Syuhada Agresi Rezim Zionis terhadap Iran
Syahid Moradi; Perwra yang Memprioritaskan Shalat Awal Waktu
Syahid Mohammad Moradi, yang dikenal sebagai Syahid Iqtadar Syahid Keteguhan), gugur pada 25 Khordad (15 Juni) dalam serangan udara rezim Zionis terhadap Gedung Mina di Jalan Sabounchi, Tehran.
Ia lahir pada 4 September 1979 (13 Shahrivar 1358) di kawasan Kianshahr, Tehran. Moradi meninggalkan seorang istri dan dua anak — seorang putri berusia 17 tahun dan seorang putra berusia 11 tahun.
Kenangan dari Keluarga
Menurut laporan Pars Today yang dikutip dari Hamshahri Online, Fatemeh Moradi, saudari sang syahid, mengenang hari tragis itu:
“Ketika perang dimulai, kami tidak meninggalkan Tehran. Ayah dan ibu juga tetap bersama kami. Tapi ibu saya dalam kondisi mental yang rapuh, dan kabar perang membuatnya makin gelisah. Pada hari kakak saya syahid, kami berencana membawanya ke utara Iran agar suasana hatinya berubah, tapi ia tidak mau. Sejak pagi, ibu gelisah; ia berkali-kali mencoba menghubungi Mohammad, tapi tak ada jawaban. Ia terus berkata, ‘Pasti sesuatu telah terjadi.’”
Keluarga akhirnya berhasil membujuk sang ibu untuk berangkat, namun tak lama kemudian berita serangan ke Gedung Mina membuat mereka membatalkan perjalanan.
“Ketika mendengar kabar serangan, kami segera menuju tempat kerja kakak saya. Di sana kami diberi tahu bahwa ia terluka dan dibawa ke Rumah Sakit Baqiyatallah. Kami merasa lega karena masih ada harapan. Tapi pukul 10:30 malam, kabar syahidnya dikonfirmasi.”
Pribadi yang Rendah Hati dan Dermawan
Fatemeh menggambarkan sang kakak sebagai pribadi rendah hati, religius, dan penuh kasih:
“Mohammad selalu mencium tangan dan kaki ayah-ibu kami. Ia percaya segala keberkahan hidupnya berasal dari doa mereka. Ia peduli pada semua orang — keluarga, tetangga, bahkan orang asing. Setelah kepergiannya, banyak kerabat menempelkan fotonya di kaca mobil mereka. Salah satu sepupu bercerita, seorang nenek tua menghentikan mobil dan bertanya, ‘Siapakah orang di foto itu?’ Ia lalu berkata bahwa beberapa waktu lalu pria itu membantunya membawa barang dari pasar hingga ke depan rumah. Bagi Mohammad, tidak ada perbedaan antara kenalan dan orang asing — yang penting baginya adalah menolong sesama.”
Ia juga sangat disiplin dalam ibadah:
“Mohammad selalu menunaikan salat tepat waktu dan mengajak orang di sekitarnya untuk melakukan hal yang sama, bahkan dalam perjalanan atau pertemuan keluarga. Ia sering berkata ingin menjadi syahid — dan akhirnya, Allah mengabulkan doanya. Tapi kehilangan ini sangat berat bagi kami, terutama bagi ayah dan ibu.”
Syahid Mohammad Moradi kini dikenang bukan hanya sebagai prajurit pemberani, tetapi juga sebagai teladan kesetiaan, kasih, dan spiritualitas, yang namanya akan selalu hidup dalam ingatan rakyat Iran.(PH)