Des 06, 2018 11:26 Asia/Jakarta
  • Menlu RI Retno Marsudi.
    Menlu RI Retno Marsudi.

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi mengatakan nilai-nilai demokrasi seperti toleransi dan saling menghargai harus ditanamkan sejak kanak-kanak.

Hal itu disampaikan Retno ketika berbicara di Bali Democracy Students Conference (BDSC) ke-2 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Rabu malam, 5 Desember 2018.

 

Retno menambahkan, nilai-nilai tersebut harus diadopsi oleh generasi muda untuk mencegah konik atau perang.

 

"Generasi muda harus bisa menghormati perbedaan dan toleransi, untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi anak cucu mereka kelak," kata Retno di hadapan 138 peserta yang berasal dari 57 negara seperti dikutip Antaranews.

 

Demokrasi, menurut dia, harus diperjuangkan dan dipelihara dengan sungguh-sungguh, seperti halnya perdamaian. Demokrasi juga tidak lepas dari tantangan yang sulit, seiring meningkatnya populisme, nasionalisme sempit, xenofobia dan anti-pluralisme, bahkan di negara-negara yang demokrasinya sudah matang.

 

"Ini akan berdampak pada rusaknya toleransi dan harmoni sosial kita. Karena itu sudah menjadi tugas kita bersama untuk memastikan agar demokrasi terus berkembang secara inklusif, dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat," ujar Retno.

 

Peran generasi muda dalam perkembangan demokrasi menjadi penting karena mereka adalah agen perubahan dan perdamaian. Menerapkan nilai-nilai demokrasi dan budaya dialog akan menjauhkan generasi muda dari konik, menurut Retno, akan sulit diakhiri ketika sudah terjadi.

 

"Contohnya konik di Afghanistan yang sudah berlangsung selama 40 tahun, sulit sekali diakhiri meskipun kami bekerja keras membantu agar warga Afghanistan bisa hidup dengan damai," tutur Retno.

Menlu RI Retno Marsudi di Bali Democracy Students Conference (BDSC) ke-2, Nusa Dua, Rabu (5/12/2018).

Seorang pelajar asal Afghanistan, Parwiz Mosamim, setuju bahwa demokrasi harus dibangun berdasarkan rasa saling menghormati dan memahami. Sayangnya, di Afghanistan yang menghadapi konik berkepanjangan, demokrasi hanya disambut sebagai fenomena baru tanpa masyarakatnya benar-benar mengerti bagaimana menerapkan nilai-nilai demokrasi.

 

"Jika sebuah negara tidak demokratis, ia tidak akan berkembang karena selalu ada konik," ujar pemuda 24 tahun itu.

 

Lain halnya Afghanistan, mahasiswa yang sedang menempuh studi master di Universitas Padjajaran itu mengaku mengagumi demokrasi yang diterapkan di Indonesia dan India.

 

"Banyak orang dengan latar belakang budaya berbeda, tetapi mereka menghormati satu sama lain. Setiap orang kritis memikirkan masa depan negara mereka, dan buktinya Indonesia terus berkembang saat ini," kata Parwiz.

 

Tags