Manusia 250 Tahun: Pendahuluan (Bagian Pertama)
(last modified Sun, 05 Jun 2016 07:36:24 GMT )
Jun 05, 2016 14:36 Asia/Jakarta
  • Ayatullah Sayid Ali Khamenei
    Ayatullah Sayid Ali Khamenei

Keterasingan para Imam as tidak terbatas pada periode kehidupan mereka saja, tapi selama berabad-abad tidak adanya perhatian pada dimensi penting dan mungkin utama dari kehidupan mereka menjadi keterasingan historis mereka berlanjut hingga kini.

Sudah barang tentu banyak buku dan tulisan selama ratusan tahun dan memiliki nilai luar biasa. Karena mampu menyimpan kumpulan riwayat tentang kehidupan mereka bagi generasi akan datang. Akan tetapi unsur "perjuangan politik yang genting" yang membentuk garis kontinu kehidupan para Imam as selama 250 tahun hilang di sela-sela riwayat dan syarah yang membahas sisi keilmuan dan spiritual.

Kehidupan para Imam as harus kita jadikan pelajaran dan teladan, bukan hanya satu kenangan luar biasa dan tak ternilai. Nah, ini hanya bisa diraih dengan memperhatikan metode dan perilaku politik mereka. Saya pribadi sangat menyukai dimensi dari kehidupan para Imam as ini. Bagus juga bila saya sampaikan bahwa pikiran ini muncul pada 1350 HS dan di masa kesulitan sebuah ujian dan cobaan besar. Sekalipun sebelum itu saya punya perhatian kepada para Imam as sebagai para pejuang besar yang berkorban demi meninggikan kalimat Tauhid dan membentuk pemerintahan ilahi. Tapi waktu itu ada poin yang kemudian menjadi jelas bagi saya. Kehidupan para Imam as, sekalipun memiliki perbedaan lahirian, bahkan terkadang dirasakan ada kontradiksi antara sebagian dari kehidupan mereka, tapi secara keseluruhan semuanya merupakan satu gerakan panjang yang berkelanjutan. Dimulai dari tahun ke-10 Hijrah dan berlanjut hingga 250 tahun dan berakhir pada tahun 260 HQ, tahun dimulainya Gaib Sugra, dalam kehidupan para Imam as.

Para Imam as merupakan satu kesatuan. Satu kepribadian. Tidak ada yang meragukan bahwa tujuan dan orientasi mereka adalah satu. Dengan demikian, daripada kita menganalisa secara terpisah kehidupan Imam Hasan as, begitu juga Imam Husein as dan Imam Sajjad as, dimana terkadang kita terjebak dalam kesalahan yang berbahaya, karena sejarah tiga Imam as ini secara lahiriah berbeda, bahkan kontradiksi, maka pertama yang kita lakukan adalah mengasumsikan mereka sebagai satu manusia yang berusia 250 tahun. Pada tahun 11 Hijriah melangkahkan kakinya dan berjalan terus hingga tahun 260 HQ.

Seluruh gerakan manusia agung dan maksum ini dapat dipahami dan dijustifikasi dengan cara pandang ini. Setiap manusia yang memiliki akal dan kebijaksanaan, sekalipun bukan maksum, dalam sebuah gerakan jangka panjang memiliki taktik dan kewenangan lokal. Terkadang ia merasa penting untuk bergerak cepat, tapi di lain waktu harus perlahan, bahkan mungkin ia memutuskan untuk mundur secara bijak. Tapi sikap mundur yang diambilnya itu menurut orang yang mengetahui ilmu, kebijakan dan tujuannya, dinilai sebagai satu gerakan ke depan. Dengan cara pandang ini, kehidupan Amirul Mukminin as dengan kehidupan Imam Hasan as, dengan kehidupan Imam Husein as dengan kehidupan Imam Ridha as hingga tahun 260 HQ merupakan satu gerakan berkesinambungan. Saya baru memahami masalah ini pada tahun itu dan dengan cara pandang ini saya memasuki kehidupan mereka. Sekali lagi saya mencoba melihat dan semakin jauh berjalan, cara pandang ini membenarkannya. Mencermati kehidupan berkelanjutan dari para Imam as dengan orientasi politik dapat dikaji dalam pembahasan tersendiri dan saya akan membahasnya Insya Allah. Saya akan menjelaskan secara terperinci tentang masalah ini.

Pertama, apa yang dimaksud dengan perjuangan politik atau perjuangan genting politik yang kita nisbatkan kepada para Imam as

Maksudnya adalah perjuangan para Imam Maksum as tidak terbatas pada perjuangan keilmuwan, keyakinan dan teologi, seperti perjuangan teologi yang dapat disaksikan dalam sejarah Islam. Seperti Mu'tazilah, Asya'irah dan lain-lain. Tujuan mereka tidak terbatas pada pembahasan, pelajaran, penjelasan hadis, mengutip ajaran atau menyampaikan hukum Islam. Mereka tidak ingin membuktikan seratus persen aliran teologi atau fiqih yang berafiliasi kepada mereka dan memahamkannya kepada yang menentang mereka. Tujuan mereka lebih dari semua ini. Manusia ternyata tidak melihat satu perjuangan bersenjata dalam sejarah kehidupan para Imam as, seperti yang dapat disaksikan pada perjuangan Zaid dan keluarganya, begitu juga keturunan Imam Hasan as dan sebagian keluarga Ali Ja'far dan yang lain-lain.

Benar para Imam as tidak menyalahkan mereka secara mutlak, sekalipun menyalahkan sebagian dengan alasan di luar dari perjuangan bersenjata. Para Imam as mengakui sebagian perjuangan bersenjata itu dan bahkan berperan serta di balik front perjuangan. Imam Shadiq as berkata, "Saya ingin sekali menanggung biaya mereka yang keluar untuk berperang dari keluarga Muhammad Saw."[1] Para Imam as memberikan bantuan seperti keuangan, kehormatan, tempat, persembunyian dan yang seperti ini. Tapi mereka sendiri sebagai Imam Maksum as tidak pernah terlibat secara langsung dalam perjuangan bersenjata. Perjuangan politik, bukan yang pertama dan bukan yang kedua, merupakan perjuangan dengan satu tujuan politik. Lalu apa tujuan politik itu? Tujuannya adalah membentuk "Pemerintahan Islam" atau dengan ungkapan kita adalah "Pemerintahan Alawi".

Para Imam as sejak wafatnya Rasulullah Saw hingga tahun 260 HQ senantiasa berusaha untuk menciptakan pemerintahan ilahi di tengah masyarakat Islam. Ini adalah asumsi utama. Tapi kita tidak bisa mengatakan bahwa mereka ingin mendirikan pemerintahan Islam di masanya, yakni setiap Imam di zamannya. Karena ada masa depan untuk jangka menengah dan panjang, sementara untuk kasus-kasus tertentu juga ada jangka pendeknya. Sebagai contoh di masa Imam Hasan as, menurut saya merupakan usaha untuk menciptakan pemerintahan Islam untuk masa depan jangka pendek. Imam Hasan as ketika menjawab orang-orang seperti Musayyib bin Najabah dan lainnya yang bertanya mengapa engkau diam, berkata, "Dan aku tiada mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai kepada suatu waktu."[2] Di masa Imam Sajjad menurut saya upaya mendirikan pemerintahan Islam untuk masa depan jangka menengah. Saya akan membawakan bukti dan kajian dalam masalah ini. Di periode Imam Baqir as, kemungkinan terbesarnya adalah untuk masa depan jangka pendek. Pasca syahadah Imam Ridha as, sangat mungkin semua perjuangan politik demi mendirikan pemerintahan Islam untuk masa depan jangka panjang. Kapan itu akan terjadi? Ada perbedaan, tapi senantiasa ada tujuan yang sama. Inilah perjuangan politik.

Semua perilaku dan perbuatan para Imam as, selain pekerjaan spiritual dan ruh yang berhubungan dengan upaya meninggikan jiwa manusia dan kedekatannya dengan Allah, seperti pelajaran, hadis, ilmu, teologi, berdialog, pengasingan, dukungan terhadap satu kelompok dan menolak yang lain, semuanya berada dalam garis ini. Mereka semua ingin membentuk pemerintahan Islam. Ini asumsi! (28/4/1365) (Saleh Lapadi)

Sumber: Ensan 250 Saleh, Bayanat Magham Moazzam-e Rahbari Darbaraye Zendegi Siyasi-Mobarazati Aemmeh Masoumin as, 1391 HS, Tehran, Moasseh Iman Jahadi.

____________________

[1]. Bihar al-Anwar, jilid 46, hal 172.

[2]. QS. al-Anbiya: 111.

Tags