Sayidah Zainab as, Pembela Keadilan dan Kebenaran
Hari ini tepat tanggal 15 Rajab, kita memperingati wafatnya Sayidah Zainab al-Kubra binti Ali bin Abi Thalib as. Beliau adalah wanita agung yang memainkan peran besar dalam perjalanan sejarah Islam saat membela keadilan, kebenaran dan ajaran Allah dengan penuh kesabaran. Ketabahannya menghadapi berbagai musibah dan bencana sangat mengagumkan.
Nama Zainab selalu disebut kala kisah Karbala diungkap. Beliaulah yang memikul misi melanjutkan perjuangan Imam Husein dalam membela kebenaran dan agama Allah. Perjuangan Zainab sarat dengan derita dan musibah. Tak salah jika beliau menjadi simbol ketegaran dalam perjuangan.
Saat terjadinya peristiwa pembantaian keluarga Nabi di padang Karbala dan rangkaian peristiwa yang terjadi setelahnya, Zainab as menunjukkan perilaku yang bersumber dari keimanan dan makrifat yang dalam. Semua yang dilakukannya dalam membela kebenaran adalah demi mengharap ridha Allah Swt dan karena kecintaannya kepada Sang Maha Esa. Demi menjalankan perintah Allah, beliau rela meninggalkan kehidupannya yang nyaman di Madinah untuk pergi mengikuti saudaranya dalam sebuah safari penuh duka.
Zainab menyertai Imam Husein dalam sebuah gerakan kebangkitan besar untuk menghidupkan ajaran Nabi yang sudah disimpangkan dan menegakkan amar makruf dan nahi munkar. Imam Husein juga menyebut kebangkitannya ini dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi umat Islam. Sebab, di masa itu dasar-dasar pemikiran Islam terancam diselewengkan oleh penguasa bani Umayah.
Penguasa waktu itu yang berkuasa atas nama agama padahal mereka tidak patuh melaksanakan perintah agama. Bisa dikata, gerakan Imam Husein ibarat percikan api yang menggugah kesadaran umat dan menggelora setelah Zainab al-Kubra dan Imam Sajjad as mengungkap kebobrokan bani Umayah dan menyadarkan umat akan ajaran Nabi yang benar.
Pidato-pidato yang disampaikan Zainab as setelah peristiwa Karbala memiliki kesamaan dalam satu hal, yaitu penekanannya pada logika dan rasionalitas. Dengan itu, beliau menjelaskan kepada masyarakat umum akan tujuan dari kebangkitan Imam Husein as dengan disertai argumentasi yang kokoh. Di Kufah maupun di istana Yazid di Damaskus, putri Ali ini menjelaskan apa yang terjadi di tengah masyarakat Islam saat itu dengan ungkapan yang indah dan tegas.
Beliau menggugah akal umat untuk menghakimi sendiri apa yang terjadi. Zainab as meyakini bahwa Imam Husein bukan milik kelompok, daerah atau waktu tertentu. Husein as adalah gerakan sejarah. Untuk itu, beliau dalam banyak kesempatan menerangkan misi kebangkitan saudara dan imamnya itu untuk menggugah umat dan mereka yang tertindas agar bangkit melawan kezaliman.
Sekitar 14 abad sudah berlalu dari tragedi Karbala. Namun sampai saat ini, peristiwa agung itu tetap mengilhami kebangkitan kaum tertindas dan para pejuang kebenaran. Tak syak bahwa kebangkitan Islam yang kita saksikan saat ini di berbagai belahan dunia Islam terinspirasi oleh gerakan Imam Husein as di Karbala.
Keistimewaan lain dari gerakan pencerahan Zainab as adalah ketepatan dalam mengenal waktu dan kesempatan. Beliau mengenal dengan baik seluruh dimensi peristiwa Karbala dan rangkaian peristiwa setelahnya. Di saat banyak tokoh zaman itu yang meski dikenal dengan kedalaman ilmu dan keberanian meragukan misi gerakan Imam Husein sehingga membuat mereka enggan terlibat dan membantu beliau, Zainab justeru membulatkan tekad untuk menyertai saudaranya dalam perjuangan ini. Zainab tahu bahaya dan kesulitan yang ada. Namun semua itu tak membuat tekadnya mengendur untuk tetap mendampingi al-Husein as.
Zainab al-Kubra dikenal dengan kefasihan lisan dan ketinggian makrifatnya. Dengan bekal kefasihan dan makrifat itulah beliau memberikan pencerahan kepada umat. Tema-tema yang dibicarakannya dalam berbagai kesempatan di Kufah dan di Syam adalah soal nilai-nilai agama yang sudah dilupakan atau mulai dicampakkan oleh kaum Muslimin. Beliau mencela umat yang bungkam menyaksikan kejahatan Bani Umayah. Dengan kepiawaiannya dalam berpidato, Zainab mencegah pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh penguasa Syam dan kaki tangannya.
Kisah masuknya rombongan tawanan Karbala yang terdiri dari keluarga suci Nabi yang rata-rata perempuan dan anak kecil dalam kondisi kaki dan tangan terbelenggu ke kota Kufah merupakan pentas kesedihan tersendiri. Beberapa tahun sebelumnya, kota itu adalah markas para pencinta Ahlul Bait.
Di sanalah Zainab al-Kubra menangkis konspirasi Ubaidillah bin Ziyad yang berusaha mengesankan keluarga Nabi sebagai kelompok pemberontak yang memecahbelah persatuan umat. Dengan kesabaran yang tiada tara, Zainab menjelaskan kepada umat akan apa sebenarnya yang terjadi dan misi apa yang diperjuangkan oleh Imam Husein as. Kesabaran putri Ali itu adalah bagian dari perjuangan dan aksinya dalam melawan penguasa yang zalim.
Dalam khotbahnya, Zainab menerangkan kedekatan hubungannya dengan Nabi Saw dengan menyebut beliau dengan sebutan ayah. Dengan cara ini, Zainab menggugah kesadaran umat akan siapa sebenarnya tawanan Karbala ini yang tak lain adalah anak cucu Nabi Saw. Beliau lantas menyinggung pengkhianatan warga Kufah.
Dengan kata-kata yang indah memukau dan tajam, Zainab menjelaskan kejahatan besar apa yang telah dilakukan warga Kufah terhadap keluarga Nabi. Dalam salah satu penggalan khotbahnya yang menjelaskan pedihnya tragedi Karbala, Zainab berkata, "Hampir saja langit terbuka, bumi terbelah dan gunung berhamburan. Bukan hal yang mengherankan jika langit menurunkan tetesan-tetesan darah karena kepedihan duka ini."
Hal lain yang dilakukan Zainab dalam mengenalkan misi pengorbanan Imam Husein adalah dengan menggelar acara berkabung saat berada di Syam, pusat kekuasaan Bani Umayah. Acara berkabung itu menimbulkan kesan yang sangat dalam sehingga mereka yang menyaksikan atau mendengarnya terbakar kesedihan yang berujung pada gejolak umum untuk menyerang Yazid bin Muawiyah. Untuk menunjukkan kesedihan yang dalam, Zainab memerintahkan untuk memasang kain hitam supaya masyarakat mengetahui bahwa putra-putri Fathimah sedang berkabung.
Bagi pihak musuh, apa yang dilakukan srikandi Karbala ini terkesan kecil dan remeh. Namun tanpa mereka sadari, kesan yang ditimbulkannya sangat besar dan berhasil melahirkan gelombang penentangan terhadap kekuasaan Bani Umayah. Zainab hanya bertahan hidup setahun setelah peristiwa Karbala. Namun dalam masa yang singkat itu, setiap kesempatan selalu beliau manfaatkan untuk menerangkan misi kebangkitan Imam Husein yang berujung pada kesyahidan beliau di Karbala. Sosok Zainab menjadi teladan sepanjang sejarah untuk rasionalitas, ketegaran, keberanian, semangat, ketegasan dan kebesaran jiwa.
Dengan mengucapkan bela sungkawa atas peringatan wafatnya wanita suci cucu tercinta Nabi ini, sangat tepat bila kita menyimak bersama penggalan dari kata-kata Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengenai Zainab al-Kubra as. Beliau mengatakan, "Zainab adalah sosok wanita Muslimah teladan dalam bentuknya yang sempurna. Artinya, ini adalah teladan yang diperkenalkan Islam kepada semua orang dalam mendidik perempuan. Zainab memiliki kepribadian multi dimensi.
Beliau adalah sosok yang pandai, berpengalaman, memiliki makrifat yang tinggi dan manusia yang menonjol. Siapa saja yang berhadapan dengannya akan tertunduk menyaksikan keagungan ilmu dan jiwanya... Zainab mengkombinasikan antara emosi dan afeksi dengan keagungan dan kekokohan hati seorang insan yang mukmin... Keberserahandirinya kepada rahmat Ilahi yang memberinya keagungan telah membuat segala derita dan musibah besar nampak kecil dan kerdil di matanya. Musibah besar seperti yang terjadi di hari Asyura tak mampu melumpuhkan Zainab.."