Eropa, Dikotomi HAM dan Klaim Palsu Perang Melawan Terorisme
(last modified Tue, 13 Jul 2021 03:20:18 GMT )
Jul 13, 2021 10:20 Asia/Jakarta

Duta Besar Slovenia untuk Tehran Kristina Radej dipanggil ke Kementerian Luar Negeri Iran pada hari Minggu(11/07/2021) untuk secara resmi diberitahu tentang protes keras Republik Islam Iran terhadap pernyataan yang tidak dipertimbangkan dan tuduhan bodoh Perdana Menteri Slovenia terhadap Iran pada pertemuan di kelompok teroris munafikin.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif juga menelepon Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa dan menyampaikan kecaman atas langkah Perdana Menteri Slovenia yang tidak dapat diterima dalam pertemuan virtual Kelompok Teroris Munafikin (MKO).

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell dan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif

Kelompok Teroris Munafikin mengadakan konferensi di Albania pada hari Sabtu (10/07/2021) dengan partisipasi anggotanya. Sejumlah anggota parlemen, pejabat dan mantan menteri dari Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa berpartisipasi dalam pertemuan itu melalui konferensi video.

Perdana Menteri Slovenia Janez Jansa, yang telah menjabat sebagai presiden bergilir Uni Eropa sejak 1 Juli, juga membuat tuduhan tak berdasar terhadap Iran dalam pidatonya di pertemuan itu dalam sebuah langkah yang bertentangan dengan kebiasaan diplomatik.

Salah satu pembicara di pertemuan itu adalah mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo. Ia memuji tindakan kelompok teroris MKO, yang dikecam karena secara langsung membunuh ribuan orang di Iran.

Kelompok teroris MKO, yang mendapat dukungan keuangan dan politik dari negara-negara yang mendukung terorisme. Di masa lalu, mereka juga telah memberikan uang dan suap kepada politisi asing untuk berpartisipasi dalam pertemuan mereka.

Parsa Jafari, analis politik dalam sebuah catatan berjudul "Dikotomi Hak Asasi Manusia yang Menjijikkan di Eropa" menulis:

"Sikap ganda hak asasi manusia Eropa dianggap sebagai paradoks terbesar abad ini. Pembahasan rencana tuduhan Eropa terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan keterlibatannya di berbagai negara menunjukkan bahwa mereka menggunakan masalah ini sebagai alat tekanan politik di negara lain kapan saja ketika kepentingan mereka membutuhkannya."

Intensifikasi tren ini menjelang awal masa jabatan baru kepresidenan Iran dan pada saat yang sama meningkatnya tekanan pada negosiasi JCPOA untuk memaksakan pandangan sepihak Barat pada Iran masih punya hubungan dengan tujuan ini.

Sekalipun kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa sama sekali tidak mempertimbangkan pernyataan Perdana Menteri Slovenia sebagai sikap Uni Eropa dalam hubungan dengan Republik Islam Iran, tetapi kenyataannya Eropa dipengaruhi oleh pola perilaku AS terhadap Iran. Pengaruh ini disertai dengan kontradiksi yang jelas dalam hal ini. Menampung teroris terkenal di wilayahnya menunjukkan salah satu dikotomi tersebut.

Penghapusan MKO dari daftar organisasi teroris Uni Eropa dan alokasi puluhan juta euro dalam bentuk bantuan ke organisasi ini serta relokasi mereka ke negara-negara seperti Albania dan Prancis menunjukkan dukungan penuh yang berkelanjutan dari Barat untuk terorisme.

Kontradiksi ini menjadi lebih jelas ketika penuntut hak asasi manusia ini terus mendukung pembunuhan anak-anak dan rezim pro-teroris dengan menjual senjata, meskipun ada kecaman global atas kejahatan rezim Saudi dan Zionis.

Sikap pasif Eropa terhadap penindasan dan pembunuhan protes rasis di Amerika Serikat, serta kebungkaman Uni Eropa atas pelanggaran yang meluas terhadap hak-hak dasar dan fundamental pengungsi dan imigran dan perlakuan rasis terhadap etnis dan agama minoritas, terutama Muslim, merupakan kontradiksi lain ada dalam catatan hak asasi manusia Eropa.

Dengan catatan seperti itu, para penuntut hak asasi manusia ini mengungkapkan keprihatinan tentang penderitaan rakyat Iran dalam pernyataan mereka. Pertanyaannya adalah apakah kekhawatiran tersebut sepadan dengan tindakan ganda dan sikap Eropa dan Amerika Serikat?

Sejatinya, Amerika Serikat dan sekutu Eropanya telah dengan tepat menyimpulkan bahwa kebijakan tekanan maksimum, sanksi dan teror terhadap Iran adalah proyek yang gagal. Oleh karena itu, mereka berusaha mempertahankan tekanan politik terhadap Iran dengan sekuat tenaga dengan mengambil pendekatan yang maksimal terhadap arus Iranophobia dan menghadirkan pameran kekhawatiran dalam bentuk hak asasi manusia dan kebebasan politik.

Tekanan maksimum

Intensifikasi tren ini menjelang awal masa jabatan baru kepresidenan Iran dan pada saat yang sama meningkatnya tekanan pada negosiasi JCPOA untuk memaksakan pandangan sepihak Barat pada Iran masih punya hubungan dengan tujuan ini.