Mengulik Ketamakan Trump di Masa Jabatan Keduanya
(last modified Sun, 26 Jan 2025 04:06:26 GMT )
Jan 26, 2025 11:06 Asia/Jakarta
  • Presiden AS Donald Trump
    Presiden AS Donald Trump

Pars Today - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memulai masa jabatan keduanya sambil mengumbar ketamakan teritorial, komersial, dan finansialnya ke publik, seraya menuntut aneksasi berbagai wilayah ke Amerika Serikat dan kontrak yang menguntungkan bagi Washington bahkan dari mitra dan sekutunya.

Dalam masa jabatan pertamanya sebagai presiden dari Januari 2017 hingga Januari 2021, Presiden AS Donald Trump, sejalan dengan slogan kampanyenya “America First” dan dengan dalih memulihkan kekuatan negara, mengadopsi pendekatan America First di arena politik dan menekan Sekutu NATO di bidang militer dan keamanan agar meningkatkan porsi pengeluaran militer hingga dua persen dari PDB dan mengadopsi kebijakan proteksionis di bidang ekonomi.

Sekarang Trump telah meminta anggota NATO untuk meningkatkan pengeluaran militer mereka hingga 5 persen dari PDB mereka.

Trump juga telah menerapkan langkah-langkah unilateral yang kontroversial di bidang perdagangan, menolak perjanjian perdagangan internasional dan mengenakan tarif yang tinggi terhadap impor barang ke Amerika Serikat, sehingga menutupi  defisit perdagangan AS, yang menurutnya merupakan tanda kelemahan Amerika.

Pernyataan dan ancaman Trump di awal masa jabatan keduanya menunjukkan kebangkitan kebijakan yang sama.

Trump ingin memperluas teritorial Amerika

Namun pendekatan Trump yang hanya memberikan keunggulan kepada Amerika dan kepentingannya telah meningkatkan ketegangan politik, keamanan, dan ekonomi serta menyebabkan diadopsinya sikap yang bertentangan dengan konsensus masyarakat internasional.

Melanjutkan pendekatan ini tentu akan memperburuk perbedaan Amerika dengan negara lain dan menyebabkan ketegangan berturut-turut atas berbagai masalah dengan negara lain.

Dalam hal ini, Donald Trump sekali lagi mengungkapkan keserakahannya terhadap Kanada dengan tujuan mendominasi sumber daya negara dan menyerukan agar negara itu dianeksasi ke Amerika Serikat.

Dalam perjalanannya ke North Carolina, dia menyerukan agar Kanada bergabung sebagai negara bagian ke-51 Amerika Serikat, dengan menyatakan bahwa jika Kanada bergabung dengan Amerika Serikat, warga negaranya akan mendapatkan keringanan pajak yang sangat tinggi, dikecualikan dari bea cukai tinggi, dan perlindungan kesehatan yang lebih baik karena saat ini mereka membayar pajak yang besar.

Trump telah berulang kali menegaskan keinginannya agar Kanada menjadi negara bagian Amerika Serikat, tapi pihak Kanada telah menolak sikap Trump, dengan mengklaim berpegang teguh pada kemerdekaan dan identitas nasionalnya.

Presiden AS juga melakukan panggilan telepon yang "menegangkan" dengan Perdana Menteri Denmark mengenai Greenland dan kontrolnya oleh AS.

Panggilan telepon selama 45 menit antara Donald Trump dan Mette Frederiksen pada tanggal 15 Januari mengakibatkan pertengkaran verbal.

Trump, yang saat itu adalah presiden terpilih AS, mengambil pendekatan agresif dan mengancam akan mengenakan tarif pada sekutu AS di NATO ini.

Perdana Menteri Denmark saat itu merujuk pada pernyataan Ketua Parlemen Greenland bahwa pulau itu tidak untuk dijual dan Greenland-lah yang harus memutuskan kemerdekaannya.

Pada saat yang sama, Donald Trump telah meningkatkan tuntutan keuangan dan perdagangannya sejak awal dia masuk ke Gedung Putih.

Dia telah menyerukan penurunan harga minyak OPEC, yang secara tidak langsung ditujukan kepada produsen minyak terbesar, Arab Saudi, yang merupakan target utamanya.

Trump mengatakan bahwa dia akan meminta Riyadh untuk menurunkan harga minyak guna menekan Rusia, selain berinvestasi antara $600 juta hingga $1 triliun di Amerika Serikat.

Dia mengklaim bahwa penurunan harga minyak OPEC dapat secara otomatis memengaruhi berakhirnya perang di Ukraina.

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman juga menekankan setelah panggilan telepon dengan Trump bahwa Riyadh bermaksud untuk meningkatkan investasi dan hubungan perdagangannya dengan Amerika Serikat sebesar $600 miliar selama empat tahun ke depan, dan bahwa angka ini dapat meningkat jika lebih banyak peluang diberikan.

Selama masa jabatan pertama Trump sebagai presiden, Arab Saudi menandatangani total hampir $500 miliar dalam kontrak ekonomi, perdagangan, dan militer dengan Amerika Serikat, dan selama kampanye pemilihannya, Trump mengatakan bahwa Arab Saudi seperti sapi perah.

Dia pergi ke Riyadh dalam perjalanan luar negeri pertamanya dan memicu krisis Qatar. Sekarang, Trump mengklaim bahwa dia bersedia melakukan perjalanan luar negeri pertamanya dalam masa jabatan keduanya ke Arab Saudi jika kontrak senilai $600 miliar ditandatangani.

Posisi dan pernyataan Trump menunjukkan niatnya untuk memaksakan kehendak Amerika pada negara lain dalam kerangka strategi keseluruhan pemerintahannya yaitu perdamaian melalui kekuatan.

Trump menyatakan dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September 2020 bahwa Amerika Serikat "menjalankan takdirnya sebagai pembawa perdamaian, tetapi perdamaian dicapai melalui kekuatan".

Ini berarti mengganggu tatanan politik, geografis, ekonomi, dan komersial global serta membahayakan perdamaian regional dan internasional.

Karena alasan ini, para kritikus Donald Trump menuduhnya menghina sekutu Amerika dan melemahkan aliansi Washington.

Mereka meramalkan bahwa di bawah pemerintahan Trump kedua, Amerika akan tenggelam dalam isolasi yang merugikan kepentingan Amerika dan perdamaian dunia.(sl)