Mar 10, 2024 19:55 Asia/Jakarta
  • Surat At-Talaq
    Surat At-Talaq

Surat At-Talaq 1-7

سورة الطلاق

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا (1) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)

 

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (65: 1)

 

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (65: 2)

 

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (65: 3)

 

Surat At-Talaq diturunkan di kota Madinah dan terdiri dari 12 ayat. Ayat pertama hingga ketujuh membahas isu Talaq dan hukumnya. Mulai dari ayat kedelapan hingga selanjutnya menyinggung nasib dua kelompok: Mereka yang membangkang perintah Tuhan dan pantas mendapat azab, dan kelompok lain adalah mereka  yang berbuat baik dan mendapat pahala dari Tuhan.

 

Islam sangat menekankan pernikahan dan membentuk ikatan keluarga, dan dalam berbagai ayat al-Quran khususnya Surat An-Nisa' dijelaskan hukum-hukumnya. Namun jelas bahwa terkadang kelanggengan ikatan perkawinan bagi kedua pasangan atau salah satunya sangat berat, dan melanjutkan pernikanan ini tidak mungkin. Oleh karena itu, Islam membolehkan talak atau perpisahan kedua pasangan dengan menjaga batasan dan syarat-syaratnya, dan hak ini dihormati bagi kedua pasangan.

Ayat ini kepada Rasulullah Saw menjelaskan hukum talak sehingga umat Muslim memperhatikan pentingnya dan perlunya penerapannya secara tegas.

 

Ayat ini menyatakan, jika kamu ingin menceraikan istrimu (talak), maka talak itu harus dilakukan pada saat isterinya telah habis masa haidnya dan setelah itu kamu belum pernah menyetubuhinya, sampai wanita itu telah bersuci tiga kali, maka perceraian itu sah.

 

Jelaslah bahwa selama ini penyediaan nafkah dan tempat tinggal bagi perempuan adalah tanggung jawab laki-laki, dan laki-laki tidak berhak mengusir perempuan dari rumah, sebagaimana perempuan tidak berhak meninggalkan rumah jika dia menerima nafkah.

 

Karena orang biasanya memutuskan untuk bercerai ketika mereka sedang emosional dan marah, kebersamaan selama beberapa bulan antara pria dan wanita yang diceria dapat memberikan landasan bagi rekonsiliasi di antara mereka dan kembali ke kehidupan normal. Tentu saja syarat bagi seorang wanita untuk tinggal di rumah suaminya pada masa "Iddah'' adalah tidak boleh membuat suaminya merasa risih dengan tingkah laku dan ucapannya, atau melakukan sesuatu yang melanggar kesucian.

 

Kelanjutan ayat tersebut menekankan fakta bahwa sebelum mencapai akhir masa Iddah, dimungkinkan untuk mengajukan banding dan seseorang dapat menyerah pada perceraian dan kembali ke kehidupan normal. Namun jika niat Anda serius untuk berpisah, sebaiknya dengan cara yang sopan dan menyenangkan. Oleh karena itu hendaknya anda menghindari segala bentuk tingkah laku dan ucapan yang tidak baik terhadap isteri anda dan penuhi hak-haknya yang sah.

 

Pasangan suami istri hendaknya mengetahui bahwa jika mereka menaati batasan Tuhan selama perceraian dan menghindari segala maksiat, maka Tuhan akan membukakan jalan bagi masa depan mereka dan memberikan kepada mereka kebaikan yang tidak mereka duga. Sudah menjadi sunnatullah  bahwa siapa pun yang bertawakal kepada-Nya dan bertakwa, Tuhan akan mencukupi hidupnya dan sesuai dengan takdir yang benar, Dia akan membuatkan takdir yang baik baginya.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat lima pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Pernikahan merupakan hal yang sakral dalam Islam. Oleh karena itu, begitu seorang laki-laki dan seorang perempuan memutuskan untuk berpisah dan bercerai, mereka tidak langsung berpisah satu sama lain. Sebab, realisasi keputusan ini memerlukan waktu beberapa bulan, sehingga mungkin dalam kesempatan ini ketegangan dan ketidakjelasan akan mereda dan terbuka kemungkinan rekonsiliasi di antara mereka dan kembali ke kehidupan bersama.

2. Jika terjadi talak dan cerai, kita jangan putus asa dari kehidupan, dan dengan bertawakkal kepada Tuhan, mari kita optimis dengan masa depan.

3. Perilaku suami-istri terhadap satu sama lain hendaknya baik dan menyenangkan, baik dalam keadaan damai dan rekonsiliasi maupun dalam keadaan marah dan berpisah; Sehingga anak-anak tidak terlalu dirugikan dan terpengaruh.

4. Kehadiran dua orang saksi yang adil saat perceraian merupakan tanda perhatian Islam untuk menghormati hak-hak pasangan suami istri saat bercerai.

5. Ada dua cara untuk menghilangkan jalan buntu dan krisis dalam hidup:  Bertakwa dan menjahui dosa, dan bertawakkal kepada Tuhan. Sejatinya  ketakwaan dan tawakkal adalah dua faktor penting untuk keluar dari jalan buntu di kehidupan.

 

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا (4) ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنْزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا (5)

 

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (65: 4)

 

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya. (65: 5)

 

Melanjutkan ayat sebelumnya yang menekakan pentingnya menjaga masa iddah bagi semua perempuan saat ditalak, ayat ini menjelaskan masa iddah bagi tiga kelompok perempuan khusus:

  1. Wanita menopause.
  2. Wanita yang tidak haid karena penyakit atau semisalnya.
  3. Wanita yang tengah hamil.

 

Dua kelompok pertama, jika dia diprediksi hamil, maka wajib menjaga masa iddah selama tiga bulan, dan perempuan yang hami harus bersabar hingga anaknya lahir, maka saat itu talak menjadi sah.

 

Karena pada saat perceraian dan perpisahan, kemungkinan terjadinya ketegangan antar suami-istri, ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip moral dan pengabaian hak-hak satu sama lain tinggi, maka dalam beberapa ayat ini disebutkan empat kali untuk menjaga ketakwaan saat perceraian dan dampak positifnya. Ayat-ayat sebelumnya menekankan peran ketakwaan dalam menciptakan kelapangan dalam hidup, dan ayat-ayat ini menunjukkan efek ketakwaan dalam menghilangkan kesulitan dan rasa malu serta mempermudah hidup, serta menutupi kesalahan dan keburukan masa lalu.

 

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik;

1. Hukum Tuhan berbeda-beda menurut kondisi manusia, dan Tuhan tidak mengeluarkan ketetapan yang sama untuk setiap orang.

2. Anak meskipun dalam kandungan ibunya tetap mempunyai hak, sehingga seorang perempuan hamil tidak boleh menikah dengan laki-laki lain.

3. Baik dalam hubungan keluarga dan hidup bersama maupun dalam situasi perceraian dan perpisahan, ketakwaan dan rasa takut kepada Tuhan adalah jaminan penyelesaian masalah dan kelapangan dalam pekerjaan. Sebab ajaran Ilahi telah menjamin hak-hak pasangan suami istri secara baik dan tepat.

4. Tobat terbaik adalah menjaga takwa ilahi, karena dapat menutupi kesalahan dan juga menambah pahala perbuatan baik.

 

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى (6) لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا (7)

 

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (65: 6)

 

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (65: 7)

 

Ayat-ayat ini sekali lagi menegaskan tentang menjaga hak-hak isteri pada masa perceraian dan berbunyi: Janganlah kamu bersikap keras terhadap mereka mengenai tempat tinggal dan nafkah selama beberapa bulan ini dan hormati hak-hak mereka. Khususnya bagi ibu hamil yang membutuhkan perawatan dan perhatian lebih, Anda harus memenuhi segala kebutuhannya hingga saat persalinan. Setelah melahirkan, saling berkonsultasi dan memahami tentang cara merawat bayi dan menyusuinya agar bayi tidak kekurangan ASI, dan bila ibu tidak menerimanya, pilihlah pengasuh untuknya.

 

Lanjutan ayat tersebut menunjuk pada salah satu prinsip penting dalam hidup dan mengatakan: “Kewajiban dan perintah Tuhan adalah sesuai dengan kemampuan manusia”, maka wanita tidak boleh berharap lebih pada laki-laki daripada kemampuannya, sebagaimana halnya laki-laki tidak boleh pelit menggunakan uang dan harta untuk kesejahteraan keluarga dan keras serta mempersulit keluarga.

 

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran berharga yang dapat dipetik.

1. Selama masa iddah perceraian, laki-laki tidak berhak mempermalukan perempuan dan bersikap tegas terhadap tunjangan dan tempat tinggalnya, dan ia harus menafkahi istrinya seperti semula. Ia tidak diperbolehkan menyakiti istrinya yang telah diceraikan atau menyusahkannya.

2. Kriteria pemberian nafkah dan tempat tinggal adalah besarnya kemampuan laki-laki, bukan besarnya harapan perempuan, yang mungkin lebih besar dari kemampuan dan faislitas yang dimiliki laki-laki.

3. Mengenai anak, musyawarah kedua orang tua untuk menentukan nasibnya dianjurkan oleh Islam.

4. Manusia memiliki kewajiban sesuai dengan kemampuannya. Islam adalah agama yang realistis dan kewajibannya tidak berat.

 

 

 

 

Tags