Dinamika Jerman dan Nasib Politik Merkel
-
Kanselir Jerman, Angela Merkel
Perubahan politik Jerman memainkan peran penting dalam dinamika politik Eropa. Selama dua tahun terakhir terjadi perubahan signifikan di negara ini.
Dalam beberapa bulan terakhir terjadi perubahan yang mempengaruhi warna politik Jerman, terutama pasca pemilu parlemen pada September 2017 dan pemilu negara bagian Bavaria dan Hessen pada Oktober 2018. Kedua pemilu ini menunjukkan kekalahan besar koalisi Partai Kristen yang terdiri dari Partai Demokratik Kristen, Partai Sosial Kristen dan partai sayap kiri sosial demokrat.
Sebaliknya, partai sayap kananradikal seperti partai ekstrem, Alternatif untuk Jerman dan partai sayap kanan radikal, Hijau berhasil mengibarkan kemenangan dan meraih banyak kursi di berbagai wilayah pemilihan di negara ini, terutama diraih partai alternatif untuk Jerman.
Partai ini di parlemen mendominasi 10 dari 16 negara bagian, terutama di wilayah timur. Masalah ini menjadi isu penting, terutama karena partai ini menentang kehadiran imigran Muslim. Partai ini pula yang menjadi poros utama penentangan terhadap kebijakan imigrasi pemerintahan Merkel.
Para analis politik berkeyakinan bahwa hasil pemilu terbaru menunjukkan perubahan sikap masyarakat Jerman dari partai tradisional yang menguasai kursi kekuasaan negara ini menuju partai baru dan radikal.

Berbagai masalah utama seperti isu imigran, persoalan ekonomi, terutama kemuskinan, lebih khusus di wilayah timur Jerman menjadi senjata untuk menarik dukungan rakyat terhadap partai oposisi.
Hasil pemilu terbaru di negara bagian Hessen yang bisa mengakhiri koalisi besar pendukung Kabinet Merkel dengan baik menunjukkan naiknya pamor partai oposisi, terutama melejitnya partai alternatif untuk Jerman yang mengusung isu penentangan terhadap imigran.
Tampaknya, isu kemiskinan dan masalah sosial lainnya yang dihadapi pemerintah Jerman, terutama di wilayah timur dimanfaatkan dengan baik oleh kubu oposisi untuk kepentingan politiknya dengan melemparkan dadu permasalahan imigran.
Fenomena pemilu Bavaria dan Hessen dengan baik menunjukkan bahwa masa depan politik Jerman akan berpindah dari tangan kubu tradisional ke tangan kubu radikal dan kanan, sebagaimana yang terjadi menimpa Swedia.
Masalah ini tampaknya akan berujung semakin sulitnya kondisi imigran dan pencari suaka. Bersamaan dengan itu sentimen anti Islam juga semakin meningkat di Jerman. Sebab, partai alternatif untuk Jerman selama ini dikenal cukup lantang menyerukan Islamophobia di Jerman.
Salah seorang anggota partai Alternatif untuk Jerman, Herbert Moher mengatakan, "Agama Islam tidak memiliki tempat dalam budaya Jerman. Di negara ini, budaya yang berkuasa adalah budaya barat, dan kami ingin menjaganya,".
Agenda besar lain dari partai Alternatif untuk Jerman adalah pemisahan Jerman dari Uni Eropa, dan keluarnya Berlin dari zona euro dan kembali menggunakan mata uang Jerman, Mark.
Sebelum penyelenggaraan pemilu parlemen 2017, dalam pemilu negara bagian, terjadi proses penurunan suara koalisi partai Kristen dan partai sosial demokrat. Masalah tersebut semakin tampak dalam pemilu September tahun lalu.
Pada pemilu tersebut partai pendukung Merkel mengalami kekalahan besar. Persatuan Partai Kristen meskipun meraih suara terbanyak, tapi suaranya berkurang dibandingkan periode sebelumnya. Bahkan disebut-sebut sebagai periode terburuk dari hasil aktivitasnya selama ini.
Sebaliknya, partai sayap kanan ekstrem Alternatif untuk Jerman berhasil melenggang ke parlemen dengan meraih 13 persen suara. Partai Hijau meraih 10 persen suara. Setelah pemilu tersebut, Partai Sosial Demokrat menyatakan tidak akan bergabung lagi dalam koalisi Merkel, tapi akhirnya tetap bergabung dalam kabinet baru Merkel setelah terjadi perundingan politik yang cukup alot.
Merkel membutuhkan waktu sekitar lima bulan untuk membentuk Kabinet baru yang mengindikasikan semakin lunturnya popularitas politik partai Uni Demokratik Kristen.
Relatif panjangnya masa perundingan untuk membentuk koalisi baru mempengaruhi dinamika politik Jerman. Kali ini, selain Merkel turun popularitasnya, tapi juga menyulut penentangan dari dalam partainya sendiri. Tampaknya, kepemimpin periode keempat Merkel memasuki masa sulit.
Pada pemilu Bavaria, Partai Uni Sosial Kristen Bavaria yang menjadi pendukung Merkel mengalamai kekalahan telak dengan hilangnya 16 kursi di parlemen. Pada pemilu kali ini, Partai Sosial Demokrat juga turun 10 persen perolehan suaranya dengan kehilangan 20 kursi. Sebaliknya partai Hijau dan Partai Alternatif untuk Jerman meraih keberhasilan besar dalam pemilu kali ini.
Pada pemilu selanjutnya yang berlangsung 28 Oktober di negara bagian Hessen, terjadi peristiwa penting lain yang mengindikasikan dinamika politik Jerman. Partai pendukung Merkel kalah dalam pemilu tersebut.
Pasca kekalahan partainya dalam pemilu tersebut, Merkel menyatakan tidak akan mencalonkan dirinya kembali memimpin Partai Kristen Demokrat, dan akan mengundurkan diri setelah berakhirnya masa jabatan sebagai kanselir Jerman tahun 2021.
Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel dan anggota senior Partai Sosial Demokrat dalam hal ini mengatakan, periode kepemimpinan Angela Merkel sebagai Kanselir Jerman akan lebih cepat dari pengumuman yang disampaikan dirinya di tahun 2019, dan koalisi besar akan bubar.
Merkel memimpin Partai Demokratik Kristen Jerman sejak 17 tahun lalu, dan menjadi kanselir Jerman sejak 2005 hingga kini. Mengenai masalah ini, analis politik, Jenny Hills mengatakan, pengumuman terbaru mundurnya Merkel terjadi di tengah rangkaian kekalahan dirinya dan partai pendukungnya yang memperlihatkan rangkaian krisis setelah krisis lain.
Menyusul pengumuman pengunduran diri Merkel tersebut, Friedrich Merz menjadi calon pemimpin Partai Demokratik Kristen Jerman.
Polling terbaru yang dilakukan di Jerman menunjukkan tuntutan pengunduran diri Merkel yang diikuti oleh anggota kabinet lainnya, terutama menteri dalam negeri yang dijabat oleh Horst Seehofer yang memimpin Partai Uni Sosial Kristen Jerman.
Sejatinya, dinamika politik dalam negeri Jerman ini akan mempengaruhi perubahan arah politik negara ini. Di masa kepemimpinan terakhir Merkel kali ini, kubu oposisi terus meningkatkan manuvernya untuk menggalang dukungan lebih besar dari masyarakat Jerman dengan memainkan isu imigran dan masalah lainnya di negara ini.
Fenomena ini juga menimbulkan kekhawatiran bagi Uni Eropa mengenai peran Jerman di organisasi besar negara Eropa ini. Pasalnya, Uni Eropa sudah memiliki pengalaman buruk menunggu keputusan hasil pengumuman pembentukan kabinet baru Jerman setelah lima bulan lamanya.
Pengumuman pengunduran diri Merkel juga mempengaruhi reformasi yang diusung Presiden Perancis, Emmanuel Macron. Pasalnya, Merkel selama ini menjadi pendukung utama Macron dalam mengusung ide tersebut.
Sejatinya, pengunduran diri Merkel setelah berakhirnya masa jabatan Kanselir Jerman akan menguntungkan kubu sayap kanan ekstrem dalam pemilu parlemen mendatang. Besar kemungkinan kubu oposisi akan meraih dukungan besar dalam pemilu mendatang.
Berlanjutnya keberhasilan partai oposisi Jerman akan mengancam Uni Eropa setelah menghadapi pengalaman pahit Brexit dan kebijakan proteksionisme ekonomi ala Trump. Tanpa peran aktif Bank sentral Jerman dalam kebijakan ekonomi zona euro, mata uang euro akan menghadapi ancaman penurunan nilai tukarnya.
Selain itu, Jerman tampaknya tidak akan menerima pengungsi lagi dan semakin mempersulit kehadiran imigran di negara ini. Aapalagi Italia dan Hungaria saat ini menjadi poris sayap kanan di uni Eropa.(PH)