Iran dan Gencatan Senjata di Yaman
-
Perang di Yaman
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran mengatakan, Iran menyambut dan berbulan-bulan mengharapkan gencatan senjata di Yaman.
Saeed Khatibzadeh Senin (4/4/2022) menambahkan Iran sejak berbulan-bulan lalu mendorong Arab Saudi untuk mengakhiri aksinya di Yaman; Kini gencatan senjata di Yaman harus disertai negosiasi internal Yaman serta akses bantuan kemanusiaan bagi mereka.
Pemerintah Penyelamatan Nasional Yaman dan Koalisi Saudi menyetujui usulan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait gencatan senjata dua bulan yang diberlakukan mulai 2 April 2022.
Arab Saudi melalui Koalisi Arab termasuk Uni Emirat Arab (UEA) melancarkan agresi ke Yaman sejak 26 Maret 2015. Agresi ini atas lampu hijau Amerika Serikat. Alasan serangan Koalisi Saudi ke Yaman adalah mengembalikan pemerintahan Abd Rabbu Mansur Hadi yang mengundurkan diri dan lari dari Yaman ke tampuk kekuasaan. Tapi tujuan sebenarnya adalah untuk meraih tujuan dan ketamakan politik Arab Saudi.

Pendekatan Republik Islam Iran terkait krisis Yaman adalah mendukung solusi politik untuk mengakhiri perang di negara ini, dan kini seperti yang diungkapkan jubir Kemenlu Iran, penerapan gencatan senjata harus dapat menjadi peluang bagi dimulainya inisiatif politik guna menyelesaikan krisis Yaman.
Iran setelah agresi militer Koalisi Saudi ke Yaman pada 26 Maret 2015, merespon agresi ini dan menekankan urgensi solusi politik dan dialog Yaman-Yaman.
Iran pertama-tama menggulirkan empat butir usulan politik untuk menyelesaikan krisis Yaman pada 17 April 2015. Gholamali Khoshroo, wakil tetap Iran saat itu di PBB berunding dengan Jan Eliasson, deputi sekjen PBB terkait krisis Yaman. Di pertemuan tersebut Gholamali Khoshroo menyampaikan surat menlu Iran terkait krisis Yaman.
Di surat tersebut, Republik Islam Iran menekankan, konflik Yaman tidak memiliki solusi militer, dan solusi untuk menerapkan perdamaian dan stabilitas di Yaman hanya diraih dengan menciptakan kondisi ketika seluruh partai Yaman tanpa intervensi asing mampu membentuk pemerintahan persatuan nasional dan inklusif. Di surat ini juga ditekankan gencatan senjata dan dihentikannya segera serangan militer asing.
Hisham Sharaf, menteri luar negeri Pemerintahan Penyelamatan Nasional Yaman di statemennya terkait usulan Iran mengatakan, "Rencana Republik Islam Iran untuk menyelesaikan krisis Yaman, baik di masa lalu atau saat ini, adalah kunci menyelesaikan krisis Yaman."
Republik Islam Iran selama beberapa bulan terakhir dengan tujuan mengurangi penderitaan rakyat Yaman, meningkatkan upaya diplomatiknya untuk menerapkan gencatan senjata di Yaman. Sekaitan dengan ini, Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian pada 10 Januari 2022 di kunjungannya ke Qatar bertemu dengan Mohammad Abdulsalam, juru runding senior Yaman, serta menekankan pencabutan blokade dan diakhirinya perang terhadap negara ini.
Menlu Iran pada 3 April juga berunding dengan Sekjen PBB, Antonio Guterres terkait krisis Yaman. Ali Asghar Khaji, penasihat senior menlu Iran bidang politik selama beberapa bulan terakhir menggelar berbagai lobi dengan sejumlah pejabat Eropa serta Utusan khusus sekjen PBB untuk Yaman, Hans Grundberg.
Jelas perang yang dikobarkan Arab Saudi terhadap Yaman memiliki biaya besar militer dan ekonomi bagi negara tersebut dan kondisi medan perang juga secara bertahap berubah menguntungkan muqawama Yaman. Militer bersama komite rakyat Yaman melanjutkan perjuangan mereka, dan berhasil memproduksi senjata canggih seperti rudal balistik dan drone. Dengan demikian kekalahan di antara militer Arab Saudi semakin tampak, serangan terbaru drone dan rudal pasukan Yaman ke wilayan Arab Saudi termasuk instalasi minyak Aramco adalah contoh dari peningkatan kemampuan militer dan ofensif militer Yaman yang berhasil memberi kerugian miliaran dolar kepada Riyadh. Di kondisi seperti ini, ketika serangan Yaman mendarat di kedalaman wilayah Arab Saudi, pejabat Riyadh menginginkan gencatan senjata.
Abdul Bari Atwan, editor Koran Rai al-Youm menyebut perang Yaman sebagai kesalahan strategis terbesar yang dilakukan pemimpin Arab Saudi, dan bangsa Yaman membayarnya dengan darah anak-anak mereka. (MF)