Des 03, 2018 16:27 Asia/Jakarta
  • Masjid Agung Paris.
    Masjid Agung Paris.

Sejak permulaan Islam, Rasulullah Saw menjadikan masjid sebagai tempat untuk menyampaikan perintah Allah Swt dan kegiatan ibadah, melakukan musyawarah dengan masyarakat, memperkenalkan tata cara mengelola pemerintahan, menyusun kebijakan perang, membangun budaya Islam, dan kegiatan-kegiatan lain.

Jadi, pada masa itu masjid berfungsi sebagai pusat kegiatan budaya, sosial, politik, ekonomi, peradilan, dan pendidikan kaum Muslim.

Di dunia modern, meski ada pergeseran dalam memfungsikan masjid, namun ia masih tetap menjadi basis spiritual untuk memperkenalkan wajah hakiki Islam kepada dunia. Masjid adalah sarana penunjang untuk mencapai spiritualitas dan memenuhi kebutuhan ruhani manusia.

Masjid menjadi wadah untuk mempertebal aspek spiritual manusia dan ia adalah tempat suci untuk melakukan amal ibadah dan membangun hubungan dengan Allah Swt. Ia selalu membuka jalan bagi setiap individu untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesempurnaan insani.

Namun, pertumbuhan cepat Islam dan kehadiran banyak masjid di negara-negara Eropa dalam beberapa tahun terakhir telah mengundang permusuhan terhadap Islam dan masjid. Di sana bahkan muncul aturan tertentu yang melarang pembangunan masjid.

Padahal, prinsip menghormati perbedaan dan toleransi adalah membiarkan masjid melakukan aktivitasnya. Selain sebagai rumah ibadah umat Islam, ia bisa dijadikan wadah untuk dialog antar-agama. Terlepas dari propaganda anti-Islam, warga non-Muslim bisa berkunjung ke masjid-masjid untuk mengenal dari dekat pemikiran Islam dan berdiskusi tentang akidah kaum Muslim.

Sejarah Masjid Agung Paris (Grande Mosquée de Paris)

Masjid Agung Paris adalah masjid pertama dan terpenting di Perancis dan masjid terbesar ketiga di Eropa. Ia dibangun setelah Perang Dunia I untuk menghormati dan tanda terimakasih kepada warga Muslim yang kehilangan nyawanya dalam perang melawan pasukan Jerman.

Ide pembangunan sebuah masjid di Paris pertama kali muncul di Komisi Kolonial Perancis-Afrika pada tahun 1895, tetapi tidak ditindaklanjuti karena kekurangan dana.

Setelah Perang Dunia I, seorang Muslim Maroko, Si Kaddour Benghabrit yang mengepalai Lembaga Habous dan Tempat Suci, mengusulkan pembangunan sebuah masjid kepada pemerintah Perancis. Pemerintah juga ingin menghargai pengorbanan warga Muslim dalam melawan invasi Jerman. Dengan demikian, Parlemen Perancis menyetujui anggaran 500.000 franc untuk pembangunan masjid pada 1922.

Asosiasi Kota Parsi juga mendedikasikan tanah seluas 7.500 meter persegi di samping Kebun Raya Kota untuk pembangunan masjid. Selain bantuan pemerintah Perancis dan warga Muslim, negara-negara lain seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko juga ikut menyumbangkan dana.

Masjid Agung Paris diresmikan oleh Presiden Gaston Doumergue pada 15 Juli 1926 dan shalat berjamaah pertama di tempat ini juga dilakukan pada hari yang sama dan dipimpin oleh Sheikh Ahmad al-Alawi, seorang sufi dari Aljazair.

Manajemen Masjid Agung Paris dipegang oleh warga keturunan Perancis-Aljazair, Hamza Boubakeur sampai tahun 1957. Setelah ia pensiun, kepengurusan diserahkan ke pemerintah Aljazair. Masyarakat Perancis melihat hal ini sebagai bentuk intervensi negara asing dan melakukan protes, akhirnya seorang warga Perancis kembali ditunjuk untuk memimpin masjid pada 1992.

Masjid Agung Paris yang juga dianggap sebagai Pusat Studi Islam, ikut mengelola masjid-masjid lain di negara itu. Masjid ini membuka kelas-kelas untuk memperkenalkan Islam, dan Institut al-Ghazali yang berafiliasi dengan masjid ini juga mengajarkan syariat Islam. Mayoritas imam masjid di Perancis belajar dan lulus dari Pusat Studi Islam ini.

Ubin mosaik melapisi dinding dan tiang-tiang Masjid Agung Paris.

Masjid ini menangani banyak urusan yang terkait dengan masyarakat Muslim seperti, perkawinan dan perceraian, urusan konsultasi, kegiatan-kegiatan shalat berjamaah dan haji, mengawasi penyembelihan hewan, mengurusi jenazah orang Muslim, membantu fakir-miskin dan orang terlantar, dan lain-lain.

Pusat Studi Islam ini bergerak aktif memperkenalkan Islam dengan mengadakan konferensi, diskusi tentang tauhid, layanan perpustakaan, dan membentuk kelas pendidikan tafsir al-Quran, hadis, fikih, dan sejarah dan peradaban Islam.

Masjid Agung Paris juga dikenal sebagai pusat budaya-politik. Selain menjalin hubungan dengan pemerintah dan perwakilan diplomatik dari negara-negara Muslim dan non-Muslim, masjid ini juga selalu membuka pintunya bagi warga Perancis dan masyarakat dari negara lain.

Seperti banyak masjid lain di Eropa, Masjid Agung Paris membuka pintunya untuk warga non-Muslim melalui pogram “secangkir teh persaudaraan” dan mengajak mereka berdiskusi tentang Islam dan memberi pemahaman yang benar kepada mereka tentang agama ini.

Masjid Agung Paris adalah salah satu bangunan ibadah di Perancis yang mengadopsi gaya arsitektur Mudejar atau Moor. Masjid ini terinspirasi dari Masjid Alhambra di Granada (Spanyol) dan Médersa Bou Inania di Fès (Maroko). Gaya Mudejar mulai populer di Spanyol dan Portugal mulai abad ke-12 hingga ke-15 Masehi atau bersamaan dengan era Renaisans di Eropa.

Bangunan masjid ini terdiri dari dua aula besar, dua buah halaman, dan sebuah menara. Aula masjid ditopang oleh tiang-tiang dari marmer dan pilar-pilar ini terhubung satu sama lain dengan lengkungan tapal kuda. Masjid terbuat dari beton bertulang dan dihiasi dengan mosaik, ukiran kayu dan besi tempa yang dibawa dari Maroko. 

Arsitektur dan mosaik masjid ini menggabungkan gaya klasik dan kontemporer dari warisan seni Muslim. Bagian paling mengesankan dari arsitekturnya adalah menara yang tertutup ubin putih dan hijau. Dengan tinggi 33 meter, ia menghadap ke seluruh sisi bangunan.

Pintunya yang besar dihiasi dengan pola-pola bunga dan penuh ukiran yang memperlihatkan kekayaan arsitektur Islam. Dekorasi tradisional dan mosaik yang indah menghiasi pintu ini dan keindahan ini diciptakan oleh para seniman dari Afrika Utara.

Masjid Agung Paris masih difungsikan sebagai tempat ibadah bagi masyarakat Muslim yang tinggal di Paris, khususnya pada hari Jumat, hari-hari besar umat Islam, dan selama bulan suci Ramadhan. Wisatawan bisa mengunjungi ruang publik kapan saja, tetapi aula shalat dan ibadah dibatasi untuk Muslim. (RM)

Tags