur birokrasi yang kompleks di Brussel, serta ketergantungan ekonomi telah menempatkan benua ini pada posisi lemah dalam sistem global. Sebagai respons terhadap masalah tersebut, kecenderungan untuk membentuk ‘kelompok-kelompok kecil’ dari negara-negara yang sejalan semakin meningkat; kelompok-kelompok yang dapat lebih cepat mencapai kesepakatan dan melaksanakan proyek bersama di bidang pertahanan, teknologi, dan industri.

 

Mario Draghi, mantan Presiden Bank Sentral Eropa, ditugaskan menyusun rencana untuk meningkatkan daya saing Uni Eropa. Ia mengusulkan agar negara-negara Eropa melakukan riset dan pengembangan pertahanan secara bersama, menyusun aturan tunggal untuk pertumbuhan perusahaan teknologi, serta mengonsolidasikan investasi raksasa industri di sektor-sektor kunci seperti semikonduktor. Gagasan-gagasan ini secara bertahap mendapat dukungan di berbagai ibu kota Eropa, meskipun hambatan birokrasi dan persaingan industri masih menjadi tantangan utama.

 

Tekanan Amerika dan Tiongkok

 

Peristiwa-peristiwa terbaru semakin memperkuat kekhawatiran Eropa akan tersisih dari panggung global. Pada musim panas tahun ini, Uni Eropa terpaksa menerima perjanjian dagang yang tidak seimbang dengan Amerika Serikat, yang memberi Washington hak untuk memberlakukan tarif sebesar 15 persen tanpa adanya tindakan balasan. Beberapa minggu kemudian, Donald Trump menyambut hangat Vladimir Putin di Alaska dan mengabaikan permintaan Eropa untuk menekan Moskow, sekali lagi menegaskan peran kecil benua ini dalam perhitungan keamanan internasional.

 

Pada saat yang sama, ketegangan dagang antara Washington dan Beijing yang menimbulkan risiko gangguan pasokan unsur langka, menempatkan Eropa dalam posisi rentan. Meskipun pertemuan antara Xi Jinping dan Trump menghasilkan gencatan senjata sementara, pesan yang jelas bagi Brussel adalah: nasib ekonomi Eropa kini lebih dari sebelumnya bergantung pada keputusan kekuatan-kekuatan lain.

 

Masa Depan Eropa yang Tidak Pasti

 

Presiden Prancis Emmanuel Macron selama bertahun-tahun telah memperingatkan tentang hilangnya kemandirian militer dan ekonomi Eropa, serta menekankan bahwa keputusan-keputusan hari ini dapat menentukan nasib proyek Eropa. Politisi seperti Pierre Vimont, diplomat senior Prancis, menegaskan bahwa struktur Brussel tidak dirancang untuk era ‘persaingan kejam dan politik kekuasaan’ dan membutuhkan peninjauan serius agar dapat menyesuaikan diri dengan realitas baru.

 

Sementara Eropa tahun ini mengalokasikan lebih dari 560 miliar dolar untuk pertahanan — dua kali lipat dibandingkan sepuluh tahun lalu — kekhawatiran mengenai komitmen Amerika Serikat terhadap NATO tetap berlanjut. Pernyataan Trump mengenai Greenland juga semakin menambah keraguan tersebut.

 

Eropa di Titik Pengambilan Keputusan

 

Tiongkok, dengan ekspor massal barang-barang murah dan keunggulan dalam teknologi seperti mobil listrik, telah meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Eropa. Tren ini menyebabkan hilangnya lapangan kerja industri, khususnya di Jerman. Prioritas yang saling bertentangan dari Washington — kadang menekan Tiongkok, kadang melakukan kesepakatan langsung — semakin menambah kompleksitas situasi.

 

Kanselir Jerman, Friedrich Merz, memperingatkan bahwa tahun-tahun mendatang akan menentukan apakah Eropa dapat tetap menjadi kekuatan ekonomi yang independen atau justru berubah menjadi ‘bidak dalam permainan kekuatan Asia dan Amerika’. Secara keseluruhan, Eropa berada pada momen yang sangat krusial; di mana pilihan-pilihan sulit terkait keamanan, ekonomi, dan struktur politik dapat menentukan arah masa depan benua ini untuk beberapa dekade ke depan. (MF)