Menelisik Perang Dingin Cina-AS
Menteri Luar Negeri Cina menyebut hubungan kedua negara sangat rapuh menyusul meningkatnya ketegangan antara Cina dan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menyalahkan Amerika Serikat atas semua masalah dalam hubungan Beijing-Washington seraya mengatakan, "Tujuan Amerika Serikat adalah untuk menghentikan kemajuan Cina dan bahwa mereka akan terus berusaha dan tidak mengenal batas."
Pertanyaannya adalah, apa alasan yang membuat pemerintah Cina menganggap hubungan Cina-AS sulit dan sangat rapuh saat ini?
Meskipun ketegangan dalam hubungan Cina-AS dikarenakan perilaku buruk Washington di Asia Timur bukan hal yang baru, tapi setidaknya ada dua kejadian dan perkembangan baru yang telah mengubah sikap dan pernyataan para pejabat Beijing terhadap Washington:
Insiden pertama adalah kampanye diplomatik Cina-Amerika untuk menutup konsulat satu sama lain. Amerika Serikat memberi Cina ultimatum 72 jam pada Rabu (22/07/2020) lalu untuk menutup konsulatnya di Houston, Texas, sementara Beijing pada hari Jumat (24/07/2020) juga meminta Washington untuk menutup konsulatnya di Chengdu.
Dalam hal ini, surat kabar The Washington Post menulis, "Perintah mendadak Kementarian Luar Negeri AS untuk menutup konsulat Cina di Houston beberapa hari yang lalu adalah tanda kebijakan Trump yang tidak konstruktif. Meskipun pejabat AS menggambarkan konsulat Cina di Houston sebagai sarang kegiatan spionase, mereka sejauh ini tidak memberikan bukti untuk mendukung klaim ini."
Insiden kedua dalam eskalasi ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina terkait dengan pernyataan tajam Menteri Luar Negeri AS yang menyerukan pembentukan koalisi internasional baru melawan Cina. Berbicara Jumat (24 Juli) dini hari di Perpustakaan Nixon di California, Menlu Pompeo mengatakan Washington dan sekutunya harus menggunakan "cara yang lebih tegas dan kreatif" untuk menekan Partai Komunis Cina untuk mengubah perilakunya.
Sementara Menteri Luar Negeri AS menyerukan koalisi internasional baru melawan Cina, menurut koran Global Times, "Pompeo terlihat sangat ambisius dan ingin menciptakan konflik antara kekuatan besar untuk mendaftarkan dirinya dalam buku-buku sejarah," Dalam hal ini, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina menggambarkan pernyataan Pompeo sebagai sia-sia dan berkata, "Apa yang dia lakukan adalah sia-sia, seperti seekor semut yang mencoba mengguncang pohon."
Bersamaan dengan seruan Menteri Luar Negeri AS untuk menciptakan koalisi internasional baru melawan Cina, Kremlin juga menekankan bahwa Rusia tidak berpartisipasi dalam koalisi apa pun melawan negara lain, terutama terhadap Cina. Kebijakan formal semacam itu telah diadopsi di Kremlin, sementara banyak tokoh di Rusia percaya bahwa ketegangan luas antara Amerika Serikat dan Cina akan menjadi kepentingan kebijakan luar negeri Rusia, dan ketegangan ini meningkatkan pentingnya Moskow bagi Cina dan Beijing tertarik untuk lebih memperkuat hubungan strategis dengan Rusia.
Memahami situasi seperti itu menimbulkan pertanyaan, mengapa pejabat AS meniupkan ketegangan dengan Cina dalam beberapa bulan dan hari terakhir? Apa tujuan AS dalam meningkatkan ketegangan dengan Cina?
Ada dua pandangan berbeda tentang motif dan tujuan AS dalam meningkatkan ketegangan dengan Cina:
Pertama, tindakan pemerintah AS dalam beberapa minggu dan hari terakhir adalah bagian dari strategi makro AS untuk menekan Cina. "Partai Komunis Cina yang berkuasa sedang mengubah tatanan internasional dengan cara yang menguntungkan rezim otoriter dan secara langsung merugikan kepentingan dan demokrasi AS," kata Jim Risch, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat.
Kedua, pemerintah AS sebenarnya tidak memiliki strategi yang jelas melawan Cina saat ini dan meningkatnya ketegangan AS-Cina baru-baru ini disebabkan oleh kebutuhan kampanye Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Masalah yang diakui The Washington Post, "Kebijakan presiden AS terhadap Cina telah ceroboh, memecah belah, agresif dan sepihak, yang tampaknya dirancang untuk memperkuat kampanye pemilihannya kembali, bukan untuk mengelola tantangan Washington yang kompleks dalam menghadapi Beijing."
Secara keseluruhan, terlepas dari analisis mana yang benar tentang penyebab meningkatnya ketegangan baru-baru ini antara Cina dan Amerika Serikat, para analis melihat Cina sebagai kekuatan global berhadapan dengan Amerika Serikat, yang menjadi alasan keprihatinan para ahli strategi dan pejabat AS. Akibatnya, para pejabat AS pada dekade kedua abad ke-21 menggeser fokus strategi keamanan nasional mereka dari Timur Tengah ke Asia Timur untuk menghadapi ancaman potensial ini.
Sebagai bagian dari kebijakan mengontrol Cina, para pejabat AS dalam beberapa tahun terakhir memasuki isu-isu sekitar Cina untuk mencoba mencegah Cina memperoleh kekuasaan di dunia dengan meningkatkan pengeluaran Beijing. Perang dagang Cina-AS, intervensi AS dalam urusan dalam negeri dan teritorial Cina, termasuk Hong Kong dan Taiwan, latihan bersama AS dengan beberapa negara di Laut Cina selatan, dan eskalasi krisis di Semenanjung Korea dapat ditafsirkan sebagai dukungan terhadap pendekatan AS ini.
Mengingat situasi ini, sebagian besar ahli melihat perilaku intervensionis Washington di Asia Timur sebagai memperburuk ketegangan antara hubungan Cina-AS, dan dapat dikatakan bahwa pendekatan AS ke Cina tidak dapat diharapkan akan meningkat setelah pemilihan presiden AS, karena bahkan dengan kemenangan Biden, tujuan dan niat mendasar Amerika terhadap Cina tidak akan banyak berubah.
Yang pasti adalah bahwa tindakan timbal balik Cina dalam menutup konsulat AS di Chengdu, Cina, serta pernyataan Menteri Luar Negeri Cina tentang kerapuhan hubungan Beijing-Washington, menunjukkan bahwa hubungan Cina-AS telah memburuk secara signifikan dan tindakan Trump yang dianggap tidak dipikirkan dengan matang dalam hubungannya dengan Beijing telah memunculkan langkah balasan Cina dan kelanjutan kebijakan ini oleh Amerika Serikat, dapat mengakhiri kebijakan AS unilateralisme di dunia.