Runtuhnya "Pilar Kembar", Akhir Dominasi AS di Iran
(last modified Sun, 11 Mar 2018 07:34:03 GMT )
Mar 11, 2018 14:34 Asia/Jakarta

Sebelum kemenangan Revolusi Islam, Iran berada dalam dominasi kebijakan-kebijakan regional Amerika Serikat di Teluk Persia. Mengingat faktor-faktor esensial yang dimilikinya seperti kekayaan alam, populasi penduduk yang besar, posisi geografis dan kemampuan militer yang lebih unggul dari negara-negara kecil kawasan, Iran kala itu, secara praktis menerima tugas Amerika untuk menjadi polisi kawasan.

Faktor lain seperti melonjaknya harga minyak yang tak terduga dan berkembangnya instansi militer Iran, membuat situasi semakin kondusif. Peran Iran sebagai polisi regional diperlukan untuk mengamankan kepentingan Barat di Teluk Persia dengan bersandar pada transfer minyak normal, mengiringi kebijakan ekspansionis kekuatan-kekuatan penjajah dan diktator kawasan.

 

Kebijakan "Pilar Kembar" (Twin Pillars) Amerika, yang menjadikan Iran dan Arab Saudi sebagai penjaga kepentingan regionalnya, dan diluncurkan Presiden Amerika, Richard Nixon pada tahun 1971, dipicu oleh keputusan Inggris menarik pasukannya dari Teluk Persia di tahun 1960. Saat itu pemerintah Amerika menekankan penggunaan negara-negara boneka kawasan sebagai kekuatan lokal untuk mengamankan kepentingannya dan membendung pengaruh Uni Soviet.

Arab-Saudi-Iran

 

Kebijakan Pilar Kembar ini menyasar dua target strategis, mencegah ancaman atas kepentingan-kepentingan Barat, dan menyiapkan fondasi untuk melancarkan intervensi tidak langsung di Teluk Persia berdasarkan strategi Nixon. Strategi Nixon terkait Teluk Persia tampak jelas dalam kebijakan Pilar Kembar ini. Berdasarkan kebijakan itu, Iran dan Saudi dijadikan dua pilar utama penjaga kepentingan Amerika di kawasan.

 

Dengan iming-iming bantuan ekonomi dan militer, Amerika berusaha menjadikan kedua Iran dan Saudi sebagai alat untuk memperkuat posisinya di Teluk Persia tanpa harus hadir langsung di kawasan itu. Nixon mengatakan, pertumbuhan ekonomi dan reformasi di negara-negara pesisir Teluk Persia merupakan salah satu masalah penting dalam kerangka menjaga keamanan dan ketenangan kawasan. Iran dan Saudi dapat bekerjasama untuk memperkuat ketenangan di kawasan.

 

 

Selepas itu, Presiden Nixon menerapkan kebijakan regional segitiga di Teluk Persia sebagai berikut, menjalin kerja sama erat dengan Iran dan Saudi sebagai dua pilar stabilitas kawasan, menempatkan Angkatan Laut Amerika dalam jumlah kecil, sebanyak tiga kapal yang merupakan bagian dari unit komando Timur Tengah, dan mengurangi perhatian negara-negara kecil kawasan kepada Inggris dengan maksud menjamin kebutuhan keamanan mereka.

 

Dalam dalam pandangan Amerika, Iran adalah pilihan pertama, sementara Saudi lebih dipandang sebagai penjamin pasokan dana program-program keamanan. Oleh karena itu, Iran sebagai pilar asli strategi Nixon, bertugas sebagai polisi kawasan. Strategi itu diterapkan di negara-negara yang dianggap memiliki kemampuan untuk melindungi kepentingan Amerika dan memperkuat pengaruh negara itu. Salah satu syarat penting Amerika adalah dimilikinya sekutu regional yang punya posisi strategis di wilayah target.

 

Iran adalah satu-satunya negara yang dianggap memiliki pengaruh di seluruh Teluk Persia. Jika tugas ini diserahkan kepada negara-negara pesisir selatan Teluk Persia, Amerika harus menjalin koordinasi dengan enam negara untuk menjalankan strateginya di kawasan. Urgensitas posisi Iran dalam program Amerika realitasnya mengalami peningkatan sejak Perang Dunia Kedua berakhir dan perang dingin dimulai. Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika pada 11 Oktober 1946 menekankan urgensi posisi strategis Iran dan mengumumkan, dukungan atas Iran untuk melindungi kepentingan nasional Amerika, adalah hal yang mendesak.

 

Strategi Dwight Eisenhower, mengingat beberapa faktor seperti posisi Iran di garis utara Timur Tengah, dan upaya melindungi wilayah Mediterania dengan menggunakan pangkalan utara untuk melancarkan serangan udara atau darat ke Uni Soviet, menaruh perhatian besar pada sumber minyak Iran dan negara-negara Teluk Persia lainnya untuk menyuplai Eropa dan Barat dalam perang jangka panjang, juga untuk membuka kemungkinan spionase atas Uni Soviet. Joshua M. Epstein, salah satu pakar militer dengan bersandar pada sejumlah dokumen yang dirilis NATO, Pentagon dan beberapa instansi militer Uni Soviet 50 tahun lalu, mendapati bahwa Iran secara mengejutkan menempati posisi sentral dalam strategi militer Amerika.

 

Harold Brown, mantan Menteri Pertahanan Amerika membandingkan pendudukan Iran oleh Uni Soviet dengan pendudukan Eropa oleh Uni Soviet. Ia percaya keunggulan Iran setara dengan Eropa, pasalnya kontrol minyak Teluk Persia akan memungkinkan Amerika menduduki Eropa Barat dan Jepang. Iran juga bertugas menghubungkan NATO dengan Organisasi Pakta Sentral atau CENTO ( The Central Treaty Organization ) yang aslinya Pakta Baghdad. Rantai pertahanan yang dimaksudkan untuk membendung pengaruh komunisme ini membentang dari Eropa Barat, Mediterania Utara, sampai ke wilayah timur Turki dan dari Iran dan Pakistan hingga ke Asia Tenggara.

Harold Brown,mantan menhan AS

 

Pada kondisi seperti ini, Iran berusaha memanfaatkan posisinya sebagai polisi kawasan. Pada Februari 1967, surat kabar The Guardian Inggris mengabarkan, angkatan bersenjata Iran ditempatkan di pesisir pantai Teluk Persia. Sebelumnya, Shah Iran dalam wawancara dengan Washington Post, Juni 1966 mengatakan, Iran harus bersiaga di Teluk Persia, pasalnya pasca penarikan pasukan Inggris dari Aden, Gamal Abdel Nasser ingin memindahkan pasukannya dari Yaman ke Semenanjung Arab dan negara-negara Arab di pesisir Teluk Persia. 

 

Di sisi lain, kemarahan dan kebencian bangsa Arab atas Amerika dan rezim Zionis Israel, menjadikan Iran sebagai pilihan terbaik dan terpenting bagi Amerika dan Barat. Pengesahan undang-undang Kapitulasi tahun 1963, membuktikan puncak kepatuhan dan ketergantungan Iran pada Amerika, dan tidak adanya independensi. Shah pada dasarnya tidak punya keyakinan pada independensi dan kedaulatan nasional Iran, ia hanya peduli dengan langgengnya kekuasaan dengan bergantung pada Amerika.

 

Dalam kelanjutan kebijakan itu, rezim Shah Iran di masa perang Arab-Israel dan pemutusan penjualan minyak Arab ke Israel, justru semakin mesra dengan Israel dan menjual minyak Iran ke rezim itu. Pasca kekalahan negara Arab dari Israel di tahun 1967 dan terancamnya keselamatan rakyat Arab, Iran sebagai tempat teraman di Timur Tengah saat itu, menampung mereka. Dengan begitu Iran memainkan peran Israel di kawasan untuk menjaga kepentingan Amerika. Kenyataannya, Amerika dalam kebijakan-kebijakan regionalnya selalu mencari sekutu yang bisa melindungi kepentingannya di kawasan.

 

Hubungan Richard Nixon dengan Shah Iran sangat dekat. Terkait hal ini, Nixon mengatakan, Shah Iran adalah salah satu penguasa Timur Tengah yang paling berbakat dan politisi terbaik. Ia adalah seorang penguasa yang kompeten. Shah Iran adalah sekutu kunci Amerika di Timur Tengah dan faktor stabilitas bagi wilayah geografis mulai dari Mediterania hingga Afghanistan. Para perancang kebijakan luar negeri Amerika menganggap kepentingan Iran dan Amerika sejalan. Menurut Henry Kissinger, menlu Amerika di era Nixon, jalur kebijakan Amerika dan Iran selaras, oleh karena itu akan berlanjut secara timbal balik.

Reza Pahlevi dan Richard Nixon

 

Kissinger juga memuji kebijakan-kebijakan Shah Iran dan menuturkan, Iran di antara negara-negara kawasan, terlepas dari Israel, menjadikan persahabatan dengan Amerika sebagai titik awal kebijakan luar negerinya. Pengaruh Iran selalu digunakan untuk mendukung kami. Fasilitas dan bantuan Iran kepada kami, bahkan ditingkatkan dalam beberapa transaksi dan kontrak di seluruh dunia. Shah Iran adalah salah satu sahabat setia kami yang terbaik di dunia.

 

Pada Mei 1972, Richard Nixon dan Henry Kissinger, sekembali dari kunjungannya ke Eropa Timur, menggelar pertemuan sangat penting di Tehran dengan Shah, membahas masa depan tentara dan pembelian senjata oleh Iran. Berdasarkan hasil pertemuan itu, Iran diizinkan membeli segala jenis senjata. Dipersenjatainya Iran dengan senjata-senjata super modern kala itu oleh Amerika dan Barat, membuat negara ini memiliki peralatan militer yang jauh lebih banyak bahkan dari negara pembuatnya sendiri seperti tank-tank buatan Inggris atau jet-jet tempur F-14 yang diserahkan ke Iran pada tahun 1974, meski pesawat-pesawat itu masih dalam masa uji coba dan belum sampai pada kemampuan sempurnanya.

 

Dalam strategi Nixon, cakupan aktivitas keamanan melampaui Teluk Persia dan mencapai wilayah barat Samudra Hindia. Untuk memperkuat kehadiran militernya di Laut Oman dan Samudra Hindia, Iran membangun pangkalan militer laut dan udara canggih di Kenarak, Chabahar dengan dana 800 juta dolar. Pangkalan militer Kenarak merupakan yang terbesar dan terlengkap setelah pangkalan laut Amerika, Diego Garcia di Samudra Hindia.

 

Kissinger menuturkan, bantuan Shah Iran atas Vietnam Selatan di masa penandatanganan kontrak Paris tahun 1973, bantuan ke Eropa Barat di masa krisis ekonomi dekade 70-an, dukungan kepada kubu moderat Afrika dalam melawan serangan pasukan Uni Soviet dan Kuba, serta dukungan atas Anwar Saadat di Mesir, sungguh luar biasa. Namun strategi Amerika memperbudak Iran berakhir seiring kemenangan Revolusi Islam Iran di tahun 1979 dan tumbangnya kekuasaan Shah. Salah satu prestasi terbesar Revolusi Islam Iran adalah terputusnya tangan Amerika atas negara ini, terwujudnya kedaulatan nasional dan berdirinya sebuah sistem pemerintahan demokrasi relijius.

 

Republik Islam Iran yang bersandar pada kekuatan rakyat berhasil menjaga independensinya di hadapan kekuatan imperialis dunia khususnya Amerika dan selama 39 tahun berhasil menggagalkan konspirasi musuh untuk menggulingkan pemerintahan Islam di Iran. Di sisi lain membela kaum tertindas dunia merupakan salah satu karakteristik menonjol Republik Islam Iran yang sampai sekarang terus menginspirasi bangsa-bangsa tertindas dunia. []

 

 

Tags