Aug 03, 2020 13:09 Asia/Jakarta
  • Kegiatan membantu orang-orang yang terdampak wabah Covid-19 di Iran.
    Kegiatan membantu orang-orang yang terdampak wabah Covid-19 di Iran.

Kegiatan membantu orang lain memiliki aspek yang sangat luas dan mencakup semua urusan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Menyelamatkan seseorang dari jurang narkoba, membantu pendidikan anak-anak dan remaja, menolong keluarga miskin, mendonor organ, dan mendengarkan keluh-kesah orang lain adalah contoh dari kegiatan membantu orang lain.

Membantu orang lain merupakan salah satu kegiatan ibadah terbaik dalam ajaran Islam. Dari perspektif wahyu dan hadis Nabi Saw, ada hubungan erat antara membantu orang lain dan memperoleh kecintaan dari Allah Swt.

Al-Quran menaruh perhatian besar pada kegiatan membantu orang lain dan jika seseorang ingin memperoleh bimbingan dari al-Quran, maka ia harus melakukan infak dan membantu mengatasi kesulitan orang lain.

"Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (QS. Al-Baqarah, ayat 2 dan 3)

Berdasarkan ayat ini, Allah Swt akan memberikan hidayah kepada orang yang bertakwa, yaitu di samping mengimani yang ghaib dan mendirikan shalat, juga membantu orang lain dan mengabdi kepada sesama. Rasulullah Saw bersabda, "Semua makhluk adalah keluarga Allah. Jadi makhluk Allah yang paling disayangi Allah adalah yang berbuat baik kepada keluarga-Nya."

Setiap individu dapat membantu orang lain sesuai dengan kemampuan mereka. Pelayanan adalah setiap perbuatan baik termasuk memberikan manfaat serta mendukung orang lain secara finansial, moral, dan budaya. Kita harus berlomba-lomba melakukan perbuatan baik dan membantu orang lain sehingga tidak kehilangan kesempatan berbuat baik.

 

Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang dibukakan pintu kebaikan baginya, maka pergunakan kesempatan itu dengan segera, karena sesungguhnya dia tidak tahu kapan pintu kebaikan itu ditutup baginya."

Membantu dan melayani orang lain membawa dampak baik pada individu. Di antara efek baik ini adalah menumbuhkan dan memperkuat spirit pengorbanan dalam diri seseorang. Perbuatan baik ini juga menciptakan iklim kerja sama dan gotong royong di tengah masyarakat yang tentu sangat bermanfaat.

Menurut ajaran al-Quran, berbuat baik tidak hanya terbatas pada suku, kelompok, dan ras tertentu, tetapi dapat dilakukan dalam kondisi keuangan bagaimana pun dan waktu kapan pun.

"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran, ayat 134)

Orang-orang yang berbuat baik dalam situasi apapun, sejatinya ruh menolong orang lain telah tertanam kuat dalam jiwa mereka. Mengenai pentingnya menolong orang lain, Imam Muhammad al-Baqir as berkata, "Ada tiga perbuatan yang paling dicintai oleh Allah yaitu seorang Muslim memberikan makanan kepada Muslim yang lain, mengatasi kesulitannya, dan melunasi utangnya."

Oleh karena itu, seorang Muslim bukan hanya tidak boleh merasa lelah atas kesulitan yang dihadapi orang lain, tetapi karena itu adalah nikmat dari Allah (diberikan kesempatan untuk berbuat baik), maka ia harus bergegas sehingga dengan mengatasi setiap kesulitan, ia akan memperoleh nikmat baru dari-Nya.

Jika seseorang menjadi rujukan masyarakat untuk mengatasi kesulitannya, ia harus berbahagia karena Allah Swt menyayanginya. Jika pintu rumah atau kantornya tertutup untuk masyarakat dan mereka tidak bisa menemuinya, ia perlu tahu bahwa ia telah kehilangan rahmat Tuhan dan ia harus bersedih atas kondisi ini bukannya bahagia.

Lalu, jika ia sendiri adalah orang yang tidak mampu, bagaimana ia dapat membantu orang lain? Jawabannya adalah, orang-orang yang tidak mampu dapat berbuat baik kepada orang lain sebatas kemampuannya. Perlu dicatat bahwa kebaikan dan infak tidak terbatas pada harta, tetapi mencakup setiap anugerah yang diberikan Tuhan, apakah itu harta atau ilmu pengetahuan dan atau pemberian lainnya.

Pada dasarnya, Tuhan ingin menumbuhkan dan memperkuat spirit pengorbanan dan kedermawanan, bahkan di tengah orang-orang yang lemah dan membutuhkan. Bagaimana pun, membantu orang lain berarti seseorang punya rasa peduli terhadap kesulitan kehidupan anggota keluarga, tetangga, kolega, dan bawahannya, dan bergegas untuk menyelesaikannya.

Spirit seperti ini sangat penting sehingga Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang mendengar permintaan pertolongan dari seorang Muslim, tetapi tidak menolongnya, maka ia bukanlah seorang Muslim."

Dalam pandangan Islam, melayani orang lain merupakan sebuah perbuatan terpuji dan misi para auliya Allah dalam menolong masyarakat tidak terbatas pada orang-orang Muslim, tetapi seluruh umat manusia. Rasulullah bersabda, "Pangkal akal setelah beriman kepada Allah adalah berbuat sesuatu yang dapat mendatangkan kecintaan manusia kepadanya, berbuat kebaikan kepada orang lain baik ia orang baik maupun orang jelek, fajir."

Jadi, beriman merupakan salah satu pangkal akal, tetapi untuk menyempurnakannya, ia harus berbuat baik kepada orang lain dan berusaha menyelesaikan kesulitan mereka.

 

Budaya membantu orang lain merupakan salah satu aturan sosial Islam, dan bentuk terbaiknya adalah tidak mengharapkan pamrih dan sebisa mungkin harus menyembunyikannya (tidak riya'). Al-Quran pada ayat 264 surat al-Baqarah berbicara tentang bantuan tanpa pamrih kepada orang lain. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)…"

Para nabi dan imam maksum menyembunyikan kebaikan yang dilakukan kepada orang lain. Mereka akan menceritakan kepada orang lain jika itu dapat memotivasi masyarakat untuk berbuat kebaikan juga.

Dikisahkan bahwa sebuah kafilah Muslim yang ingin menunaikan ibadah haji tiba di kota Madinah. Mereka menetap selama beberapa hari di Madinah untuk menghilangkan rasa lelah. Kafilah ini kemudian mempersiapkan tunggangannya dan bergerak ke arah Mekkah. Mereka didatangi oleh seorang laki-laki di tengah jalan antara Madinah dan Mekkah. Para anggota kafilah mengenal lelaki tersebut.

Laki-laki itu kemudian bercerita panjang lebar dengan anggota kafilah. Di tengah pembicaraan, dia melihat seseorang di tengah kafilah yang melayani orang lain dengan penuh semangat dan antusias. Lelaki itu menatap wajah pria tersebut dengan seksama. Wajahnya memancarkan cahaya dan dari raut mukanya, bisa ditebak bahwa ia orang yang saleh dan bertakwa. Lelaki ini mengenal pria tersebut dan berkata dalam hatinya, "Ya Tuhan, apa yang telah dilakukan oleh kafilah ini."

Lelaki tersebut berbalik ke arah kafilah dan berkata, "Apakah kalian mengenal siapa pria yang sedang melayani dan melakukan pekerjaan untuk kalian?" Mereka menjawab, "Tidak, kami tidak mengenalnya. Pria itu bergabung dengan rombongan kami di Madinah. Dia orang yang saleh dan bertakwa. Kami tidak meminta dia untuk melakukan apapun buat kami, tetapi dia sendiri ingin membantu orang lain dan meringankan pekerjaan mereka."

"Jelas kalian tidak mengenalnya, jika kalian tahu, kalian pasti tidak akan bersikap tidak sopan kepadanya dan membiarkan dia melayani kalian," ujar lelaki itu. Kafilah kemudian bertanya, "Siapa gerangan pria tersebut?" "Dia adalah putra Husein bin Ali as, cucu baginda Rasulullah Saw. Dia adalah Ali Zainal Abidin bin Husein as," jawabnya.

Para anggota kafilah bergegas bangkit dari tempatnya. Dengan terburu-buru dan rasa malu, mereka mendatangi Imam Ali Zainal Abidin as. Mereka berkata, "Kami benar-benar merasa malu, mengapa engkau tidak memperkenalkan dirimu kepada kami? Mungkin saja kami telah merendahkan kamu karena ketidaktahuan kami dan kami akan menanggung dosa besar di sisi Allah."

Imam Ali Zainal Abidin as berkata, "Aku sengaja memilih kafilah kalian dan melakukan perjalanan bersama kalian. Ketika aku memilih kafilah yang mengenaliku, mereka akan mencurahkan kebaikan dan kasih sayang untukku karena rasa hormatnya kepada Rasulullah Saw, dan mereka tidak akan membiarkanku melakukan pekerjaan apapun. Oleh karena itu, aku ingin memilih kafilah yang tidak mengenaliku dan aku juga tidak memperkenalkan diri kepada mereka sehingga aku bisa dengan senang hati melayani teman-teman seperjalanan." (RM)