Zainab, Simbol Keberanian Perempuan Melawan Kezaliman
Tonggak sejarah Islam dipenuhi orang-orang besar, termasuk perempuan yang berperan besar di dalamnya. Perempuan juga hadir di berbagai bidang dari sosial, politik hingga budaya yang mengubah sejarah dunia. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai para wanita penentu sejarah. Sayidah Zainab Kubra merupakan salah satunya.
Sayidah Zainab dilahirkan pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun kelima Hijriah di Madinah. Beliau diasuh dan dibesarkan oleh manusia agung sepanjang sejarah yaitu, Nabi Muhammad Saw, Imam Ali dan Sayidah Fatimah. Selain itu, beliau adalah saudari dari dua pemuda penghulu surga, Imam Hasan dan Imam Husein.
Sayidah Zainab merupakan salah satu wanita yang menjadi contoh bagi seluruh perempuan di berbagai bidang. Zainab tidak hanya berkaitan dengan masa lalu, tapi juga hari ini dan esok. Sebab, kemuliaan manusia, pengabdian, penghambaan, perjuangan untuk menegakkan keadilan, kemerdekaan dan kebenaran adalah nilai-nilai yang tidak terkait hanya untuk periode khusus atau masyarakat tertentu saja.
Manusia besar melampaui sejarah hidupnya. Zainab Kubra, termasuk wanita yang berada dalam naungan pancaran cahaya imamah. Sejak kecil, Zainab berada di pangkuan risalah dan imamah. Sayidah Zainab telah menghiasi diri dengan ketinggian akhlak, kesempurnaan spiritualitas dan keagungan perilaku.
Sayidah Zainab mewarisi ilmu dan marifat Rasulullah Saw. Martabat dan harga diri Sayidah Zainab as mirip dengan Sayidah Khadijah, dan kesucian serta kesederhanaan serta kesopanannya bak Sayidah Fatimah. Kezuhudan, kefasihan dan retorika Zainab dalam berpidato mirip dengan Imam Ali bin Abi Thalib. Beliau juga memiliki kelembutan dan kesabaran seperti Imam Hasan, serta keberanian dan keteguhan hati sebagaimana Imam Husein.
Salah satu karakteristik yang paling menonjol dari Sayidah Zainab adalah keberaniannya yang tiada tara. Dalam ziarah yang biasa dibaca, disebutkan kaya "Labwatul Hasyimiah" atau perempuan pemberani dari keluarga Hasyimi.
Para ahli etika mengklasifikasikan keberanian dalam tiga kategori. Pertama, tidak takut kepada orang lain. Kedua, keberanian yang lebih tinggi dari pertama yaitu keberanian yang dibarengi dengan penguasaan diri. Sedangkan keberanian ketiga adalah keberanian yang lebih tinggi lain, dengan tidak mempertimbangkan situasi dan kondisi, baik itu penentangan maupun kecaman dari pihak lain demi memperjuangkan kebenaran.Zainab menampilkan keberanian pada tingkatan yang tertinggi.
Suara perlawanan Sayidah Zainab melawan kezaliman dan menegakkan keadilan senantiasa tertancap di jantung sejarah. Ketika beliau menjadi perempuan yang ditawan oleh pasukan Yazid, bersama tawanan lainnya pasca terjadinya tragedi Karbala memasuki Istana Yazid, semua orang menanti putri Sayidina Ali ini meminta maaf kepada putra Muawiyah yang membantai Imam Husein. Tapi, Sayidah Zainab dengan keberanian dan keahlian retorikanya menunjukkan kesalahan Yazid di istananya sendiri.
Sayidah Zainab tegar berdiri di hadapan orang-orang zalim Dinasti Umayah dan menyampaikan kebenaran yang dibawa Imam Husein, hingga beliau dan pengikutnya syahid di padang Karbala. Pidato Sayidah Zainab bukan hanya mengguncang pilar-pilar kezaliman Dinasti Umayah, tapi lebih dari itu menghantam sistem rusak di sepanjang sejarah.
Dalam kondisi sulit dan kalah secara militer, ketika kepala para syuhada diarak di ujung tombak musuh, dan kondisi paling mengenaskan, Sayidah Zainab menyampaikan pidato yang ditujukan langsung kepada Yazid bin Muawiyah, yang saat itu mengklaim sebagai khalifah kaum Muslimin. Zainab berkata, "Tuhanku! Ambillah hak kami dari orang-orang lalim, dan kirimkanlah kemarahan-Mu kepada orang yang menumpahkan darah kami di bumi, dan membunuh para pendukung kami, ".
Yazid dan pengikutnya menyebarkan propaganda luas supaya langkah Imam Husein dianggap sebagai gerakan bughot dan bertentangan dengan kepentingan umat Islam. Yazid menyebarkan fitnah bahwa Imam Husein as sedang mengejar kekuasaan dan materi dalam revolusinya sehingga ia dengan mudah menumpas para penentangnya. Namun Sayidah Zainab telah menjadi penghalang propaganda itu, dan bahkan juga mengungkap kejahatan dan kebusukan Yazid dan pengikutnya.
Dalam pidatonya yang berapi-api, Sayidah Zainab telah mengguncang pemikiran keliru masyarakat di masa itu. Warga Kufah yang hampir 20 tahun tidak mendengar pidato Imam Ali as, mereka terhentak dengan suara Zainab as yang nadanya seperti perkataan Ali as.
Perkataan seorang perempuan yang menjadi tawanan Yazid menguncang legitimasi pemerintah Bani Umayah. Zainab dengan kecerdasan, kefasihan dan keindahan bahasanya, mengingatkan kepada ayahnya, Ali bin Abi Thalib.
Putri Ali bin Abi Thalib berkata, "Musibah besar menyebabkanku terpaksa harus berbicara dengan orang sepertimu [Yazid] ! Aku melihatmu lebih kecil dari kedudukan zahirmu saat ini. Engkau hina ! Mengapa aku tidak memakimu, ketika aku terluka karena kehilangan orang-orang tercinta. Oh ! Aneh sekali manusia besar yang berada di jalan Tuhan tewas di tangan setan ! Tangan berdarahmu, telah berlumuran darah kami Ahlul Bait Rasulullah Saw, dan mulut kalian dipenuhi sesak oleh daging kami. Ya ! Sesungguhnya bukan tempatnya untuk malu ketika hidup di atas bumi ini dengan bersih dan suci. Srigala gurun liar menerjang mereka dan engkau [Yazid] dengan sombong menduduki singgasana ?"
Zainab menegaskan sebuah poin penting bahwa Ahlul Bait Rasulullah Saw tidak akan bisa dihapus dari sejarah. Putri Ali bin Abi Thalib ini berkata, "Yazid, jika ingin menipu dan makar, maka lakukanlah. Tapi ketahuilah engkau tidak akan bisa menghapus [dalam sejarah] orang-orang mengingat kami. Engkau tidak memiliki kemampuan untuk memusnahkan kami, dan memadamkan orang-orang yang mengingat kami. Suatu hari kebenaran akan datang dengan meneriakkan "Laknat Tuhan bagi orang-orang zalim".
Kemudian, Sayidah Zainab mengakhiri pidatonya dengan bersyukur kepada Allah swt. Beliau berkata, "Kini, aku menyampaikan rasa syukur kepada Allah swt yang memulai kehidupan Ahlul Bait dengan syahadat dan ampunan, serta mengakhiri dengan syahadat dan ampunan serta rahmat ilahi. Tuhanku, tambahkanlah pahala bagi syuhada kami dan nasib kami berada di tangan-Mu."
Dengan pidato ini, Sayidah Zainab menunjukkan bukan hanya kesyahidan saudaranya, Imam Husein bin Ali sebagai sebuah keindahan.Tapi lebih dari itu, putri Ali bin Abi Thalib ini menggambarkan ditawannya Ahlul Bait sebagai puncak keindahan.
Sayidah Zainab melampaui sejarah zamannya. Beliau menunjukkan nilai harga diri keberanian dan ketinggian jiwa kesatria sebagai pakaian kemuliaan. Dalam keadaan sebagai tawanan, putri Ali bin Abi Thalib ini meniupkan optimisme menghadapi kezaliman.
Wanita agung ini memberikan pelajaran bagaimana menghadapi kelaliman kapada umat manusia sepanjang sejarah. Seorang perempuan dalam kondisi yang sangat sulit sekalipun mampu menampakkan cahayanya menerangi masyarakat di bidang politik dan sosial yang berada dalam kegelapan.
Di hari yang berbahagia ini, kami menyampaikan selamat atas kelahiran perempuan pemberani Ahlul Bait ini. Salam atasmu, ya Sayidah Zainab.(PH)