Konferensi Munich 2020, Potret Barat yang Terbelah
(last modified Tue, 18 Feb 2020 03:42:58 GMT )
Feb 18, 2020 10:42 Asia/Jakarta
  • Konferensi Keamanan Munich 2020
    Konferensi Keamanan Munich 2020

Naiknya Donald Trump sebagai presiden AS telah mengubah hubungan antara Eropa dan Amerika Serikat yang dahulu menjadi sekutu dekat di era pasca-Perang Dingin.

Hubungan antara Eropa dan AS mengalami ketegangan di era Trump karena kebijakan unilateralisnya, serta penarikan AS dari beberapa perjanjian internasional dan banyak kritik Trump terhadap pendekatan Eropa dalam masalah perdagangan dan pertahanan.

Pihak Eropa memiliki posisi yang berbeda dalam isu-isu seperti: JCPOA, perjanjian Iklim Paris, kontribusi finansial negara-negara Eropa dalam anggaran NATO, dan peningkatan anggaran pertahanan mereka. Para pemimpin Eropa telah menyadari bahwa perbedaan antara Eropa dan AS melampaui masalah bisnis yang menjadi fokus Trump.

Tampaknya, dalam pandangan Trump, tidak ada perbedaan antara kawan dan musuh Amerika, dan semua orang diperlakukan sama secara negatif. Dalam pendekatan dan keputusannya, Trump secara mendasar tidak menghargai hukum internasional dan menganggap aturan-aturan ini tidak bernilai sama sekali.

Masalah ini tampak jelas dalam Konferensi Keamanan Munich 2020. Pertemuan internasional yang berlangsung 14 hingga 16 Februari 2020 ini menjadi tempat bagi munculnya kesenjangan trans-Atlantik antara Eropa dan Amerika Serikat. Konferensi ini memberikan peluang yang baik bagi para pejabat senior Eropa untuk mengekspresikan kritik mereka terhadap pendekatan pemerintahan Trump.

 

 

Frank-Walter Steinmeier

 

Dalam pidato pembukaannya pada 14 Februari, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengecam keras pendekatan kekuatan dunia, khususnya Amerika Serikat. Presiden Jerman menyebut kebijakan luar negeri negara adidaya "egois", yang tidak sesuai dengan gagasan "komunitas global." "Dewan Keamanan PBB tidak berdaya untuk menjawab pertanyaan paling mendasar sebagai institusi dan otoritas yang seharusnya membantu kita menjembatani tradisi yang berbeda, kepentingan kita dan prioritas kita," kata Steinmeier, merujuk pada kerusakan yang disebabkan oleh penerapan unilateralisme Trump terhadap tatanan internasional. 

Presiden Jerman menyebut kebijakan unilateral pemerintahan Trump bukanlah pemikiran  baru, melainkan kembali ke pemikiran masa lalu  yang sangat berbahaya. Pandangan senada juga disampaikan Menteri Pertahanan Jerman, Annegret Kramp Bauer yang menjelaskan independensi Jerman dari kebijakan luar negeri AS di beberapa negara, terutama masalah Iran, dan menegaskan  bahwa Jerman tidak akan bergabung dengan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran dan Aliansi Angkatan Laut AS di Teluk Persia.

Pernyataan Presiden Jerman itu sekali lagi menekankan konsekuensi destruktif dari pendekatan unilateralisme pemerintahan Trump terhadap dunia. Trump sengaja menghancurkan semua instrumen dan norma multilateral dengan menarik diri dari perjanjian global utama seperti perjanjian dagang kemitraan Trans-Pasifik (TPP), perjanjian iklim Paris dan JCPOA. Selain itu, Trump juga telah menarik diri dari perjanjian kontrol senjata seperti Traktat Angkatan Nuklir Jangka Menengah (INF) dan tidak memperbarui perjanjian New START. Trump juga menarik Amerika Serikat dari UNESCO dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Pada saat yang sama, presiden AS yang kontroversial telah memicu perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, juga konfrontasi perdagangan antara Amerika Serikat dan Eropa, mengkritik situasi NATO saat ini dan menyerukan lebih banyak negara Eropa, terutama Jerman, untuk  meningkatkan kontribusi finansialnya dalam anggaran militer NATO.

Kritik pedas Presiden Jerman terhadap AS memicu reaksi keras Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. Pompeo berusaha menyembunyikan perbedaan antara Eropa dan Amerika Serikat dalam masalah Iran dan Cina. Ia juga membantah kritik Jerman terhadap kebijakan AS dengan mengatakan pihaknya menentang beberapa kritik bahwa "Amerika mundur dari arena global". Pompeo mengklaim, "Amerika tetap aktif di dunia dan telah memimpin beberapa organisasi internasional secara bertanggung jawab. Kami memimpin koalisi lebih dari 20 negara melawan terorisme dan terus menghadapi ancaman di seluruh dunia dan tidak berhenti membela negara kami,". Dia juga menolak kritik terhadap Barat, dengan mengatakan dia yakin Barat akan menang dan AS bersama Eropa Barat akan meraih kemenangan bersama. Pompeo juga menggambarkan kematian NATO sebagai hal yang berlebihan.

 

Mike Pompeo 

 

Banyak orang Eropa diam menyikapi pidato Pompeo, dan beberapa bahkan meragukan pendekatan Amerika Trump. "Pidato ini justru mengkonfirmasi kekhawatiran yang dikemukakan Steinmeier. Saya pikir, kita telah mendengar ungkapan "kami mempertahankan kedaulatan negara" sekitar tiga belas kali. Tetapi pertanyaannya adalah apa artinya ini," kata seorang pejabat senior Eropa. Banyak orang Eropa percaya bahwa frasa tersebut adalah kata kunci Trump untuk menentang lembaga multilateral seperti Uni Eropa, yang telah menyatukan orang Eropa sebagai entitas regional. Orang Eropa percaya Trump "pesimistis" tentang Uni Eropa dan menyerukan kehancurannya. Ada ketidakpuasan dengan situasi yang membuat aliansi AS-Eropa di era Donald Trump mengalami masalah serius.

Bertentangan dengan klaim Pompeo, Presiden Prancis Emmanuel Macron secara eksplisit telah berbicara tentang kematian otak NATO sebagai tanggapan atas lampu hijau Trump terhadap invasi militer Turki ke Suriah utara. Penegasan Pompeo tentang berlanjutnya keberadaan satu identitas Barat sangat bertentangan dengan pandangan negara-negara utama Eropa, terutama Jerman, Prancis, dan bahkan Uni Eropa. Mereka menilai langkah Trump menghancurkan multilateralisme.

Menanggapi klaim Pompeo, Macron menilai kondisi Barat saat ini melemah. Menurutnya, Amerika Serikat saat ini menempuh kebijakan yang meninjau ulang hubungan dengan Eropa, bahkan keluar dari hubungan yang terjalin ini. Faktanya, pendekatan multilateralisme terhadap pembentukan pusat-pusat baru kekuatan ekonomi dan pengaruh politik di dunia tidak diinginkan oleh AS, itulah sebabnya Trump selalu berusaha mencegah hal itu terjadi. The Washington Post mengutip kritik keras para pejabat Eropa tentang pendekatan unilateral Trump dengan menyoroti perbedaan pandangan negara-negara Barat dengan menurunkan judul, "Tanpa Westernisasi, Tema Pertemuan Munich 2020"

 

Emmanuel Macron

 

Para kritikus mengatakan kegagalan pemerintahan Trump untuk membujuk pihak Eropa dalam mendukung ambisinya berakar dari ketidakpercayaan yang mendalam terhadap pendekatan kebijakan luar negeri Trump. Alih-alih mencoba mencapai konsensus dengan sekutu Eropa, Trump justru mengancam dengan pengenaan tarif. Tentu saja, tekanan AS ini tidak menyenangkan bagi orang Eropa di manapun. Bahkan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang pernah kontak telepon dan kunjungan persahabatan dengan Trump, sudah bosan dengan presiden AS dan tidak menyembunyikan ketidaksenangannya dengan kinerja Trump. Dia berbicara di Konferensi Keamanan Munich selama lebih dari satu jam tetapi tidak menyebutkan nama Trump. Alih-alih mengkritik Amerika Serikat, ia lebih suka berbicara tentang kelemahan Barat serta perlunya independensi Eropa.

Robert Menendez, seorang senator partai Demokrat dari New Jersey yang menghadiri konferensi keamanan Munich juga mengkritik keras kinerja pemerintahan Trump. Dia berkata, "Jika orang-orang Eropa merasa mereka memiliki alasan yang sama, lebih baik berkoordinasi dengan mereka, bukan kita memberi kuliah kepadanya".

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam pidatonya di Konferensi Keamanan Munich pada hari Minggu, menghindari isu mengenai dampak negatif dari kebijakan unilateral Trump terhadap Eropa. Dalam pandangannya, negara-negara anggota Uni Eropa harus memiliki kemauan yang lebih besar untuk melakukan intervensi dalam krisis internasional dan jika tidak akan berisiko melumpuhkan kebijakan luar negeri mereka. Statemen Borrell menekankan kepercayaannya terhadap kekuatan ekonomi yang dimiliki Eropa, sehingga blok ini dapat meningkatkan kekuatan lunaknya. Tetapi pengaruhnya di dunia saat ini telah berkurang, sebagian karena kebijakan "America First" Presiden Donald Trump yang merongrong Uni Eropa. Dalam banyak kasus, kepentingan AS tidak sesuai dengan kepentingan Eropa, terutama dalam masalah JCPOA. Borrell mengatakan,"Kita belum berhasil memenuhi komitmen JCPOA dan sejauh ini mekanisme keuangan INSTEX belum efektif."

Mengacu pada beberapa ketidaksepakatan Eropa dengan Washington, Borrell mengungkapkan, "Presiden AS Donald Trump ingin mengakhiri apa yang disahkan mantan Presiden Barack Obama. Amerika Serikat juga telah menyerukan kebijakan tekanan maksimum pada Iran, tetapi Eropa seharusnya tidak memiliki pendapat seperti itu,". Rujukan Borrell terhadap ketidaksepakatan Eropa terhadap kebijakan tekanan maksimum kepada Iran, dalam pandangan mereka, tidak hanya gagal untuk memenuhi tuntutan Iran. Bahkan sebaliknya telah menempatkan JCPOA dalam situasi yang berantakan.

Sikap para pemimpin Eropa dan Uni Eropa di Konferensi Keamanan Munich berfokus pada kritik terhadap kebijakan dan tindakan AS di era Trump. Sementara itu, para pejabat AS dalam konferensi internasional ini menunjukkan bahwa mereka hanya menginginkan kepatuhan Eropa terhadap tuntutan dan tujuan AS yang mengkresikan kebijakan unilateral Trump. Jelas keduanya tidak sejalan searah. Sebagaimana disampaikan Macron, Barat memang sedang melemah dan saat ini posisi mereka terbelah. Konferensi keamanan Munich 2020 menjadi potretnya.(PH)