Memperhatikan Protokol Kesehatan Shalat Idul Fitri Berjamaah
Sebelum memutuskan untuk shalat Idul Fitri secara berjamaah, setiap orang harus memastikan dirinya betul-betul sehat dan bebas dari COVID-19 demi kepentingan bersama.
Karenanya, seseorang dapat mengikuti shalat Idul Fitri berjamaah tanpa ada kekhawatiran mengenai kondisi kesehatan atau daya tahan tubuhnya sehingga dapat terkena virus Covid-19, maka dia boleh melakukannya dengan memperhatikan beberapa hal.
Langkah pertama, tentus saja orang yang ingin melakukan shalat Id berjamaah hendaknya mengikuti tes usap cepat (rapid test) atau tes usap PCR. Gunanya untuk meyakinkan diri sendiri bahwa kita bebas dari Covid-19.
Penting juga untuk memilih tempat shalat yang terbuka di luar ruangan, seperti di lapangan di mana jarak antar jamaah diatur kurang lebih 1,5 meter hingga 2 meter. Jamaah juga harus pandai memilih tempat ibadah yang sudah menerapkan protokol kesehatan untuk menekan risiko penyebaran virus. Pastikan tempat ibadah menyediakan tempat cuci tangan khusus, mengukur suhu jamaah, membatasi kapasitas maksimal orang di dalam ruangan hingga 50 persen.
Juga pilih tempat ibadah yang memiliki media pengumuman protokol kesehatan untuk seluruh jamaah, baik itu lewat spanduk, selebaran atau audio.
Peralatan ibadah seperti sajadah, sarung atau mukena harus dibawa sendiri dari rumah. Masker juga harus selalu dipakai. Bila terpaksa dilepas untuk sementara, misalnya karena harus berwudhu, individu harus tahu cara pakai dan lepas yang benar.
Setiap orang harus membawa hand sanitizer atau rutin cuci tangan di tempat yang tersedia, sebaiknya wudhu langsung dari rumah masing-masing.
Tidak seperti masa sebelum pandemi di mana jamaah bisa saling bersalaman setelah shalat, Idul Fitri di tengah COVID-19 harus dijalankan tanpa kontak fisik dengan orang lain. Penting untuk menghindari sentuhan, baik bersalaman atau berpelukan dengan orang lain, atau benda-benda di sekeliling. Hindari juga kerumunan orang.
Mengapa mengikuti Prokes Sangat Penting?
Beberapa waktu lalu, E484Q dengan sedikit banyak ada kemiripan dengan mutasi E484K yang pertama kali di deteksi di Afrika Selatan dan Brazil, kemudian B1351 dan B117, misalnya sudah ditemukan di Indonesia. Mutasi dan varian ini diketahui lebih menular ketimbang virus aslinya, sehingga mungkin saja berpengaruh pada efikasi vaksin.
Dokumen resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut vaksin AstraZeneca kemungkinan kurang efektif untuk B1351, sementara belum ada laporan penelitian yang cukup memadai tentang efikasi Sinovac dan Sinopharm terhadap varian baru ini.
Walau begitu, para pakar sepakat protokol kesehatan secara ketat menjadi hal wajib demi menurunkan angka penularan dan menghindari klaster baru COVID-19, termasuk saat Lebaran.
Oleh karena itu, para pakar kesehatan membolehkan Anda menunaikan shalat Idul Fitri atau Id di luar rumah secara berjamaah pada masa pandemi, ketika berbagai varian serta mutasi corona muncul saat ini, asalkan Anda mematuhi beberapa syarat terkait protokol kesehatan.
Dengan demikian, ada tidaknya varian corona Anda tetap harus menjaga jarak setidaknya satu meter dengan orang lain dan semua orang harus mengenakan masker termasuk saat shalat Id. Hal ini sebenarnya juga berlaku saat Anda melaksanakan shalat tarawih selama Ramadhan dan shalat wajib berjamaah di masjid.
Anda dan pihak penyelenggara shalat Id penting untuk memperhatikan areanya apakah masuk zona merah atau bukan, banyak pendatang dari luar area atau tidak sehingga risikonya dapat dinilai.
Hal ini sesuai dengan isi surat edaran dari Kementerian Agama tentang panduan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri yang menyatakan kegiatan-kegiatan ibadah dengan kapasitas 50 persen ruangan untuk wilayah berzona hijau dan kuning. Sementara untuk wilayah yang masuk zona merah dan oranye, maka segala macam kegiatan ibadah dilarang karena dikhawatirkan akan menyebabkan klaster baru penularan di masyarakat.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga sudah mengatakan, pelaksanaan shalat Id (berjamaah) hanya boleh dilakukan di zona hijau dan kuning dengan protokol kesehatan dan pembatasan 50 persen jemaah.
Soal Masker Sebelum Shalat
Lebih khusus mengenai masker, para pakar kesehatan mengutamakan masker bedah yang pas di wajah ketimbang masker kain. Masker bisa menghalangi partikel air liur yang keluar dari mulut dan hidung mengenai orang lain.
Masker bedah khususnya memiliki kemampuan filtrasi lebih baik dengan memblokir partikel lebih kecil dan menawarkan lebih banyak perlindungan pada pemakainya daripada masker kain satu lapis. Fungsi ini akan baik apabila Anda mengenakannya secara benar, termasuk menggantinya rutin.
Tentu saja semua diwajibkan memakai masker dan tidak dilepas hingga kembali ke rumah masing-masing. (Antaranews)