Mar 10, 2024 21:47 Asia/Jakarta
  • Pemilu 2024
    Pemilu 2024

PSU di Kuala Lumpur sempat diwarnai kericuhan karena pemilih yang terdaftar dalam DPK tidak mau menunggu terlalu lama.

Kericuhan sempat terjadi saat penyelenggaraan pemungutan suara ulang Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (10/3/2024) siang. Para pemilih yang masuk dalam daftar pemilih khusus atau DPK meminta agar bisa mencoblos lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan lantaran tidak mau menunggu terlalu lama. Sebagian pemilih juga protes karena dalam pemungutan suara pada 11 Februari lalu nama mereka sudah masuk dalam daftar pemilih tetap atau DPT.

Pantauan Kompas di lokasi pemungutan suara di World Trade Center, Kuala Lumpur, Minggu siang, puluhan pemilih merangsek masuk ke area tempat pemungutan suara (TPS). Mereka adalah pemilih yang terdaftar dalam DPK karena tidak masuk dalam DPT. Para pemilih marah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meminta mereka menunggu hingga pukul 17.00 untuk menyalurkan suara.

Dalam tuntutannya, mereka menyebut bahwa para pemilih sudah terdaftar di DPT dan pernah menggunakan hak pilihnya pada 11 Februari lalu. Namun, saat pemungutan suara ulang (PSU), nama mereka justru tidak ada di DPT. Mereka pun ditolak Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) saat akan mencoblos dan diminta kembali ke TPS pukul 17.00.


Kemarahan pemilih akhirnya bisa diatasi. Petugas KPU kemudian memutuskan pemilih DPK diperbolehkan mencoblos sejak pukul 11.00. Setelah itu, massa berangsung-angsur tertib dan kembali mengantre untuk menjalani proses verifikasi sebagai pemilih.

”Saya sudah nyoblos pada 11 Februari, masuk di DPT dan ada bukti videonya saat memilih. Namun, sekarang ditolak karena nama saya hilang dari DPT,” ujar salah satu pemilih, Munidah.


Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, mengungkapkan, KPU harus secara cepat mengambil keputusan untuk mengatasi situasi yang tidak terduga. KPU memandang pemilih DPK yang membeludak harus segera difasilitasi untuk menggunakan hak pilihnya. Oleh karena itu, KPU meminta Bawaslu merekomendasikan agar pemilih DPK bisa mencoblos lebih awal.

”Yang penting didokumentasikan, difoto, dicatatkan dalam kejadian khusus sehingga bisa terlayani lebih awal,” tuturnya.


Meski demikian, rekomendasi untuk mencoblos lebih awal hanya diberikan kepada pemilih DPK hanya untuk metode TPS. Adapun pemilih DPK yang ingin menggunakan hak pilih di 120 kotak suara keliling (KSK) tetap mengikuti ketentuan, yakni mulai mencoblos pada pukul 17.00 atau satu jam sebelum TPS ditutup. Keputusan itu diambil untuk mencegah kemungkinan pemilih DPK yang sudah mencoblos di TPS beralih ke KSK untuk kembali mencoblos.
 

Antisipasi mencoblos dua kali

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, rekomendasi bagi pemilih DPK disebabkan antrean sudah membeludak. Para pemilih sudah mengantre di TPS sejak pagi dan dikhawatirkan terjadi kericuhan lebih besar jika mereka diminta menunggu lebih lama. ”KPU harus mengantisipasi ada pemilih yang menggunakan hak pilihnya dua kali,” katanya.

Pemantau Pemilu 2024 dari Migrant Care, Titi Anggraini, mengatakan, situasi PSU di Kuala Lumpur hampir sama dengan pemungutan suara pada 11 Februari lalu. Saat itu, jadwal mencoblos untuk pemilih DPK juga dipercepat pada pukul 10.00 waktu setempat. Padahal, seharusnya pemilih DPK baru bisa mencoblos satu jam sebelum TPS ditutup.


”Situasinya lebih dikarenakan tuntutan massa, jumlah massa yang besar. Kalau tetap mengikuti aturan yang lama, dikhawatirkan bisa menjadi kericuhan,” ujarnya.


Meski demikian, Titi mengingatkan, keputusan untuk memberikan kesempatan kepada pemilih DPK untuk mencoblos lebih awal dengan fleksibilitas dokumen paspor, KTP-el, dan kartu imigrasi justru membuat peluang penggunaan hak pilih ganda sangat besar. Sebab, para pemilih yang sudah menggunakan hak pilih sulit teridentifikasi karena daftar hadir pemilih tidak terdata secara daring. (kompas)

Tags