Menristek Minta Kampus Data Medsos Mahasiswa
(last modified Fri, 26 Jul 2019 07:47:49 GMT )
Jul 26, 2019 14:47 Asia/Jakarta
  • Menteri Ristekdikti, Mohamad Nasir.
    Menteri Ristekdikti, Mohamad Nasir.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan meminta setiap kampus untuk mulai mendata akun media sosial mahasiswa baru, dosen, hingga pegawainya untuk mencegah penyebaran radikalisme.

"Saya ingin pendataan dosen, pegawai, juga mahasiswa, siapa yang terpapar radikalisme. Jangan sampai terjadi radikalisme yang marak terjadi sekarang," kata Menteri Ristekdikti, Mohamad Nasir, di Kantor Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Juli 2019.

Nasir mengatakan ini adalah salah satu upaya lain pemeriksaan, selain memberikan pemahaman terus menerus terkait Pancasila dan bela negara. Adapun dalam prakteknya, kampus hanya akan sebatas melakukan pendataan saja.

Ia menegaskan tak akan membatasi kebebasan berpendapat seluruh kalangan kampus. Mereka akan tetap bebas menyampaikan kritik, saran, atau segala bentuk pendapat. "Yang enggak boleh itu, 'mari kita gerakan khilafah di Indonesia'. Ini akar radikalisme, ini satu contoh saja," kata Nasir seperti dilansir media Tempo.

Menurut Nasir, pendataan nomor telepon dan akun media sosial bisa mempermudah pihak universitas atau pihak berwajib untuk melacak ideologi seseorang. Nasir mengatakan tidak kepentingan apapun selain ingin menangkal radikalisme.

Bentuk-bentuk intoleransi seperti ini, yang menurut Nasir, harus dijauhkan dari lingkungan kampus. Jika kemudian hal ini muncul di kalangan penghuni kampus, maka rektorat bertanggung jawab untuk memanggil dan memberi tahu.

Jika ternyata intoleransi itu berkembang ke arah yang lebih berbahaya, Nasir tak memungkiri akan bekerja sama dengan pihak lain yang lebih berkompeten. Pemerintah akan bisa melacak orang-orang terkait dengan lebih mudah.

"Tapi penelusuran bukan kita. Kami tak punya kemampuan. Bisa saja kerja sama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) atau BIN (Badan Intelijen Negara)," kata Nasir.

"Kami ingin data dulu, mungkin nanti kerja sama dengan BNPT, dan lain-lain. Yang diinginkan, jangan mereka menyebarkan radikalisme, intoleransi di kampus," tambahnya.

Kampus menjadi salah satu tempat berkembangnya radikalisme. Dalam riset SETARA Institute, beberapa di antaranya muncul saat mahasiswa baru pertama kali masuk kampus. Lembaga dakwah khusus, umumnya menjadi sarana awal pengenalan paham ini.

Ilustrasi sosial media.

Menhan Sebut 23,4% Mahasiswa di RI Terpapar Radikalisme

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyebut sekitar 23 persen Mahasiswa terpapar radikalisme dan setuju pembetukan negara Khilafah. Untuk mencegah hal itu, Ryamizard merencanakan akan menghidupkan kembali resimen mahasiswa (Menwa) di perguruan tinggi.

"Saya selalu berpandangan jauh ke depan, kalau ini dibiarkan, ini sudah 3 persen TNI. BUMN banyak, PNS juga banyak, kemudian mahasiswa, siswa banyak. Ini kalau dibiarkan terus berlipat-lipat," ujar Ryamizar di Kementerian Pertahanan (Kemhan), seperti dikutip dari situs detikNews.

Ryamizard memaparkan, sekitar 23,4 persen mahasiwa setuju dengan jihad dan memperjuangkan negara Islam atau Khilafah, sedangkan di tingkat SMA sekitar 23,3 persen. Sementara itu 18,1 persen pegawai swasta memgatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila, 19,4 persen PNS dan 9,1 pegawai BUMN.

Ia menilai, apabila paham radikalisme itu masih terpelihara bukan tidak mungkin 30 tahun mendatang negara ini akan hancur. Menurutnya masa depan bangsa ada di tangan mahasiwa dan anak muda. (RM)

Tags