Pemangkasan Anggaran Belanja Inggris dan Dampaknya
Pemerintah Inggris telah mengumumkan pemangkasan anggaran belanja secara besar-besaran setelah utang negara ini melebihi satu trilyun Euro. Targetnya dalam empat tahun terakhir ini, Inggris sudah harus bisa menghemat lebih dari 95 milyar Euro.
Sebelum penghematan dan pemangkasan anggaran diumumkan, rakyat Inggris telah cemas karena harus menyadari bahwa mereka harus menghadapi kabar buruk. Di antara langkah penghematan itu adalah pemotongan tunjangan bagi mereka yang tak mampu mencari nafkah, dan pemangkasan tunjangan untuk pemanasan rumah kaum lansia. Tunjangan anak pun dihapus, setidaknya bagi keluarga yang berpenghasilan sedang dan dana untuk perumahan sosial akan dipotong setengah.
Setelah anggaran dipotong 25%, maka layanan sosial tidak mungkin untuk disediakan, dan tentunya banyak layanan yang dihentikan atau biaya yang harus ditanggung sendiri dinaikkan. Penghematan yang dirancang Kementrian Keuangan Inggris sangat drastis. Anggaran untuk setiap sektor dipangkas 25% agar dalam empat tahun, negara ini bisa menghemat lebih dari 95 milyar Euro.
Pada 2010, Inggris mengalami defisit yang hampir setara dengan Yunani, yakni melebihi 10% produk sosial bruto. Menurut Osborne, defisit ini diwariskan pemerintahan Labour yang berkuasa sebelumnya. Koalisi baru konservatif-liberal bertekad mengatasi masalahnya dengan menjalankan program penghematan.
Menurut sejumlah pakar ekonomi, penghematan yang terlampau drastis justru akan menghambat pulihnya ekonomi Inggris. Sebab, pemangkasan dana berarti bahwa daya beli masyarakat akan turun. Dan hal ini membuat para pengusaha cemas, terutama yang keberadaannya tergantung pada tingkat konsumsi masyarakat. Pemangkasan anggaran juga akan diikuti dengan meningkatnya pengangguran. Pemutusan hubungan kerja terutama akan terjadi pada sektor layanan publik. (RA)