Protes atau Kerusuhan; Prioritas Hukum dalam Perilaku Protes
Selama dua pekan terakhir dan setelah instabilitas serta kerusuhan di sejumlah kota Iran yang mayoritasnya berlanjut karena provokasi musuh dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian finansial di Iran, keharusan untuk menjaga hukum dan undang-undang selama protes menjadi perhatian serius.
Di pasal 27 konstitusi Republik Islam Iran disebutkan, "Aksi konsentrasi dan pawai tanpa membawa senjata dibebaskan dengan syarat tidak melanggar prinsip Islam." Sementara itu, dicatatan 2 butir 6 undang-undang partai disebutkan bahwa penyelenggaraan pawai adalah bebas dengan pemberitahuan kepada Departemen Dalam Negeri, tanpa membawa senjata dengan syarat tidak melanggar prinsip Islam menurut indentifikasi komisi butir 10 dan juga penyelenggaraan konsentrasi di bundaran dan taman umum diperbolehkan dengan ijin Departemen Dalam Negeri."
Dengan demikian selama beberapa tahun lalu banyak digelar berbagai aksi konsentrasi serikat buruh di depan gedung kepresidenan atau parlemen Iran, dan para demonstran memaparkan kritikan dan tuntunta serikat mereka, serta aksi ini tidak berujung pada kerusuhan.
Transformasi dua pekan terakhir yang tentunya keluar dari koridor hukum terus berlanjut; Aksi kerusuhan ini dengan alasan memprotes atas meninggalnya seorang gadis Iran dari Kurdi, membuat anasir bayaran dan teroris yang berafiliasi dengannya memanfaatkan kondisi saat ini untuk mengobarkan friksi, disintegrasi dan menciptakan perpecahan di tengah masyarakat. Mereka berusaha mengadu berbagai etnis dan lapisan masyarakat dengan pemerintah, padahal kasus kematian gadis Kurdi Iran ini tengah dikaji oleh pihak yang berwenang dan hasilnya akan diumumkan dalam beberapa hari mendatang.
Oleh karena itu, aksi-aksi yang berujung pada gugurnya sejumlah aparat penegah gukum dan perusakan properti publik, atau slogan-slogan yang merusak struktur dan menghina kesucian Islam yang terjadi selama beberapa hari terakhir, bukan dalam kodidor hukum dan juga tidak dapat disebut sebagai aksi protes.
Bahkan negara-negara yang mengklaim kebebasan berpendapat dan demokrasi juga menindak perilaku seperti ini; Misalnya 25 September ketika para perusuh di Inggris dan Prancis dengan alasan protes dan menentang pemerintah Republik Islam Iran, berencana menyerang tempat-tempat diplomatik Iran di London dan Paris, mereka mendapat perlawanan dari pasukan anti huru-hara dan sejumlah dari mereka ditangkap.
Sekaitan dengan ini, Presiden Iran, Sayid Ebrahim Raisi terkait peristiwa terbaru seraya menjelaskan bahwa harus ada perbedaan yang jelas antara protes dan kerusuhan, mengungkapkan, ada kalanya ada protes, kritik, dan ucapan yang menentang, yang tidak ada salahnya dan harus didengar, dan mendengarnya membantu memperbaiki keadaan, tetapi kerusuhan dan mengganggu keamanan negara serta melanggar hak milik dan kehidupan orang tidak diterima dengan cara apapun di manapun di dunia.
Oleh karena itu, di Republik Islam Iran, ada dasar hukum untuk protes dan kritik rakyat, dan jika orang mengkritik metode yang berlaku di masyarakat dan kebijakan pemerintah, mereka dapat mengungkapkan penolakannya dan bahkan mengajukan proposal untuk mengubah metode. Selain itu, sebuah draf saat ini sedang dipertimbangkan di Komisi Urusan Dalam Negeri negara dan dewan-dewan di parlemen yang tujuannya adalah untuk menciptakan platform yang sesuai untuk mengekspresikan keberatan orang-orang mengenai berbagai masalah di negara ini, di mana berdasarkan draf tersebut akan disediakan kondisi dan kemungkinan kritik dan protes dalam kerangka hukum.
Presiden Iran juga seraya menyinggung dukungan dan penekankan Rahbar pada pembentukan kursi-kursi yang berpikiran bebas, menegaskan, jika seseorang memiliki pendapat yang berlawanan di suatu tempat, tidak ada masalah dalam mengungkapkan pendapatnya, tetapi mengungkapkan pendapat bukanlah kerusuhan. Kita harus menyediakan tribun untuk mengungkapkan pendapat, kritik, keberatan yang bertentangan sepenuhnya di iklim terbuka, pemerintah pasti akan percaya. (MF)