Narkotika di Afghanistan dan Berbagai Dampaknya
Setelah lebih dari 16 tahun Afghanistan mengalami perubahan struktural, negara ini tetap menyaksikan budidaya opium dan produksi berbagai jenis narkotika. Ini berarti Afghanistan tetap menjadi produsen dan pemasok narkoba pertama di dunia. Menurut laporan dari berbagai lembaga internasional, perdagangan narkoba di Afghanistan telah mencapai sekitar 9,000 ton per tahun. Kondisi tersebut, dapat mempengaruhi transformasi di Afghanistan dari beberapa sisi.
Pertama, dampak negatif pertama dari berlanjutnya budidaya opium dan produksi narkotika di Afghanistan dirasakan di sektor ekonomi nasional dan pertanian. Padahal Afghanistan menghadapi masalah serius di bidang pengadaan kebutuhan pokok masyarakat, seperti gandum, sementara banyak area pertanian di Afghanistan yang digunakan untuk budidaya opium.
Profit dari budidaya produk ini telah membuat para petani Afghanistan tidak tertarik untuk mengubah penggunaan lahan mereka. Total area budidaya opium di Afghanistan disebutkan telah mencapai 328.000 hektar, dan ini merupakan sebuah rekor pada tahun 2017. Karena sebelumnya, area budidaya opium di Afghanistan tidak lebih dari 227 hektar.Empat provinsi di Afghanistan, di mana budidaya opium tercatat paling banyak, adalah Helmand, Qandahar, Azogan dan Farah.
Di saat Afghanistan tidak memiliki produksi pertanian untuk ekspor, pemerintah Kabul menghadapi kesulitan serius dalam penetapan anggaran tahunannya. Padahal mengingat ketersediaan sumber daya air, Afghanistan dapat memiliki posisi penting di kawasan di sektor pertanian.
Dampak negatif kedua dari berlanjutnya budidaya opium dan produksi narkotika di Afghanistan adalah ancaman keamanan dan munculnya ketegangan etnis dan politik di negara ini. Salah satu sumber dana terpenting bagi kelompok ekstremis dan teroris di Afghanistan adalah narkotika. Miliaran dolar dana dari perdagangan narkoba di Afghanistan setiap tahunnya masuk ke kantong-kantong mafia narkoba dan kelompok teroris.
Pasca tumbangnya rezim Taliban pada tahun 2001, tanggung jawab untuk memerangi narkoba di Afghanistan diserahkan kepada Inggris dalam konferensi di Bonn Jerman. Namun pemerintah London bukan hanya tidak melaksanakan tugasnya dengan serius dalam memberantas narkoba, bahkan AS dan NATO, secara praktis mengabaikannya. Ini menyebabkan sumber dana kelompok teroris terus mengalir. Namun perlu ditambahkan pula bahwa berbagai laporan menyebutkan keterlibatan pasukan pendudukan dalam perdagangan narkoba di Afghanistan.
Mark Kahulen, pakar di Kantor Pemberantasan Narkoba di Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, "Perdagangan narkoba dari bandara Kabul sangat mengkhawatirkan dan untuk mengendalikannya, seluruh aktivitas jaringan narkoba yang kuat di Afghanistan harus dikontrol."
Mengingat sebagian besar narkotika produksi Afghanistan diselundupkan dari Rusia ke Eropa dan dikonsumsi di sana, para pejabat Rusia telah berulang kali menyatakan keprihatinannya atas budidaya opium dan produksi narkotika di Afghanistan. Artinya, ini merupakan bagian dari politik Barat di Afghanistan untuk mengancam keamanan negara-negara di kawasan ini, terutama secara sosial.
Dampak negatif ketiga dari berlanjutnya produksi narkotika di Afghanistan adalah kehancuran masyarakatnya khususnya para pemuda yang kecanduan obat terlarang di Afghanistan. Robert Vatkins, deputi misi di Afghanistan, UNAMA mengatakan, "Kehadiran lebih dari satu juta pecandu di Afghanistan pada kelompok usia 15-64 tahun, yang merupakan delapan persen populasi aktif Afghanistan, sangat mengejutkan."
Kemiskinan, pengangguran, dan kejahatan yang dilakukan oleh pemilik lahan pertanian memaksa anak-anak untuk menggunakan narkoba merupakan salah satu alasan utama di balik kecanduan terlarang dan narkoba di Afghanistan. Para pemilik ladang opium mendorong atau memaksa anak-anak atau buruh untuk menggunakan narkoba agar dapat mengeksploitasi mereka. Kondisi ini menambah tantangan yang dihadapi pemerintah Afghanistan untuk mengatasi para pemuda kecanduan.
Sara Waller, seorang staf ahli di Kantor PBB untuk Pemberantasan Narkoba (UNODC) dalam hal ini mengatakan, "Perekrutan dan paksaan kepada anak-anak dan orang-orang yang aktif oleh geng-geng kriminal dan mafia untuk bekerja di ladang opium, terutama di provinsi-provinsi selatan merupakan salah satu faktor paling penting di balik kecanduan narkoba di Afghanistan."
Perlu dicatat bahwa, selain perluasan kecanduan di antara kaum perempuan dan anak gadis di Afghanistan, personil polisi juga menjadi sasaran perdagangan narkoba, yang jelas akan berdampak langsung bagi keamanan Afghanistan. Data statistik yang ada sangat mengkhawatirkan ketika menurut banyak analis di Afghanistan, tiga persen orang dewasa Afghanistan adalah pecandu narkoba dan ini merupakan sembilan kali lipat lebih banyak dari angka global.
Ibrahim Azhar, seorang sosiolog Afghanistan mengatakan, "Salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah Afghanistan adalah perluasan kecanduan narkoba di kalangan aparat kepolisian, yang menurut Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, 2.400 polisi telah diidentifikasi sebagai pecandu opium."
Budidaya opium terus berlanjut dan produksi narkoba di Afghanistan telah menyebabkan milisi lokal dan pemerintah daerah mengandalkan sumber pendapatan dari sektor narkoba demi mempengaruhi transformasi politik dan keamanan Afghanistan.
Sementara itu, akibat politik yang telah diberlakukan pihak penjajah di Afghanistan, para pemuda negara ini telah menjadi konsumen narkoba. Dengan angka pembelian narkoba mencapai 300 juta dolar per tahun, maka sekarang Afghanistan menjadi pasar perdagangan narkoba. Sebuah kondisi yang memerlukan pendekatan serius dari pemerintah Afghanistan dan kerjasama regional komprehensif.
Dampak negatif keempat dari berlanjutnya produksi narkotika di Afghanistan adalah kontinyuitas intervensi pasukan asing dan dampaknya bagi negara-negara regional. Ketua Parlemen Republik Islam Iran mengatakan, produksi narkotika di Afghanistan meningkat dari 200 ton pada tahun 2001 menjadi lebih dari 9,000 ton pada tahun 2017.
Ali Larijani mengungkapkan hal itu dalam pembukaan Konferensi Internasional Pertama Anti-Narkotika di Moskow, ibukota Rusia, Senin (4/12/2017). Ia menilai klaim dan alasan negara-negara Barat untuk menyerang Afghanistan sebagai bohong.
Produksi narkotika di Afghanistan meningkat 45 kali lipat setelah kehadiran pasukan asing di negara ini. Meningkatnya produksi narkotika di Afghanistan berdampak merusak bagi negara ini dan penyelundupannya juga menyebabkan negara-negara tetangga Afghanistan yang menjadi transit harus menanggung biaya dan kerugian yang tidak dapat dikompensasi.
Antara terorisme dan produksi narkotika tidak dapat dipisahkan, dimana para penyelundup narkotika, teroris dan para pendukung mereka memiliki kepentingan bersama.
Dalam hal ini, Iran telah berjuang keras penyelundupan narkotika dan menunjukkan perjuangan besar kepada dunia. Republik Islam Iran sebagai negara yang berada di garis terdepan dalam menumpas penyelundupan narkotika di dunia telah mengorbankan lebih dari 3000 syuhada di jalan ini.
Menurut Larijani, untuk menumpas perdagangan dan penyelundupan narkotika, Ketua Parlemen Iran menuntut pertukaran pengalaman dan informasi mengenai undang-undang dan kebijakan yang diambil negara-negara di sektor penumpasan narkotika dan pembentukan kelompok-kelompok parlemen anti-narkotika demi mempercepat kerjasama bilateral, multilateral, regional dan internasional. Parlemen-parlemen dan pemerintah harus memprioritaskan kebijakan pemberantasan narkotika sejalan dengan kebijakan anti-terorisme.