Peningkatan Jumlah Kasus COVID-19 dan Berita Vaksin Virus Ini
(last modified Sat, 29 Aug 2020 10:56:34 GMT )
Aug 29, 2020 17:56 Asia/Jakarta
  • Peningkatan Jumlah Kasus COVID-19 dan Berita Vaksin Virus Ini

Jumlah pasien yang sembuh dari infeksi Virus Corona, COVID-19 di Indonesia terus bertambah.

Berdasarkan data pemerintah yang masuk hingga Sabtu (29/8/2020) pukul 12.00 WIB tercatat ada penambahan 1.902 orang pasien sembuh dalam 24 jam terakhir, sehingga jumlah total pasien sembuh dari COVID-19 berjumlah 122.802 orang.

Informasi ini disampaikan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 melalui data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dikutip Kompas Sabtu sore.

Mereka dinyatakan sembuh setelah dua kali dinyatakan negatif COVID-19 melalui pemeriksaan laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR).

Kendati demikian, data yang sama juga menunjukan ada penambahan pasien positif COVID-19 sebanyak 3.308 orang dalam 24 jam terakhir.

Angka tersebut merupakan penambahan paling tinggi sejak kasus pertama COVID-19  diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.

Penambahan itu membuat pasien yang terjangkit COVID-19 di Indonesia mencapai 169.195 orang sejak kasus perdana diumumkan 2 Maret 2020.

Penambahan 3.308 orang ini merupakan hasil dari pemeriksaan spesimen sebanyak 28.905 dari 21.166 orang dalam satu hari.

Pasien yang dinyatakan meninggal dunia akibat COVID-19 juga bertambah 92 orang dalam 24 jam terakhir. Dengan demikian total pasien yang meninggal dunia akibat Virus Corona kini berjumlah 7.261 orang. 

 

Vaksin Virus Corona

Ahli epidemiologi dari Universitas North Carolina, Amerika Serikat, Juhaeri Muchtar mengatakan, masyarakat dan pemerintah berharap vaksin COVID-19 bisa diproduksi akhir tahun 2020 atau awal tahun 2021. Namun, dia mengingatkan, agar masyarakat dan pemerintah tak terlalu euforia seolah vaksin COVID-19 di Indonesia sudah mulai diproduksi. Euforia itu berdampak pada pengabaian protokol kesehatan.

"Cuma jangan jadi euforia seolah-olah vaksin sudah ada di sini sehingga penduduk menjadi longgar, oh vaksin sudah di depan mata yuk kita belanja lagi, saya pikir peran pemerintah jangan sampai itu jadi euforia," kata Juhaeri dalam diskusi secara daring bertajuk 'Jakarta dan Dunia Memerah Lagi' pada Sabtu (29/8/2020) seperti dilansir Kompas.

Juhaeri mengatakan, dari segi ilmiah proses pembuatan vaksin memakan waktu berbulan-bulan. Menurut Juhaeri, meski vaksin siap diproduksi, prosesnya tidak mudah.

"Setelah pengujian terakhir yang ke-3 prosesnya akan berbulan-bulan sampai kita siap, kalau kita sudah siap itu enggak gampang diproduksi alat suntik ya enggak gampang diproduksi, jadi hal-hal itu perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Tim riset vaksin COVID-19 akan mempercepat proses pemeriksaan para relawan dengan menambah frekuensi pengetesan. Targetnya, agar vaksin itu bisa mulai diproduksi oleh Biofarma pada akhir tahun nanti.

Hal itu diungkapkan Ketua Tim Riset Vaksin dari Fakultas Kedokteran Unpad Kusnandi Rusmil di Puskesmas Garuda, Kota Bandung, Selasa (26/8/2020) kemarin.

Menurut Kusnadi, saat ini tim riset akan menambah pemeriksaan relawan hingga dua kali lipat.

"Jadi umpamanya dalam satu tempat penelitian itu dimulai pukul 11.00 WIB, nah nanti kita minta dua kali dari jam 11 sampai jam 15.00 WIB misalnya. Jadi surveinya dua kali lipat lebih cepat," ujar Kusnandi.

Dengan menambah jumlah pemeriksaan, kata dia, pada bulan Oktober mendatang laporan hasil tes sudah tersusun.

"Sehingga pada akhir tahun ini kita bisa siap produksi vaksin," tambahnya. Ia menjelaskan, uji klinis dikebut lantaran sampai saat ini belum ada obat yang secara ilmiah dan efektif bisa menyembuhkan pasien yang terpapar COVID-19.

"Kita belum punya obat, orang sudah bergelimpangan, jadi saya butuh subyek yang cukup, jadi ditambah saja subjeknya. Jadi sudah memenuhi kriteria daripada statistik," kata guru besar Universitas Padjadjaran itu.

Sejauh ini, lanjut Kusnandi, belum ada keluhan yang dirasakan oleh subjek yang telah disuntikkan kandidat vaksin tersebut. Meski demikian, proses pemantauan akan tetap dilaksanakan untuk melihat kemungkinan adanya efek samping.

"Happy-happy saja mereka, bisa jalan kemana-kemana. Malah saat kita telepon bagaimana reaksinya, biasa saja. Dia bilang, 'saya lagi jalan-jalan' kemana gitu, tetap kita pantau semuanya," pungkasnya. (RA)