Respon Regional dan Global atas Perundingan Dua Korea
Bersamaan dengan penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang ke-23 di Korea Selatan, delegasi politik tingkat tinggi negara ini dan Korea Utara menggelar perundingan di Seoul. Partisipasi Kim Yo-jong, adik pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di delegasi negara ini memberi nilai khusus bagi perundingan dengan petinggi Seoul tersebut, khususnya Presiden Korsel Moon Jae-in.
Saat pertemuan tersebut, Kim Yo-jong memberikan undangan resmi kepada Moon Jae-in untuk berkunjung ke Pyongyang. Selain itu, perundingan petinggi politik Korea Selatan dan Utara serta partisipasi atlet olah raga Pyongyang di pertandingan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang mendapat sambutan dan dukungan dunia internasional. Michael Madden, pengamat politik Amerika mengatakan, "Kedua negara, Korea Selatan dan Utara, mengambil langkah hati-hati. Meski demikian mereka berminat pertemuan seperti ini dilanjutkan serta ditingkatkan volumenya."
Sementara itu, Amerika Serikat terus melanjutkan aksi busuknya untuk merusak segala bentuk atmosfer kesepahaman dan dialog antara kedua Korea. Dalam hal ini Washington kembali menggulirkan isu pelucutan senjata nuklir Korea Utara dan menuding Pyongyang melakukan pelanggaran HAM serta menyembunyikan senjata perusak.
Banyak kalangan menilai reaksi Amerika ini sebuah bentuk sikap pasif Washington terhadap fleksibilitas pemimpin Korea Utara dan undangannya kepada presiden Korsel untuk berkunjung ke Pyongyang. Amerika dan sekutunya menyatakan bahwa untuk menekan Korea Utara bersedia melucuti senjata nuklirnya, mungkin sanksi yang bakal mereka kenakan akan berada di luar Dewan Keamanan PBB. Hal ini juga dapat dicermati sebagai upaya Amerika untuk merusak usaha kedua Korea mengurangi ketegangan di antara mereka.
Andrei Baklitsky, pengamat isu-isi politik dari Rusia mengatakan, "Mengingat transformasi terbaru di Semenanjung Korea, harus dimunculkan pandangan baru sehingga dapat diraih kesepakatan yang diperlukan untuk mereduksi tensi di kawasan Semenanjung Korea."
Di sisi lain menurut petinggi Korea Selatan, para pemimpin dan petinggi puluhan negara dunia mendukung dialog delegasi politik kedua Korea. Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Gutteres selain menyambut perundingan kedua Korea juga menilainya sebagai upaya untuk mereduksi potensi bentrokan dan konfrontasi di Semenanjung Korea.
Cina dan Rusia sebagai dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB selain menyambut perundingan kedua Korea juga menilainya sebagai langkah positif untuk mereduksi tensi di Semenanjung Korea. Pemerintah Cina seraya menekankan bahwa dialog kedua Korea merupakan salah satu unsur utama untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea, meminta masyarakat internasional mendukung perundingan tersebut.
Menurut Cina, proses paling vital dan penting dari proses ini adalah perundingan antara Amerika dan Korea Utara yang nantinya akan mempersiapkan penurunan tensi antara kedua Korea. Seorang pengamat asal Rusia mengatakan, "Dihentikannya manuver Amerika dan sikap menahan diri Korea Utara di sektor militer dan nuklir merupakan syarat bagi dimulainya perundingan antara Washington dan Pyongyang."
Penolakan permintaan pemerintah Jepang oleh presiden Korea Selatan untuk menggelar manuver gabungan dengan Amerika yang digulirkan bersamaan dengan pertemuan terbaru delegasi kedua Korea menunjukkan bahwa Moon Jae-in memiliki tekad serius untuk mengurangi ketegangan dengan tetangganya ini. Di sisi lain, Korea Utara yang telah menunjukkan dengan baik kekuatan nuklir dan rudalnya, untuk menjinakkan kejahatan Amerika dan memajukan proses persatuan antara kedua Korea, secara mengejutkan menunjukkan sikap yang lebih fleksibel.
Cheong Seong-Chang, pengamat politik dari Korea Selatan mengatakan, "Pemimpin Korea Utara meski masih muda, mampu memajukan program rudal dan nuklir negaranya. Dan hasilnya kekuatan militer negara ini secara mutlak mengungguli Korea Selatan."
Pengiriman adik pemimpin Korea Utara ke Korea Selatan bersama delegasi tinggi politik Pyongyang yang dipimpin oleh ketua parlemen negara ini, dari sisi budaya dan aliran darah sangat penting bagi warga kedua Korea serta memiliki pengaruh signifikan. Setelah perang dua Korea di awal dekade 50-an, ini untuk pertama kalinya seorang tokoh dari keluarga penguasa Korea Utara berkunjung ke Korea Selatan.
Poin penting di sini adalah Moon Jae-in sejatinya berasal dari wilayah utara Semenanjung Korea. Dengan demikian presiden Korsel ini sangat berminat mengakhiri tensi antara wilayah Utara dan Selatan Semenanjung Korea. Dukungan internasional atas upaya Moon Jae-in dan pemimpin Korut untuk mereduksi ketegangan dapat membantu memajukan proses ini.
Sebelum isu pelucutan senjata nuklir Korea Utara yang senantiasa digulirkan oleh Amerika Serikat, sejumlah isu lainnya telah lama dimunculkan oleh kedua Korea seperti pertemuan keluarga kedua Korea yang terpisah akibat perang dan dimulainya aktivitas kompleks industri Kaesong. Sepertinya isu tersebut akan menjadi agenda utama perundingan para pemimpin kedua Korea.
Berdasarkan jajak pendapat, mayoritas warga Korea Selatan mendukung upaya mengakhiri tensi negara mereka dengan Korea Utara. Dukungan ini merupakan alasan kuat bagi Moon Jae-in melanjutkan proses perundingan dengan Korea Utara. Di sisi lain, Amerika dengan menebar propaganda anti Korea Utara berusaha mencitrakan bahwa segala bentuk perdamaian dan sikap lunak terhadap Pyongyang sangat berbahaya. Meski demikian statemen terbaru pemimpin Korea Utara yang menyatakan bahwa senjata nuklir dan rudal negara ini tidak akan digunakan untuk membahayakan Korea Selatan. Selain itu, kecenderungan di antara rakyat negara ini untuk bersatu dan menjadi kekuatan penting di kawasan semakin meningkat.
Bagaimana pun juga sambuta dunia internasional atas proses perundingan delegasi tinggi politik Korut dan Korsel menunjukkan bahwa krisis Semenanjung Korea tidak memiliki opsi militer dan hanya perundingan yang mampu menyelesaikan kendala yang ada. Untuk merealisasikan hal ini dibutuhkan sikap berani dan nasional oleh pemerintah Korea Selatan tanpa mengindahkan represi Amerika, karena negara ini hanya mengejar kepentingan pribadinya. Sementara justru Korea Selatan yang akan menderita jika krisis di Semenanjung Korea semakin parah.
Korea Utara memperingatkan Amerika Serikat terkait berlanjutnya represi terhadap Pyongyang. Departemen Luar Negeri Korea Utara saat merespon ancaman Amerika menyatakan, Washington akan membayar mahal ketika melontarkan tudingan pelanggaran HAM terhadap Pyongyang.
Berdasarkan statemen Deplu Korut, dengan berbagai alasan, Washington berusaha menunjukkan citra buruk Korea Utara terkait HAM kepada dunia. Otto Frederick Warmbier, mahasiswa Amerika tahun lalu setelah dipenjara di Korea Utara dikembalikan ke Amerika, namun tak lama kemudian ia meninggal dunia. Washington menyatakan, Pyongyang terlibat dalam kematian Warmbier.
Dalam hal ini, Chou Riong Haye, salah satu petinggi partai berkuasa di Korea Utara mengatakan, bersamaan tensi dengan Korea Selatan, Pyongyang ingin memperkuat dan menyempurnakan kapasitas nuklirnya.
Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Shingzo Abe dan Presiden AS Donald Trump saat kontak telepon menekankan penerapan represi lebih keras kepada Korut untuk melucuti senjata nuklir Pyongyang.
Amerika dan sekutunya yang memainkan peran signifikan di pengobaran tensi di Semenanjung Korea, senantiasa menuntut dihentikannya uji coba nuklir Korea Utara, namun Pyongyang berulang kali menegaskan selama AS dan sekutunya melanjutkan ancamannya kepada Korut maka negara ini akan melanjutkan penguatan kemampuan militer dan serangan preemtivenya.