Bom Cicendo, Pelaku dan Motifnya
Senin pagi, sempat mencekam bagi warga Cicendo, Bandung. Ledakan di Taman Pandawa membuat warga sontak terkejut. Asap mengepul di taman sesaat setelah bom meledak. Letupan di taman itu ternyata belum selesai. Peristiwa yang lebih mencekam menyusul. Pelaku mengacir ke kantor Kelurahan Arjuna yang berjarak cuma 50 meter dari lokasi ledakan, menembakkan senjata api, membuat polisi cukup repot hingga hampir dua jam.
Setelah sekian waktu terlibat baku tembak, polisi akhirnya membekuk terduga pelaku peledakan di Taman Pandawa, Kecamatan Cicendo menjelang pukul 10.30 WIB, Senin, 27 Februari 2017. Peristiwa penangkapan yang tak bisa dibilang mudah, membuat aparat gabungan yang didominasi polisi harus cermat agar bisa melumpuhkan pelaku. Pasalnya, si pelaku yang diketahui berinisial YC, tengah bersembunyi di kantor Kelurahan Arjuna. Dia ternyata siap dengan perlawanan.
Pelaku mengenakan tas ransel hitam yang diduga memuat bahan peledak. Pula dilengkapi dengan senjata api. Alhasil, polisi dibuat harus kerja ekstra keras. Hampir dua jam, akhirnya pelaku bisa ditangkap. Dalam waktu hampir dua jam, si pelaku teror juga sempat membakar gedung kelurahan namun buru-buru dipadamkan oleh aparat dan petugas. Menurut polisi, setelah melakukan pembakaran di lantai atas, pelaku turun ke lantai bawah. Pada saat itu, aparat Detasemen Khusus atau Densus 88 sudah mulai merangsek masuk dari pintu-pintu di bagian depan dan belakang kantor.
“Pelaku sudah bisa dilumpuhkan dan ternyata satu orang dan sekarang dalam pengamanan tim Jibom,” kata Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol. Anton Charliyan di lokasi kejadian, Senin 27 Februari 2017.
Pelaku teror menurut polisi dilumpuhkan setelah terkena tembakan dan sempat kritis saat ditangkap. Tak sampai setengah jam setelah konfirmasi penangkapan pelaku bom, polisi menyatakan bahwa terduga teroris telah meregang nyawa. Dia tertembak karena tetap melawan pada saat penyergapan.
Jenazah lalu diberangkatkan dari Bandung ke RS Polri, Kramat Jati Jakarta pada Senin petang. Sebelumnya, Anton Charliyan sempat mewanti-wanti anak buahnya agar berusaha menangkap terduga pelaku dalam keadaan hidup. Namun kenyataan harus berbeda.
Segera sesudah pelaku dilumpuhkan, polisi menyisir kantor kelurahan untuk memastikan tidak ada bahan peledak tercecer yang bisa mengakibatkan bahaya. Hingga beberapa lama setelah kejadian, warga yang tinggal di sekitar lokasi masih diminta polisi untuk menjauh mengingat lokasi Kelurahan Arjuna, Cicendo merupakan permukiman padat penduduk.
“Sudah tidak ada pelaku lain, kami sudah lakukan olah TKP (tempat kejadian perkara),” kata Anton lagi.
Awalnya, Kadiv Humas Polda Jabar Kombes Pol. Yusri Yunus mengatakan diduga ada dua pelaku pengeboman Taman Arjuna. Namun satu orang pelaku diduga kabur dengan menggunakan sepeda motor. Satu orang yang lalu meregang nyawa itu melarikan diri ke kantor kelurahan yang jaraknya sekitar 50 Meter dari taman.
Pelaku yang diidentifikasi mengenakan kaus, celana pendek, berambut ikal dan membawa tas ransel tersebut, berteriak mengancam para pegawai yang sedang bekerja. Para pegawai kelurahan mau tak mau kabur meninggalkan gedung kantor.
Sementara soal jumlah dua orang pelaku ini belum difinalkan polisi. Kapolda Anton Charliyan mengatakan bahwa pihaknya masih mendalami hal tersebut. Hingga saat ini pelaku teror masih dianggap satu orang.
Untungnya dalam rangkaian teror tiga jam lebih itu, mulai bom taman hingga pembakaran kantor kelurahan, tak ada korban meninggal maupun korban luka. Pelaku, satu-satunya yang tumbang dan tak lama menjemput maut dalam keadaan mengenaskan.
Pemain Lama
Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian yang sedang berada di Surabaya segera merespons aksi terorisme yang terjadi pada akhir bulan Februari itu. Tito mengatakan, si pelaku bukan orang baru dalam dunia terorisme. Pria yang sangat menguasasi penanggulangan terorisme itu mengatakan bahwa pelaku bom Cicendo pernah ditangkap di Aceh beberapa tahun silam. Pada saat itu, Tito masih bertugas di korps elite Densus 88.
“Pelaku sudah kami kenali, pernah berlatih militer di Aceh Besar dan kami tangkap di sana bersama 70 orang lain tahun 2011. Saya sendiri yang pimpin operasinya,” kata Tito di Kampus Universitas Airlangga, Suraba, Jawa Timur, Senin 27 Februari 2017. Namun setelah dipenjara selama tiga tahun, pelaku bom Cicendo tersebut bergabung dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Tito memastikan bahwa Cicendo kini aman dan polisi sudah menyita barang bukti berupa bom panci yang berisi paku. Bom itu disebutnya berdaya ledak rendah. Tito tak membantah adanya pelaku lain yangberhasil kabur. Namun dipastikannya, polisi sudah mengantungi identitas si pelaku lolos. “Tak ada korban dari masyarakat,” kata Tito, mantan Bos Densus 88 tersebut.
Jaringan Pembunuh Intan
Kendatipun aksi terorisme Cicendo, Bandung pada Senin pagi, gagal memakan korban tak berdosa, namun patut menjadi catatan dan jejak yang harus diendus Densus 88 dalam memberantas terorisme. Jaringan pelaku bom Cicendo, JAD yang disebutkan Kapolri adalah jaringan teroris yang baru didirikan pada tahun 2015. Namun pengaruhnya tak bisa dianggap enteng mengingat jaringan ini disokong oleh Negara Islam Irak dan Al-Syam atau ISIS.
JAD adalah organisasi teroris yang sudah diumumkan oleh Amerika Serikat sebagai organisasi teroris berbasis di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS. Pada tanggal 10 Januari tahun 2017, situs resmi Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengumumkan bahwa jaringan tersebut adalah organisasi teroris yang harus diwaspadai.
Pengumuman itu dirilis tak lama setelah adanya aksi terorisme di Indonesia pada akhir tahun 2016 termasuk bom yang meledak di depan Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur. JAD disebutkan adalah jaringan teroris global yang mendapatkan dukungan finansial dari ISIS dan menyiapkan anggota-anggotanya menjadi teroris ISIS.
Jaringan ini adalah gabungan sejumlah radikal yang pernah hidup di Indonesia dan Asia antara lain Mujahid Indonesia Timur, Mujahid Indonesia Barat, Hizbut Tahrir Indonesia dan Jamaah Islamiyah. Jaringan ini dipimpin gembong teroris Bahrumsyahdan dan Aman Abdurrahman. Belakangan, Abdurrahman diketahui sedang menjalani hukuman kurungan.
Jaringan teroris JAD juga disebutkan dalam serangan bom di halam Gereja Oikumene, Samarinda yang menyebabkan gadis cilik berusia tiga tahun, Intan Marbun menjadi korban. Ledakan bom molotov terjadi pada Minggu pagi, 13 November 2016 dan melukai sejumlah anak yang sedang bermain di halam gereja. Intan, salah satu anak yang mengalami luka bakar parah akhirnya mengembuskan napas terakhir pada Senin dini hari, 14 November 2016.
Kepolisian pada saat itu mengatakan bahwa pelaku yang bertanggung jawab atas ledakan bom di Gereja Oikumene itu tak lain adalah JAD, jaringan pendukung ISIS di Indonesia. Aksi terorisme ini dikecam publik Indonesia dan dunia pada saat itu. Simpati “Doa untuk Intan” mengalir selama beberapa waktu.
Motif Pembebasan Tahanan
Aksi terorisme yang menyentak Cicendo pada Senin terus ditelusuri polisi. Dugaan awal sebagaimana tuntutan yang disebut polisi disampaikan pelaku adalah kesal dengan banyaknya sesama pelaku teror yang terus ditangkapi polisi dan kini banyak ditahan oleh Densus 88.
Pelaku yang berasal dari jaringan lama itu kata Irjen Pol Anton Charliyan menuntut agar tahanan Densus, dibebaskan. “Motif ingin membebaskan pelaku yang ada di Densus,” kata Anton Charliyan di Cicendo, Bandung.
Motif ingin menuntut pembebasan ini sekilas tak berbeda dengan tuntutan aksi terorisme di Cicendo lebih dari tiga dekade lalu. Seakan déjà vu ‘kejadian mirip berulang’ seperti yang terjadi pada tahun 1981 kembali mengingatkan publik. Di Cicendo saat itu, terjadi penyerangan kantor aparat yang makan korban.
Pada bulan Maret tahun 1981 terjadi penyerangan terhadap Kantor Kosekta 65 di Kawasan Cicendo. Setidaknya 14 orang yang disebut-sebut bagian kelompok Jemaah Imran menuntut pembebasan anggotanya yang ditahan di Polsek Cicendo. Dalam penyerbuan itu, selain menyerang dan membunuh polisi, terjadi pencurian senjata-senjata api milik Kepolisian.
Jemaah Imran diketahui aliran yang cukup berkembang di Cimahi dan Bandung, Jawa Barat pada tahun 1980. Peristiwa Cicendo ini makin terkenal setelah senjata yang dicuri pada saat itu teridentifikasi digunakan untuk pembajakan pesawat pertama yakni di maskapai Garuda Indonesia 206 pada 31 Maret tahun 1981. Peristiwa terorisme itu dikenal dengan nama Peristiwa Woyla. (Viva.co.id)