Jan 17, 2024 20:25 Asia/Jakarta
  • Hari Nasional Gaza
    Hari Nasional Gaza

Dalam kalender Iran, tanggal 29 Day tahun hijriah Syamsiah, bertepatan dengan 19 Januari ditetapkan sebagai Hari Nasional Gaza.

Rezim Zionis Israel pada 27 Desember 2008, dalam sebuah serangan brutal dan tak manusiawi, menarget Jalur Gaza dengan serangan udara dan berlanjut hingga 17 Januari. Di Israel, perang ini dikenal dengan nama Operasi Cast Lead, dan di kalangan warga Palestina dikenal dengan nama pembantaian Gaza atau perang 22 hari. Dalam perang yang tidak seimbang ini, lebih dari 1.450 warga Palestina syahid dan sekitar 5.000 orang terluka. Selama 22 hari serangan tanpa henti, rezim Zionis menghancurkan banyak rumah tinggal, rumah sakit, sekolah, masjid, klinik, infrastruktur dan fasilitas di Jalur Gaza.

Image Caption

Dalam perang ini, untuk pertama kalinya, rezim Zionis, dengan seluruh kekuatan militernya dan dengan dukungan Amerika Serikat, berupaya melenyapkan sepenuhnya gerakan perlawanan Islam Hamas, dan Hamas menunjukkan bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk berjuang dan melawan rezim Zionis yang bersenjata lengkap. Rezim palsu Israel sekali lagi melancarkan serangan besar-besaran ke Jalur Gaza pada tahun 2014 dalam skala yang lebih luas dan jangka waktu yang lebih lama. Selain serangan yang berlangsung selama 51 hari tersebut, 2.158 warga Palestina syahid dan lebih dari 11.000 orang terluka, infrastruktur Gaza hancur dan kondisi kehidupan masyarakat Gaza semakin sulit. Namun rakyat Palestina, dengan mendukung gerakan perlawanan Islam dan bertahan serta melawan serangan-serangan ini, memaksa rezim Zionis untuk menerima gencatan senjata. Akibat perang Gaza bagi rezim Zionis dalam dimensi sosial, ekonomi, dan militer begitu parah sehingga setelah perang berakhir, krisis politik di kabinet rezim Israel palsu menjadi sangat hebat dan puluhan pejabat rezim ini dicopot dari posisi mereka.

Setelah setiap agresi, perlawanan Islam menggunakan pengalaman menghadapi agresi Zionis untuk mempersiapkan diri lebih dari sebelumnya. Penargetan kota-kota paling terpencil dan pusat-pusat industri dan militer dari Gaza di Palestina pendudukan menunjukkan kepada Zionis bahwa para pejuang Palestina telah memperoleh kekuatan sehingga mereka tidak dapat lagi menyerang Jalur Gaza kapanpun mereka mau, karena mereka akan respons yang kuat dari perlawanan.

Setelah kekalahan berturut-turut dari perlawanan Islam Palestina di Jalur Gaza, rezim Zionis berpikir bahwa mereka dapat mematahkan tekad dan perlawanan lebih dari dua juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza dengan pengepungan total terhadap Jalur Gaza. Bukan hanya Zionis yang gagal mencapai tujuan mereka dari blokade Jalur Gaza selama beberapa tahun, namun pembatasan tersebut membuat para pejuang Palestina bersiap menghadapi perang jangka panjang dan membekali diri dengan segala jenis senjata dan metode perang gerilya menghadapi tentara Israel.

Jaringan terowongan yang sangat besar di bawah Jalur Gaza adalah salah satu langkah dasar yang dilakukan para pejuang Palestina untuk mengurangi kerentanan mereka dan memberikan pukulan yang lebih keras kepada Zionis. Operasi Badai Al-Aqsa dan penyusupan ratusan pejuang Palestina jauh ke wilayah pendudukan Palestina serta terbunuhnya puluhan tentara Zionis serta penangkapan ratusan orang menunjukkan puncak kemampuan dan kesiapan muqawama Islam Palestina mematahkan hegemoni, jaringan intelijen dan keamanan rezim Zionis.

Anak-anak Gaza, korban keganasan Israel

Reaksi Zionis terhadap operasi ini adalah serangan yang menghancurkan di Jalur Gaza. Untuk menutupi pukulan telak terhadap reputasi intelijen dan keamanan Israel, khususnya sistem Iron Dome, Netanyahu telah membalas dendam terhadap warga sipil Palestina di Jalur Gaza. Selama lebih dari seratus hari, rezim Zionis telah menyerang Jalur Gaza dari darat, udara dan laut. Tujuan dari serangan ini adalah untuk membuat Gaza tidak dapat dihuni, membebaskan sandera Israel dan membubarkan Hamas.

Sejauh ini, lebih dari 24.000 warga sipil Gaza telah gugur. Tujuh puluh persen dari para syuhada ini adalah anak-anak dan perempuan. Organisasi bantuan internasional Oxfam mengumumkan dalam laporan terbaru bahwa rezim Zionis membunuh 250 warga Palestina di Gaza setiap hari. Menurut laporan situs "Oxfam", organisasi ini menambahkan: Jumlah pembunuhan ini menjadikan perang Israel melawan Gaza sebagai konflik paling mematikan di abad ke-21.

Lebih lanjut laporan tersebut menyatakan: Angka kematian harian di Gaza lebih tinggi dibandingkan konflik di Suriah (96,5 kematian per hari), Sudan (51,6 kematian per hari), Irak (50,8), dan Ukraina (43,9), Afghanistan (23,8) dan Yaman (15.8). Sally Abi Khalil, direktur Timur Tengah di Oxfam, mengatakan, “Kejahatan yang dilakukan Israel di Gaza benar-benar mengejutkan. Rakyat Gaza telah mengalami penderitaan yang sangat berat selama 100 hari. Tidak ada tempat yang aman dan seluruh penduduk Gaza berada dalam risiko kelaparan."

Mesin genosida Netanyahu telah membunuh dan melukai ratusan anak-anak Palestina, baik pria maupun wanita, serta membuat dua juta orang mengungsi. Sebagian besar Jalur Gaza telah hancur. Namun penjagal Israel belum meraih satu pun tujuannya. Lebih dari dua juta warga Palestina menolak meninggalkan Jalur Gaza meskipun rumah dan infrastruktur mereka hancur. Zionis belum bisa melepaskan satu pun tawanan mereka. Militan Palestina membunuh dan melukai puluhan tentara Israel setiap hari. Tidak ada tempat di Gaza yang aman bagi tank dan pengangkut personel Zionis. Mereka telah menjadi sasaran yang mudah dijangkau oleh pejuang Palestina. Rumah sakit Israel tidak mampu merawat ribuan tentara yang terluka.

Syuhada Palestina

Netanyahu tidak mendapat pujian dan kehormatan baik di wilayah pendudukan maupun di tingkat internasional. Perdana menteri rezim Zionis dan menteri kabinet Israel yang rasis menderita setiap hari dan menekankan berlanjutnya pembunuhan terhadap warga Palestina. Namun para pendukung rezim Zionis di Amerika dan Eropa berusaha menjaga jarak dari rezim Zionis dan menyatakan bahwa tujuan Zionis tidak dapat diwujudkan. Mereka tahu betul bahwa muqawama di Palestina tidak bisa dihancurkan. Untuk itu, Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken berulang kali menekankan pembentukan negara Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat dalam berbagai kunjungannya ke kawasan Timur Tengah dalam tiga bulan terakhir. Sebuah gagasan yang tidak mau diterima oleh Zionis yang berkuasa di Tel Aviv. Berlanjutnya pembunuhan warga Palestina di Jalur Gaza telah membuka front baru melawan rezim Zionis.

Tingkat dukungan terhadap rakyat Palestina di negara-negera muslim dan Barat setiap hari terus meningkat. Zionis yang berkuasa di Tel Aviv seraya membesar-besarkan pembunuhan Yahudi di perang dunia kedua, membenarkan pendudukan Palestina dan pengusiran warga tertindas ini dari tanah air mereka. Dalam koridor kebijakan ini, propaganda dan protes anti-Israel di negara-negara Barat dicap sebagai anti-Smith dan ditetapkan sebagai kejahatan.

Namun hari ini, digelar konsentrasi ribuan dan ratusan ribu orang di negara-negara Eropa dan Amerika dalam mendukung bangsa Palestina dan mengutuk rezim palsu Israel. Selain itu, dilayangkan gugatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag dengan dakwaan genosida. Netanyahu bukan saja tidak mampu menghapus nama Gaza dari geografi dan peta Palestina dengan menghancurkan wilayah ini, tapi sebaliknya selama tiga bulan lalu, cita-cita bangsa Palestina dan nama Gaza semakin hidup di dunia dan senantiasa dikenang.

 

Tags