RI Kantongi Komitmen Investasi Rp 637 T dari UEA
Menteri Investasi RI Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia telah meneken komitmen investasi dari Uni Emirat Arab sebesar US$ 44,6 miliar atau sekitar Rp 637 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS).
"Ini bukan angka kaleng kerupuk. Memang dari angka ini, sebagian akan di-handle oleh INA (Lembaga Pengelola Investasi), kurang lebih US$ 18 miliar," ujar Bahlil dalam konferensi pers, Kamis, 11 November 2021.
Komitmen investasi itu antara lain mencakup bidang bidang infrastruktur, pertanian, alat kesehatan, pusat data, hilirisasi pertambangan, hingga energi baru terbarukan.
"Ada satu kesepakatan yang kita bangun dengan Air Product yang nilainya kurang lebih US$ 13-15 miliar untuk hilirisasi batu bara low calorie," ujar dia.
Investasi dari Air Product itu diharapkan akan membuat Indonesia tak langsung mengirim komoditas batu bara untuk ekspor, melainkan dioleh menjadi Dimethyl Ether yang direncanakan dapat menggantikan elpiji yang selama ini diimpor.
"Maka Air Product lakukan investasi dengan beberapa perusahaan perusahaan BUMN dan swasta nasional untuk lakukan hilirisasi bagaimana mendapatkan pengganti LPG dari batu bara atau DME," ujar Bahlil.
Ia mengatakan hal tersebut searah dengan visi besar Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam transformasi ekonomi. Artinya, investasi yang masuk harus menciptakan nilai tambah dalam bentuk industrialisasi.
Bahlil mengatakan investasi US$ 44,6 miliar direncanakan terealisasi paling lambat pada 2024. Adapun pada 2022, ia berharap minimum komitmen investasi US4 8 miliar sudah ada yang terealisasi.
"Target kami tahun 2024 awal ini sudah semua (komitmen investasi) harus terealisasi. Kami ingin komitmen ini harus selesai sebelum masa pemerintah Presiden Jokowi dan Ma'ruf berakhir," kata Bahlil.
Berapa Buat Ibu Kota Baru?
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia telah mengantongi komitmen investasi dari Uni Emirat Arab sebesar US$ 44,6 miliar atau sekitar Rp 637 triliun.
Dari nominal tersebut sekitar US$ 18 miliar akan dikelola oleh Lembaga Pengelola Investasi atau LPI. Sebagian besar dari angka tersebut pun berpeluang dikucurkan untuk pembangunan Ibu Kota Negara alias IKN baru di Kalimantan Timur.
"Totalnya US$ 18 miliar, sebesar US$ 8 miliar itu sudah clear akan di sektor apa saja. Sebanyak US$ 10 miliar-nya masih tentatif untuk dimasukkan ke IKN," ujar Bahlil dalam konferensi pers.
Namun demikian, Bahlil mengatakan pemerintah Uni Emirat Arab masih melakukan komunikasi intens dengan pemerintah untuk mengalokasikan investasi mereka, di luar yang sudah dikomitmenkan, untuk pembangunan Ibu Kota baru.
"Angkanya berapa belum kami sepakati. Tetapi kalau dari US$ 44,6 miliar ini, yang memungkinkan masuk ke Ibu Kota Negara adalah yang US$ 10 miliar itu karena masih longgar sekali, tapi di luar itu ada juga yang masih kami komunikasikan," kata Bahlil. (RM)