Menguak Skandal Moral Gereja-Gereja Katolik Eropa
(last modified Tue, 12 Oct 2021 09:19:15 GMT )
Okt 12, 2021 16:19 Asia/Jakarta
  • ilustrasi Gereja Katolik
    ilustrasi Gereja Katolik

Skandal moral besar lain di Gereja Katolik, sekali lagi menjadi berita utama di media-media dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, nama baik Gereja Katolik turun drastis akibat terungkapnya berbagai skandal moral akut yang terjadi di dalamnya.

Reaksi Pemimpin Umat Katolik dunia Paus Fransiskus juga tidak mampu mengembalikan citra baik Gereja Katolik. Sisi mengerikan skandal-skandal moral ini terkuak dari perilaku tidak manusiawi para pendeta yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah 13 tahun yang dikirim ke gereja untuk belajar.
 
Kasus terbaru terungkap di Gereja Katolik Prancis, para pendeta di gereja itu dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap ratusan ribu anak. Terungkapnya skandal moral baru di Gereja Katolik Prancis telah membuka mata dunia, sedemikian dalamnya bencana moral di gereja yang selama bertahun-tahun terus ditutupi.
 
Sebuah komite independen dibentuk di Prancis untuk menyelidiki laporan-laporan pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pendeta Gereja Katolik terhadap anak-anak sejak 1950-an. Hasilnya mengejutkan, 216.000 anak muda antara tahun 1950 hingga 2020 menjadi korban pelecehan seksual oleh para imam, uskup, daikon dan biarawan di Gereja Katolik Prancis.
 
Kepala komite penyelidikan kasus ini, Jean-Marc Sauve mengatakan, “Rata-rata usia korban antara 8-13 tahun. Hasil penyelidikan menunjukkan sekitar 3.000 pelaku pelecehan seksual terhadap anak, bertugas di Gereja Katolik Prancis sejak tahun 1950 sampai sekarang, dua pertiga dari mereka adalah pendeta.”
 
Sauve mengaku angka ini sangat mengejutkan dan menuturkan, “Jika kita bandingkan angka 216.000 dengan 3.000, maka jelas seorang pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap 70 korban, dan ini sangat mengerikan bagi Gereja Katolik Prancis.”
 
pendeta Katolik

 

Ia menjelaskan, “Jika para korban dan pelaku pelecehan seksual, serta orang lain yang menjalin kerja sama tidak langsung dengan Gereja Katolik Prancis, termasuk para guru di sekolah Katolik, kita tambahkan, maka jumlah korban pelecehan seksual ini akan bertambah menjadi 330.000 orang.”
 
Menurutnya, pelecehan seksual ini dilakukan secara terorganisir, dan selama bertahun-tahun Gereja Katolik bukan saja abai atas kasus ini, bahkan bersikap keras kepala, dan lebih mengutamakan untuk membela diri daripada membela para korban. Gereja Katolik Prancis bukan saja tidak pernah mengambil langkah untuk mencegah pelecehan seksual, bahkan sengaja menutup mata, dan memperlambat pengumuman skandal ini, terkadang juga secara sengaja menitipkan anak-anak kepada para pelaku.
 
Presiden Konferensi Agama-Agama Prancis, CORREF, Veronique Margron menyebut publikasi laporan komite penyelidikan independen terkait kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di Gereja Katolik Prancis sebagai bukti nyata dari sebuah bencana yang tak bisa diterima, dan menurutnya, pelecehan seksual yang terjadi di Gereja Katolik Prancis benar-benar memalukan.
 
Franqois Devaux, Pendiri organisasi perhimpunan korban pelecehan seksual pendeta Prancis, Le Parole Liberee dalam sebuah pidato kepada para pendeta mengatakan, “Anda adalah aib bagi umat manusia. Neraka ini penuh dengan kejahatan-kejahatan terkutuk, namun yang lebih buruk dari itu adalah pengkhianatan pada kepercayaan, dan pengkhianatan kepada anak-anak.”
 
Sehubungan dengan publikasi hasil penyelidikan kasus pelecehan seksual di Gereja Prancis, Paus Fransiskus menyebut kasus tersebut sebagai realitas yang memalukan, dan ia menyesalkannya. Ia mengatakan, “Saya ingin menjelaskan kesedihan dan penderitaan saya bagi para korban, dan saya ingin menunjukkan rasa malu saya karena gereja tidak mampu menjadikan masalah ini sebagai perhatian utama.”
 
Gereja Katolik

 

Skandal-skandal moral di Gereja Katolik tidak hanya terbatas pada satu negara tertentu, hampir di semua negara dunia yang di dalamnya terdapat Gereja Katolik, sejumlah banyak kasus pelecehan seksual dilaporkan sejak beberapa dekade lalu. Mulai dari Amerika Serikat hingga ke sebagian besar negara Eropa, kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh para pendeta di Gereja Katolik, juga santer terdengar.
 
Di Irlandia dan Belanda, dibentuk komisi-komisi pencari fakta independen untuk mengungkap kasus-kasus moral ini. Sekitar 10 tahun lalu, komisi pencari fakta Belanda merilis laporan tentang pelecehan seksual terhadap anak-anak di Gereja Katolik negara ini, sehingga mengungkap dalamnya kerusakan moral pegawai Gereja Katolik terutama pendeta.
 
Laporan komisi pencari fakta Belanda menyebutkan antara tahun 1945-1981, sekitar 10.000 hingga 20.000 anak-anak Belanda yang berada di lembaga-lembaga Gereja Katolik menjadi korban pelecehan seksual, dan anak-anak di bawah umur ini, hingga tahun 2020 jumlahnya mencapai puluhan ribu anak. Salah satu alasan pengunduran diri Paus Benediktus XVI juga karena terungkapnya kerusakan moral luas di Gereja Katolik.
 
Paus Benediktus XVI melakukan kunjungan ke negara-negara dunia, dan masalah pelecehan seksual oleh para pendeta selalu membayanginya. Biasanya untuk menekan protes, mantan Pemimpin Umat Katolik dunia itu selalu menemui sejumlah korban pelecehan seksual, dan menyampaikan keprihatinan kepada mereka. Vatikan juga membayar ganti rugi kepada para korban pelecehan seksual oleh para pendeta, dengan maksud untuk menekan aksi protes terhadap dirinya serta mematikan atau memudarkan kasus moral yang menjeratnya.
 
Paus Benediktus XVI secara pribadi langsung turun tangan menangani skandal moral ini setelah kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak oleh para pendeta Gereja Katolik Irlandia, terungkap, dengan maksud menjaga marwah Gereja Katolik. Setelah melakukan pembicaraan dengan para pendeta Gereja Katolik Irlandia selama dua hari, Paus Benediktus XVI menyebut pelecehan yang dilakukan para pendeta terhadap anak-anak sebagai kejahatan keji.
 
Kepada para pendeta Irlandia, Paus Benediktus XVI mengatakan, “Para uskup Irlandia harus bekerja keras untuk mengembalikan kredibilitas moral ke gereja.” Salah satu pendeta Katolik Irlandia yang bertemu dengan Paus Benediktus XVI, Joseph Duffy mengatakan, “Tidak mungkin untuk membersihkan aib semacam ini.”
 
Skandal moral para pendeta Katolik telah mengejutkan banyak pengikut agama Kristen Katolik, pasalnya orang-orang yang semestinya membimbing masyarakat menuju jalan spiritualitas dan moral, ternyata malah melakukan kejahatan keji seperti ini. Hans Langendorfer, Sekjen Konferensi Uskup-Uskup Jerman dalam wawancara dengan majalah mingguan Spiegel mengatakan, “Terungkapnya skandal-skandal ini telah menunjukkan wajah hitam gereja, dan kami sangat prihatin.”
 
laporan hasil penyeledikian pelecehan seksual di Gereja Katolik Prancis

 

Langkah yang dilakukan Vatikan hanya memberikan sangat sedikit pengaruh pada upaya penurunan protes terhadap dirinya. Terungkapnya sebuah skandal moral di sebuah gereja telah mengungkap puluhan skandal lain yang dilakukan oleh para pendeta selama bertahun-tahun atau dekade. Terungkapnya skandal moral para pendeta Gereja Katolik juga telah menciptakan keraguan mendalam pada kredibilitas, dan legitimasi gereja di mata para pengikut Katolik.
 
Para pendeta yang dianggap bapak spiritual pengikut Kristen dan gereja, bukannya menjaga nama baik gereja malah merusaknya. Para pendeta tidak bermoral telah menghancurkan kredibilitas dan legitimasi gereja, dan hal ini tidak mudah untuk diperbaiki.
 
Jika di masa Abad Pertengahan, kekerdilan berpikir dan diskriminasi gereja telah menyebabkan orang lari dari agama, dan mendorong lahirnya aliran pemikiran humanisme, dan sekularisme, maka sekarang skandal-skanda moral para pendeta telah menyebabkan banyak orang memalingkan mukanya dari gereja dan Katolik.
 
Ratusan ribu orang di sejumlah negara dunia meninggalkan Gereja Katolik setelah terungkapnya berbagai skandal moral para pendeta. Di sisi lain skandal-skandal moral para pendeta jugalah yang memaksa Paus Benediktus XVI mengundurkan diri.
 
Skandal-skandal moral ini sampai sekarang sepertinya terus membayangi Paus Fransiskus yang sama seperti Paus Benediktus XVI, berusaha meminta maaf kepada masyarakat, dan berupaya memperbaiki citra Gereja Katolik yang rusak karena kebobrokan moral pendetanya. Akan tetapi kenyataannya ketika satu skandal moral di Gereja Katolik terungkap, skandal-skandal lain terkait kerusakan moral para pendeta pun terungkap, sehingga sulit untuk dilupakan oleh masyarakat. (HS)