Kesadaran Publik dan Hari Toleransi Internasional
Nov 13, 2019 15:46 Asia/Jakarta
Tanggal 16 November 2019 diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional. Pada tahun 1995 negara-negara anggota Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, UNESCO menandatangani deklarasi kewaspadaan publik terkait bahaya intoleransi.
Sejak saat itu sampai sekarang, tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional. Penetapan tanggal 16 November sebagai Hari Toleransi Internasional oleh UNESCO pada kenyataannya merupakan pendidikan publik terkait berbagai kasus, penggalangan tekad nasional serta kekuatan politik untuk mengatasi permasalahan global dan penguatan kemajuan umat manusia.
Peringatan hari-hari internasional sebelum terbentuknya PBB, sudah dilakukan, namun di kemudian hari PBB menyalahgunakan hari-hari internasional ini sebagai alat untuk mencapai kepentingannya.
Dalam deklarasi UNESCO terkait Hari Toleransi Internasional disebutkan bahwa toleransi bukan kehinaan atau ketidakpedulian, tapi penghormatan dan apresiasi atas keberagaman budaya dunia yang kaya.
Lalu apa yang dimaksud dengan bersikap toleran ? toleran adalah menerima kenyataan bahwa seluruh manusia dengan semua perbedaan lahiriah, letak geografis, bahasa, perilaku dan nilai yang dianutnya, berhak untuk hidup damai, dan tidak ada seorangpun yang dapat memaksakan keyakinannya kepada orang lain.
Dalam kamus toleransi, hak asasi dan kebebasan manusia diakui secara resmi, dan memberikan hak kepada setiap manusia untuk beragam dan berbeda. Realitasnya, karena masyarakat secara alamiah beragam, maka hanya toleransi yang dapat menjaga kelanggengan komunitas manusia di berbagai belahan dunia.
Di dunia yang sedang mengglobal ini, umat manusia tidak semestinya hidup dalam permusuhan dan diskriminasi. Salah satu syarat hidup bermasyarakat adalah sikap toleran dan menerima sesama serta mewaspadai segala bentuk diskriminasi dan perpecahan. Toleransi merupakan salah satu pondasi kehidupan sosial.
Dengan belajar bertoleransi, setiap manusia akan menyadari bahwa meski berbeda-beda, ia tetap membutuhkan sesama dan harus menghormati hak orang lain, karena setiap budaya punya nilai yang harus dihormati, dan tidak ada satu keyakinanpun yang patut untuk dicaci atau dilecehkan.
Deklarasi prinsip-prinsip toleransi dirilis dan disahkan pada sidang UNESCO ke-28 pada 25 Oktober-16 November 1995 di Paris. Negara-negara anggota UNESCO dalam sidang itu menegaskan bahwa toleransi bukan sekedar prinsip bernilai, ia bahkan merupakan syarat urgen bagi perdamaian, pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial semua bangsa. Dalam sidang itu, negara-negara UNESCO menyusun prinsip-prinsip toleransi.
Pasal 1 menjelaskan tentang makna toleransi secara utuh, dan menegaskan poin bahwa toleransi tidak sama dengan konsesi, kepatuhan atau merendahkan.
Pasal 2 menegaskan toleransi di tingkat negara dan netralitas semua instansi, undang-undang dan administrasi. Selain itu syaratnya adalah setiap warga negara harus mendapatkan fasilitas ekonomi dan sosial tanpa diskriminasi.
Pada Pasal 3, ditekankan berbagai karakteristik dunia modern seperti globalisasi ekonomi, komunikasi, integrasi, saling ketergantungan, migrasi luas, urbanisasi dan perubahan pola sosial yang menjadikan toleransi sangat penting dibandingkan sebelumnya.
Pasalnya, setiap bagian dari dunia adalah manifestasi keragaman, sebaliknya intoleransi dan kemunafikan, mengancam semua negara, tidak terbatas pada satu negara saja, ini adalah bahaya global.
Pasal 4 menjelaskan tentang salah satu tujuan terpenting pendidikan toleransi, dan urgensinya. Dalam hal ini terdapat sejumlah metode pendidikan yang digunakan untuk mengajarkan sikap toleran dengan memperhatikan akar budaya, sosial, ekonomi, politik dan agama dari intoleransi, sehingga dengan cara ini alasan utama kekerasan dan pengucilan dapat dipahami jelas.
Pada Pasal 5, negara-negara anggota UNESCO berkomitmen untuk mendukung toleransi dan anti-kekerasan melalui program dan lembaga di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya dan komunikasi.
Terakhir, di Pasal 6 negara-negara UNESCO menetapkan tanggal 16 November sebagai Hari Toleransi Internasional, sebagai sebuah langkah untuk membangkitkan kesadaran publik terkait toleransi dan memperingatkan masyarakat tentang bahaya intoleransi.
Lawan kata toleransi adalah intoleransi. Sektarianisme, stereotip, penghinaan dan candaan rasis adalah contoh intoleransi yang setiap hari mengancam sebagian orang. Masalah ini membawa banyak bahaya karena korbannya mungkin saja memilih opsi balas dendam, dan akan membahayakan diri dan orang di sekitarnya.
Tapi darimana sumber intoleransi ? pada kenyataannya akar intoleransi harus dicari dari kebodohan, ketakutan dan kesombongan.
Intoleransi terkait erat dengan kesombongan, dan sebagian besar orang menganggap dirinya lebih tinggi dan lebih baik dari sisi ras, politik atau agama dari orang lain, masalah ini sudah ditanamkan sejak dini kepada anak-anak, sehingga kelak mereka akan berubah menjadi sosok yang intoleran, dan hal ini akan memberikan dampak berbahaya.
Selain itu, kebodohan dan ketidaktahuan tentang keragaman budaya dan agama dunia dapat berperan penting dalam melahirkan intoleransi. Salah satu contoh intoleransi terbesar di dunia adalah imigran dan pengungsi yang merupakan masalah dunia terbesar hari ini, selain itu tentu saja minoritas agama dan suku yang ada di berbagai wilayah dunia.
Harus dikatakan bahwa masalah sosial bersumber dari intoleransi dan harus ditemukan solusi tepat untuk mengatasi masalah ini. Sebagian orang menganggap penyelesaian masalah ini ada di tangan pemerintah, tapi kenyataannya solusi masalah intoleransi lebih banyak di tingkat lokal atau bahkan individual.
Ketika kita mendengar orang di sekitar kita terpapar intoleransi, kita tidak perlu menunggu pemerintah dan instansi terkait untuk mengatasinya. Kita semua adalah bagian dari solusi.
Masing-masing dari kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apakah saya orang yang toleran ? apakah saya orang yang menilai orang lain karena budaya dan keyakinannya ? apakah orang yang berbeda dengan saya akan saya tolak ? apakah saya menyalahkan mereka atas semua masalah yang saya hadapi ? setelah menjawab semua pertanyaan ini, pertama kita akan lebih mengenal diri kita sendiri dan dengan kesadaran serta pengetahuan diri, kita dapat ikut menyebarluaskan budaya toleransi dalam hidup kita.
Setelah seseorang mencapai kesadaran, maka ia dapat mengajarkan toleransi kepada anak-anaknya di rumah, mengajarkan berbagai pola hidup manusia dan hak asasi manusia, sehingga kelak mereka akan menjadi orang yang bersikap toleran terhadap keyakinan dan pemikiran orang lain.
Tanggal 16 November adalah momen yang tepat bagi masyarakat untuk bisa belajar menghormati aneka ragam budaya dan agama, belajar mengenal hak dan keyakinan orang lain, serta menghormati manusia. Banyak guru hari ini memanfaatkan momen ini untuk memahamkan murid-muridnya tentang berbagai masalah seperti toleransi, hak asasi manusia dan anti-kekerasan.
Dalam hal ini, peran media massa dan media sosial sangat penting dalam upaya penyadaran serta pendidikan. Di Hari Toleransi Internasional negara, sektor swasta, organisasi dan media sosial melakukan langkah bernilai.
Dialog langsung digelar di seluruh penjuru dunia membahas akar ketidakadilan dan intoleransi, dalam dialog itu juga ditekankan bahwa ketidakadilan, penindasan dan diskiriminasi, memberikan dampak negatif dan destruktif bagi masyarakat, dan perdamaian dunia.
Agama-agama Tuhan mengajak manusia kepada perdamaian dan toleransi. Di dalam Islam sangat ditekankan untuk bersikap toleran, sabar dan tabah. Menurut Islam, perdamaian dan hidup rukun di antara manusia yang berbeda keyakinan, adalah sesuatu yang bernilai, dan tujuan perdamaian bukanlah kepentingan pragmatis, tapi perdamaian itu sendiri adalah maslahat, yang sesuai dengan fitrah manusia.
Kesimpulannya, toleransi adalah instumen luar biasa yang dapat mendorong manusia dari berbagai latar belakang budaya berbeda untuk menuju kehidupan damai dan harmonis. (HS)