Faranggis, Figur Perempuan Pemberani Iran
Faranggis, judul buku yang diambil dari nama tokoh cerita bernama ibu Faranggis Haidar Pour. Seorang ibu berusia 59 tahun ketika awal perang pertahanan suci ini dikenal karena keberaniannya berhasil menembak seorang tentara Irak dan menawan seorang lagi tentara rezim Baath. Kisah perjuangan dan keberaniannya dituliskan dalam bentuk cerita menawan oleh seorang penulis, yag juga perempuan.
Sosoknya sebagai perempuan pemberani yang dituliskan secara baik membuat pembaca buku ini serasa diajak untuk mengenali lebih dalam ibu Faranggis. Banyak pembaca yang kagum setelah menelaah buku tersebut, termasuk di antaranya Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei.
Peringatan 38 tahun dimulainya perang pertahanan suci, diwarnai dengan berbagai acara. Salah satunya adalah penghargaan buku terbaik. Kali ini diberikan kepada buku tentang keberanian seorang pejuang perempuan dalam perang yang dipaksakan rezim Saddam Irak terhadap Iran.
Buku biografi Faranggis merupakan salah satu karya berbahasa Farsi yang menceritakan tentang kiprah seorang perempuan pemberani di medan perang.
Buku garapan Mehnaz Fatahi ini terdiri dari 12 bab yang menceritakan keberanian dan pengorbanan seorang perempuan dari provinsi Kermanshah. Bab pertama dimulai dari masa kecil tempat kelahiran Ibu Faranggis di sebuah desa Aveh Zein yang terletak di daerah Gilan Gharb yang merupakan bagian dari suku besar Kalhor.
Faranggis akan dinikahkan oleh keluarganya dengan seorang lelaki dari Irak di kota Khanqin, tapi ia sendiri menolaknya, dan pernikahan tersebut tidak jadi karena tidak disetujui oleh salah seorang tokoh besar di keluarganya.
Bagian kedua buku ini menceritakan tentang lamaran seorang pemuda dari daerah perbatasan. Akhirnya Faranggis hidup bersama dengan Ali Mardan sebagai suami istri yang cukup bahagia. Tapi perang yang disulut rezim Baath Irak menyebabkan kehidupan mereka dan masyarakat di desanya menderita.
Sebagian dari para lelaki desa berada di garis depan menghadapi musuh, sedangkan sebagian lain menyampaikan berita kepada yang lain mengenai orang-orang yang telah gugur dalam perang. Para lelaki dan perempuan bersama anak-anak yang masih hidup menyelamatkan diri menuju tempat persembunyian di gunung dan bukit.
Situasi sangat mencekam dan keselamatan setiap orang terancam, demikian juga yang dialami Faranggis. Ketika kembali ke desanya untuk mengambil perbekalan makanan, di tengah jalan berhadapan dengan dua tentara Irak. Perempuan pemberani ini menembak satu orang dan membunuhnya. Sedangkan satu orang lagi berhasil ditawan.
Pembahasan berikutnya dari buku ini mengenai masa sulit Faranggis bersama keluarga dan penduduk desa yang terletak di daerah perbatasan. Mereka berulangkali mengubah tempat tinggalnya. Mereka juga berulangkali kembali desanya. Tapi pemboman tanpa henti yang dilancarkan rezim Saddam menyebabkan sebagian gugur syahid, dan sebagian lagi terluka. Tidak hanya itu, sebagian dari anak-anak dan anggota keluarga ada yang tewas dan terluka akibat terkena ranjau yang dipasang musuh.
Daerah yang ditempati oleh Faranggis termasuk medan utama perang pertahanan suci. Desa-desa di sekitar daerah Gilan Gharb menjadi sasaran pemboman tanpa henti musuh.
Faranggis juga menjadi saksi hidup dari perjuangan orang-orang di daerah itu menghadapi serangan kelompok munafik ke Islamabad dan operasi Mershad serta berbagai rangkaian peristiwa penting lainnya. Selain itu, buku ini juga menceritakan pertemuan Faranggis dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei ke provinsi Kermanshah, termasuk ke daerah Gilan Gharb dalam kunjungan ke daerah itu.
Buku Faranggis ditulis dengan bahasa yang mudah dicerna, tapi menarik. Penulis dengan baik menjelaskan secara naratif mengenai kondisi geografis dan situasi setiap periode yang dialami tokoh dalam bukunya tersebut. Kondisi perang dengan berbagai tekanan yang dialami para tokoh berhasil dinarasikan dalam bentuk buku dengan editing yang cukup baik. Di bagian akhir, penulis buku menjelaskan kondisi Faranggis Haidar Pour dan keluarganya. Buku garapan Mehnaz Fatahi dilengkapi dengan 85 gambar dan 9 dokumen yang terkait dengan isi buku tersebut.
Penulis buku mengungkapkan tentang karyanya, "Dalam buku Faranggis, saya menulis sebagai orang yang datang dari daerah sang tokoh. Saya mencoba menghadirkan sosok seorang perempuan Kurdi pemberani seperti seorang lelaki yang perkasa di benak pembaca,".
Buku Faranggis, tutur Mehnaz Fatahi, ditulis ulang lebih dari 50 kali. Sebab memasuki masalah yang sensitif membutuhkan kejernihan dan ketelitian yang tinggi. Menurutnya, buku ini menjelaskan mengenai keberanian Faranggis dan perjuangan warga provinsi Kermanshah dalam perang pertahanan suci.
Buku Faranggis dinyatakan sebagai karya terpilih dalam penghargaan buku perang pertahanan suci ke-17. Hingga kini telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan Urdu dan kini sedang diterjemahkan ke bahasa Kurdi. Selain itu, akan diterbitkan buku versi anak-anak dan remaja dari cerita ini.
Provinsi Kermashah menjadi sasaran serangn musuh dalam perang yang dipaksakan rezim Saddam. Tapi warganya, baik laki-laki maupun perempuan dengan berani berjuang mempertahankan tanah airnya. Kehadiran sosok perempuan pemberani seperti Faranggis menunjukkan peran penting perempuan di era perang pertahanan suci dalam mengusir musuh yang berupaya menguasai tanah tumpah darahnya.
Faranggis Haidar Pour termasuk salah satu figur hidup dari epik perjuangan perang pertahanan suci. Perjalanan hidupnya yang diceritakan dalam buku ini tidak hanya menjelaskan tentang keberanian seorang perempuan, tapi juga membuka lembaran emas budaya, adat istiadat dan keberanian rakyat Kermanshah sepanjang terjadinya perang pertahanan suci.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran membaca dan menelaah karya serta menyampaikan pandangannya. Pekan lalu, Ayatullah Khemenei bertemu dengan ibu Faranggis Haidar Pour dan ibu Mehnaz Fatahi selaku penulis buku tersebut. Selain itu, Rahbar dalam pertemuan tersebut memberikan pesan dan menyampaikan perhargaan secara langsung kepada kedua orang perempuan penting tersebut.
Pesan Ayatullah Khamenei sebagai berikut:
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang
Bagian yang jarang dibahas tapi penting mengenai peristiwa di era pertahanan bisa dilihat dengan baik dari biografi seorang perempuan pemberani dan penuh pengorbanan yang disajikan dalam buku ini. Ibu Faranggis pemberani dengan perjuangan dan ketegarannya yang diungkapkan dalam bahasa yang jujur dan hangat dari seorang warga desa, dan dengan kelembutan yang bersahabat dan lembut dari seorang perempuan, disampaikan kepada kita. Dari buku ini kita mengenali sebuah daerah yang tidak dikenal tapi penting dan geografi perang pertahanan suci yang disertai dengan detailnya.
Kita tidak mengetahui dengan amat gamblang dan rinci mengenai kondisi sulit yang dialami warga di desa-desa di wilayah perbatasan di era perang pertahanan suci, termasuk penderitaan, kelaparan dan kerugian serta kerusakan yang dialami ketika itu, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini. Selain itu, kita juga menjadi tahu mengenai perjuangan para pemuda yang berada di garis depan dalam menghadapi serangan musuh Peristiwa terbunuh dan ditawannya musuh oleh seorang perempuan sebuah cerita sendiri yang berbeda, yang mungkin hanya terjadi di Susnagard di daerah Avan.
saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Ibu Faranggis, dan penulis buku ini, ibu Fatahi yang menyusun buku dengan dengan penanya yang mudah dicerna, menarik dan keahliannya dalam wawancara dan penulisan cerita.
Pasca berakhirnya perang pertahanan suci dibangun sebuah skluptur sebagai bentuk penghargaan kepada ibu Faranggis di pintu masuk ke taman Shirin di kota Kermanshah. Provinsi Kermanshah sepanjang sejarah revolusi Islam dan perang pertahanan suci telah mempersembahkan 945 pejuang perempuan yang gugur demi membela tanah airnya.
Tulisan ini akan diakhir dengan petikan langsung dari pernyataan Ibu Faranggis sendiri yang ditulis dalam buku tersebut.
Seseorang bertanya, "Apakah ada rencana pergi ke kota atau tempat lain ?"
Faranggis menjawab dengan tegas, "Maksudnya kamu ingin mengatakan kami membiarkan rumah kami diserhkan kepada orang-orang Irak dan pergi begitu saja ? Bangkitlah di kegelapan malam carilah bintang".
Ia balik menyampaikan komentarnya: "Perang berbahaya. Engkau bisa tewas, atau bisa juga ditangkap musuh".
Faranggis menjawab: "Saya akan menjadi orang yang terakhir meninggalkan desa, bagi saya lari adalah kematian".
"Jangan meminta saya untuk lari. saya adalah Faranggis. Benar saya perempuan, tapi seperti laki-laki akan bertempur. Ketahuilah, saya tidak takut !"(PH)