Pencerah Umat Bernama Imam Baqir as
(last modified Wed, 06 Jul 2022 05:22:06 GMT )
Jul 06, 2022 12:22 Asia/Jakarta
  • Syahadah Imam Baqir as
    Syahadah Imam Baqir as

Hari ketujuh bulan Zulhijjah bertepatan dengan hari syahidnya Imam Muhammad Baqir as, cucu Rasulullah Saw. Imam Baqir seperti para Imam Ahlul Bait as lainnya merupakan pribadi agung dan sama seperti imam lainnya yang menjadi teladan seluruh manusia.

Beliau mendapat gelar Baqirul Ulum, 'pengungkap dan penyebar ilmu'. Gelar tersebut membuktikan kedalaman ilmu dan pengetahuan beliau, karena Imam Baqir memahami dengan baik seluk beluk keilmuan dan keruwetannya. Rahasia-rahasia setiap ilmu pun dipahami dengan baik oleh Imam Baqir.

Imam Muhammad Baqir as mereguk cawan syahadah pada hari ketujuh Zulhijjah tahun 114 H di usia ke 57 tahun. Keberadaan beliau di tengah umat sebagai mentari yang menyinari seluruh umat manusia rupanya membuat penguasa Bani Umayyah tak tahan. Mereka pun berusaha keras membunuh imam umat Islam ini. Akhirnya impian mereka tercapai dan umat kehilangan seorang pemimpin dan pencerah yang senantiasa memberikan bimbingan kepada mereka. Pada kesempatan kali ini kami akan mengajak anda untuk menyimak sejarah kehidupan ilmiah dan akhlak mulia beliau.

Syahadah Imam Baqir as

Imam Muhammad Baqir, seperti juga para imam lainnya, adalah seorang manusia yang sempurna dan terpelihara dari segenap aib dan kekurangan serta memiliki semua kesempurnaan insani. Pernyataan tersebut bukan hanya diyakini oleh para pecinta Ahlul Bait, melainkan juga oleh para penentangnya.

Syaikh Mufid mengenai Imam menulis sebagai berikut, "Imam Baqir Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain, di antara saudara-saudaranya, merupakan pengganti ayahnya, Ali bin Husain, washi serta imam setelah sang ayah. Dari segi ilmu, zuhud, serta qiyadah 'kepemimpinan' ia lebih mulia daripada saudara-saudaranya.

Di kalangan masyarakat umum dan khusus, ia lebih populer, terkenal, dan lebih berwibawa. Apa yang tampak dari ilmu agama, sunnah, tafsir al-Quran, sirah, serta adab kehidupan Imam tidaklah tampak pada diri anak-anak Hasan dan Husain lainnya. Sisa-sisa sahabat, para pembesar dari tabi'in, dan ulama fikih meriwayatkan persoalan agama dari Imam Baqir.

Imam Baqir populer dengan keutamaan ilmu sehingga berbagai macam syair dikumandangkan untuk menyifati keutamaannya itu. Abu Fida' mengenai Imam mengatakan, "Muhammad bin Ali bin Husain Abu Ja'far Baqir adalah tabi'in yang sangat mulia dari segi ilmu, amal, dan qiyadah.

Abu Fida' mengenai Imam Baqir menulis, "Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, ayahnya adalah Zainal Abidin dan kakeknya adalah Husain yang syahid di Karbala. Dia dinamakan baqir karena menyingkapkan ilmu dan menyimpulkan hukum. Dia adalah seorang lelaki yang ahli zikir, khusyuk, serta penyabar yang berasal dari keturunan Nabi saw. Nasabnya tinggi dan mulia. Dia mengetahui hal-hal yang membahayakan dan menghindari permusuhan serta jidal atau 'perdebatan'.

Ahmad bin Hajar Haitsami mengenai Imam menuliskan, "Abu Ja'far Muhammad Baqir adalah pewaris ilmu, ibadah, dan zuhud Ali bin Husain. Dinamakan Baqir sebab dia mampu menyingkap hakikat ilmu dan menguaknya. Dia mengungkapkan simpanan-simpanan pengetahuan, hakikat hukum, serta hikmah yang dapat diterima oleh semua, kecuali orang-orang yang buta batinnya dan rusak akidahnya. Oleh karena itulah, dia dinamakan dengan 'pengungkap dan penyebar ilmu'.

Hatinya bercahaya. Ilmu dan amalnya bersih. Jiwanya suci. Penciptaannya indah dan tampan. Usianya dibelanjakan dalam ketaatan kepada allah. Akhlak dan cara hidupnya, dalam maqom irfan, tidak terjangkau untuk disifati sementara, dalam sair suluk, serta pengetahuan, dia banyak menyampaikan pandangan yang memerlukan waktu panjang untuk menyebutkannya."

Syahadah Imam Baqir as

Imam Muhammad Baqir, dari segi ibadah, zikir, doa, munajat, serta rasa takut kepada Allah, seperti juga ayahnya, Zainal Abidin, berada di martabah yang sangat tinggi sehingga begitu menonjol di tengah masyarakat pada zamannya. Di antara kemuliaan Imam, kami akan menyebutkan sebagian darinya.

Imam Ja'far Shadiq mengatakan, "Ayahku begitu banyak berzikir. Ketika berjalan atau makan, bahkan ketika berbicara dengan orang, dia tidak melupakan zikir atau mengingat Allah. Zikir Lailaha illa Allah senantiasa disebutkan oleh lisannya. Adakalanya dia mengumpulkan kami dan memerintahkan agar kami berzikir hingga terbitnya matahari. Imam juga memerintahkan kepada orang-orang yang mampu membaca al-Quran agar membacanya."

Imam Ja'far Shadiq mengatakan, "Ayahku di pertengahan malam berada dalam keadaan menangis dan bermunajat. Dia berkata, "Ya Allah! Engkau memerintahkanku sementara aku tidak patuh dan engkau melarangku sedangkan aku tidak menjauhinya. Kini, hambamu ini berada di sisimu tetapi tidak memohonkan ampunan."

Aflah, salah seorang budak Imam Muhammad Baqir, berkata, "Aku pergi ke haji bersama Imam. Ketika tiba di Masjidil Haram, Imam menangis hingga suara tangisnya begitu kencang. Aku berkata, "Ayah dan ibuku kukorbankan untukmu! Masyarakat sedang memandangi Anda. Alangkah baik kalau tuan menangis agak pelan!"

Imam berkata, "Celaka kamu wahai Aflah! Bagaimana mungkin aku tidak menangis? Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku sehingga nanti pada Hari Kiamat, aku tergolong orang yang berbahagia dan sukses." Aflah berkata, "Selanjutnya Imam bertawaf dan setelah itu, shalat di maqam Ibrahim. Ketika Imam mengangkat kepala dari sujud, tempat sujudnya basah lantaran banyak menangis."

Imam Ja'far Shadiq berkata, "Aku, pada setiap malam, menghamparkan tempat tidur ayahku dan menanti agar beliau beristirahat di tempat pembaringannya. Kemudian aku pergi ke pembaringanku sendiri. Pada suatu malam, aku menghamparkan tempat pembaringannya dan menantikannya. Namun, beliau tidak datang. Setelah semua orang terlelap tidur, aku mencari ayahku di masjid. Aku melihatnya sedang bersujud. Aku mendengar suara rintihannya yang berkata, "Mahasuci engkau Ya Allah! Tuhanku yang sesungguhnya. Aku bersujud kepada-Mu, wahai Tuhanku, sebagai ibadah dan ketertundukan hati! Sesungguhnya amalku lemah, maka lipat gandakanlah untukku, ya Allah! Jauhkanlah dariku siksaan-Mu pada hari Engkau memutus hamba-hamba-Mu dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Pengasih."

Syahadah Imam Baqir as

Imam Ja'far Shadiq mengatakan, "Apabila sedih atau khawatir karena sesuatu, ayahku memanggil wanita dan anak anak lalu berdoa sementara mereka diminta untuk mengatakan, amin.

Aban bin Maimun Qadah berkata, "Abu Ja'far berkata kepadaku, "Bacalah al-Quran!" Aku berkata, "Dari mana?" Imam berkata, "Surah kesembilan." Aku ingin menemukan surah itu. Imam berkata lagi, "Bacalah dari surah Yunus!" Ketika aku tiba pada ayat, Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalam," Imam mengatakan, "Cukup! Rasulullah saw bersabda, "Aku heran bila aku membaca al-Quran, rambutku kemudian tidak memutih."

Imam Baqir as selama 18 tahun keimamahannya menggunakan kesempatan tersebut untuk membimbing umat. Selama 18 tahun Imam mengerahkan upayanya untuk memperkuat sendi-sendi ideologi dan pemikiran masyarakat. Selain itu, sejarah kehidupan beliau penuh dengan teladan bagi umat. Keagungan dan kepiawian Imam Baqir as diakui oleh seluruh umat, bahkan ulama Sunni pun mengakuinya. Beliau selama hidupnya menjadi rujukan umat untuk menyelesaikan segala kesulitan mereka.

Kehidupan Imam Baqir as bertepatan dengan kondisi umat Islam yang tak stabil akibat maraknya gesekan antar aliran dan ideologi. Redamnya friksi politik pasca tragedi Asyura di tahun 61 Hijriah dan kegagalan berbagai gerakan politik memaksa para ulama meninggalkan arena politik dan lebih memilih terjun ke bidang keilmuan. Kondisi ini membuat kajian keilmuan semakin marak dan peran Imam Baqir as di saat ini kian nyata dalam mencerahkan pemikiran umat.