Lintasan Sejarah 11 Juli 2016
Hari ini, Senin tanggal 11 Juli 2016 yang bertepatan dengan penanggalan Islam 6 Syawal 1437 Hijriah Qamariah. Sementara menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 21 Tir 1395 Hijriah Syamsiah. Berikut ini peristiwa bersejarah yang terjadi di hari di tahun-tahun yang lampau.
Ibnu Bardis Meninggal Dunia
651 tahun yang lalu, tanggal 6 Syawal 786 Hijriah, Ibnu Bardis, seorang penyair dan ahli hadis, meninggal dunia.
Ibnu Bardis dilahirkan di Baalbek, Lebanon dan setelah menyelesaikan pendidikan dasar di kota kelahirannya, dia melanjutkan belajar ke kota Damaskus, Suriah dan kemudian melakukan perjalanan ke berbagai negara Islam untuk menimba ilmu.
Ibnu Bardis dikenal taat beragama dan memiliki akhlak yang baik. Salah satu karya yang ditingggalkan Ibnu Bardis adalah buku berjudul "al-A'lam Fi Wafiyaatil A'lam".
King Peter I Karadjordjevic Lahir
172 tahun yang lalu, tanggal 11 Juli 1844, Peter Karadjordjevic atau yang dikenal dengan nama Peter Pertama, Raja Serbia, terlahir ke dunia.
Peter menyelesaikan sekolah menengahnya di Beograd dan kemudian meneruskan ke sebuah institut di Jenewa, Swiss. Setelah itu, Peter masuk ke akademi militer di Perancis. Selama ia berada di Paris, Peter aktif menambah pengetahuannya di bidang politik dan militer dan hal ini memperluas wawasannya atas liberalisme, parlementarisme, dan demokrasi. Pada tahun 1868, pada usia 24 tahun, Pangeran Peter telah menerbitkan hasil terjemahannya atas essay karya John Stuart Mill berjudul "Kebebasan" dan isi tulisan itu kemudian menjadi program politiknya. Pada tahun itu pula, terjadi konflik potitik di Serbia, dan dinasti Obrenovic berkuasa di negara tersebut.
Pangeran Peter dilarang pulang ke negaranya dan seluruh harta benda keluarganya disita. Peter kemudian melakukan berbagai aksi politik untuk meraih kembali haknya. Pada tahun 1903, Raja Obrenovic dibunuh dan tentara memproklamasikan Pangeran Peter Karadjordjevic sebagai Raja Serbia. Dengan demikian, setelah 45 tahun berlalu, keluarga Karadjordjevic kembali meraih kekuasaannya di Serbia. Raja Peter I meninggal dunia tahun 1921 di Beograd.
Mongolia Merdeka
95 tahun yang lalu, tanggal 11 Juli 1921, Mongolia, sebuah negara di Asia Tengah, memproklamasikan kemerdekaannya.
Mongolia merupakan negara dengan sejarah yang kuno dan sempat menjadi negara adikuasa pada abad ke-13. Pada massa itu, Mongolia dipimpin oleh Raja Jengis Khan yang berhasil memperluas kekuasaannya dari Asia hingga Eropa. Setelah Jengis Khan meninggal, Mongolia terpecah menjadi dua bagian, yaitu Mongolia Dalam yang dikuasai Cina dan Mongolia Luar.
Pada akhir abad ke-17, Mongolia Luar juga jatuh ke tangan Cina. Pada tahun 1911, Mongolia Luar memproklamasikan kemerdekaannya dari Cina, namun tak lama kemudian dicaplok oleh Rusia. Setelah terjadi revolusi komunis di Rusia tahun 1921, Mongolia Luar kembali memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada tahun 1924, setelah raja Mongolia meninggal dunia, atas provokasi Soviet, negara itu mengubah sistem pemerintahannya dari bentuk kerajaan menjadi Republik Sosialis.
Perlawanan Warga Kota Mashad Dimulai
81 tahun yang lalu, tanggal 21 Tir 1314 Hs, warga kota Mashad di Iran, memulai perlawanan yang terkenal dengan nama "Kebangkitan Masjid Goharshad".
Perlawanan ini dilancarkan oleh rakyat kota tersebut dalam rangka menentang keputusan raja Iran saat itu, Shah Reza Pahlevi, yang berlawanan dengan syariat Islam, di antaranya, larangan untuk menggunakan jilbab.
Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh para ulama ini berpusat di masjid Goharshad yang terletak di sisi makam Imam Ridha as. Tentara rezim Shah menghadapi perlawnaan rakyat tersebut dengan represif sehingga banyak warga kota Mashad yang gugur syahid.
Pembantaian Massal Terhadap Warga Bosnia
21 tahun yang lalu, tanggal 11 juli 1995, lebih dari 8 ribu warga muslim Bosnia, penduduk kota Srebenica, di timur negara ini dibantai secara massal oleh kalangan Serbia radikal.
Tragedi ini merupakan aksi pembantaian massal terbesar di Eropa pasca Perang Dunia ll. Kendati Dewan Keamanan PBB pada tahun 1993 telah menetapkan Srebrenica sebagai kawasan aman dan pasukan penjaga perdamaian PBB ditempatkan di sana, namun pasukan milisi Serbia yang didukung pemerintah Beograd tetap nekad menguasai kawasan tersebut.
Menjelang agresi militer milisi Serbia ke Srebrenica warga muslim kota ini berusaha mengungsi, namun rencana mengungsi itu berhasil digagalkan oleh milisi Serbia. Mereka akhirnya membantai para lelaki muslim Bosnia, dan hanya memberi kesempatan mengungsi kepada perempuan dan anak-anak.
Ironisnya, tentara penjaga perdamaian PBB asal Belanda yang ditempatkan di sana tidak melakukan reaksi apapun untuk melindungi jiwa warga muslim dan membiarkan tragedi itu terjadi. Tentu saja sikap pasif negara-negara Eropa terhadap peristiwa ini merupakan ihwal yang patut dicermati. Tiga komite pencari kebenaran yang dibentuk setelah terjadinya tragedi itu menuding Uni Eropa dan PBB telah bersikap abai terhadap kasus pembantaian tersebut. Ironisnya, hingga kini para pelaku utama pembantaian massal itu masih belum mendapat hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka.