Jalan Menuju Cahaya 951
Surat Al-Hujurat ayat 6-9
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6)
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (49: 6)
Berita yang kita dengar dari orang lain ada dua macam, sebagian berita tidak ada hubungannya dengan urusan dan kehidupan kita, dan mencerminkan peristiwa yang terjadi di masyarakat dan sekitar kita. Namun sebagian berita berkaitan dengan urusan dan kehidupan kita. Berdasarkan hal tersebut kita akan mengambil keputusan, apa langkah yang akan kita ambil atau apa respon yang akan kita tunjukkan !
Ayat ini berkaitan dengan berita model kedua dan menyatakan, terkait hal ini, kalian harus melakukan penyidikan dan melakukan pertimbangan sebelum setiap keputusan dan langkah yang diambil, apakah pemberi berita sosok yang jujur atau pembohong ? Atau berita yang ia bawa berdasarkan motif atau tujuan pribadi, atau benar-benar mencerminkan peristiwa di luar ?
Jika kita tidak telitik saat menerima berita, bisa jadi kita mengambil keputusan yang keliru di mana hasil dan dampaknya tidak dapat dikompensasi.
Dari satu ayat tado terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keharusan beriman kepada Tuhan adalah perenungan dan refleksi dalam tindakan dan keputusan, sehingga manusia tidak menderita pandangan yang dangkal dan tergesa-gesa. Untuk alasan ini, orang beriman adalah orang yang meneliti dan mempelajari, dan dia bukan orang yang cepat percaya dan mempercayai penampilan luar.
2. Jangan menolak atau menerima berita dari orang lain, bahkan dari orang fasid dan pendosa, tapi teliti dan kajilah berita tersebut, karena terkadang orang fasid juga berkata jujur.
3. Sebagian orang dan kanal berita menyebarkan berita palsu di antara masyarakat, sehingga sebuah masyarakat mengalami kerusuhan dan kerusakan. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini, orang mukmin harus meneliti dan mengkaji apa yang ia dengar.
4. Keputusan dan langkah tak terpuji akan menimbulkan penyesalan. Di mayoritas kasus, penyesalan ini tidak berguna, karena tidak dapat dikompensasi.
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ (7) فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (8)
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, (49: 7)
sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (49: 8)
Ayat ini mengisyaratkan dua nikmat besar Tuhan, salah satunya pengutusan para nabi untuk memberi hidayah dan petunjuk kepada umat manusia dan kedua adalah fitrah suci yang diberikan Tuhan kepada seluruh manusia. Para nabi dengan ucapannya yang logis dan jelas memberi petunjuk dan menuntun umat manusia serta dari sisi perilaku, mereka adalah teladan sempurna bagi manusia. Oleh karena itu, orang beriman mentaati dan mengikuti kepada para nabi.
Di sisi lain, Tuhan telah menciptakan fitrah manusia sedemikian rupa sehingga mereka menyukai perbuatan baik dan membenci perbuatan buruk. Sebagai contoh, bahkan seorang pencuri yang mencuri milik orang lain tahu dalam hatinya bahwa mencuri itu buruk.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika kita tidak ingin menyesal, maka kita harus mengikuti ajaran para rasul Tuhan, bukannya berharap mereka mengikuti keinginan kita, karena harapan seperti ini tidak benar.
2. Kecenderungan kepada agama yang mengajak manusia kepada kebaikan dan menjauhkan mereka dari keburukan adalah hal fitrah yang diberikan Tuhan kepada seluruh manusia.
3. Pertumbuhan sejati umat manusia tergantung pada mengikuti ajaran luhur para utusan ilahi dan menghindari kejahatan moral dan perilaku.
4. Iman dan kesempurnaan spiritual dan moral adalah hiasan sejati manusia, bukan hal-hal zahir seperti pakaian, rumah dan kendaraan yang indah.
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9)
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (49: 9)
Ayat ini menyinggung salah satu kerusakan sosial lainnya dan menyatakan, terkadang terjadi bentrokan dan konfrontasi di antara orang atau kelompok sosial, dan kedua pihak meminta bantuan teman atau familinya untuk keluar sebagai pemenang. Al-Qur'an terkait hal ini menekankan bahwa pihak lain harus berusaha mendamaikan kedua pihak yang bertikai ini ketimbang terlibat di dalamnya sehingga pertikaian ini tidak akan meluas.
Namun jika salah satu pihak bersikeras untuk bertempur dan melanjutkan pertikaian, dan menolak untuk berdamai berdasarkan keadilan, maka setiap orang memiliki kewajiban untuk menghadapi kelompok agresor dan menempatkannya di tempatnya sehingga masyarakat tidak terjebak ke dalam fitnah dan kerusakan lebih besar.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas keamanan komunitasnya. Oleh karena itu, ketika terjadi pertikaian, sikap tidak peduli tertolak. Mereka harus menerapkan perdamaian dan rekonsiliasi di antara sesamanya, tapi jika salah satu pihak yang bertikai menolak berdamai dan ingin melanjutkan aksi arogannya, maka mereka harus ditumpas sehingga keamanan terjamin.
2. Toleransi dilarang terhadap pemberontak dan perusuh yang aksinya mengancam masyarakat. Orang seperti ini bahkan jika dia muslim, maka darahnya juga halal.
3. Keadilan harus dijaga saat menerapkan perdamaian di antara dua pihak yang berperang, dan hak orang tertindas jangan sampai diabaikan. Jika tidak, maka perdamaian seperti ini sumber kehinaan.