Jejak Cemerlang Pejuang Wanita Iran Pengawal Imam Khomeini
https://parstoday.ir/id/news/iran-i182004-jejak_cemerlang_pejuang_wanita_iran_pengawal_imam_khomeini
Tahereh Dabbagh, seorang wanita yang bangkit dari siksaan SAVAK menuju medan perang global dan menjadi simbol ketekunan dan kehebatan dalam Revolusi Iran.
(last modified 2025-12-11T03:52:26+00:00 )
Des 11, 2025 10:34 Asia/Jakarta
  • Jejak Cemerlang Pejuang Wanita Iran Pengawal Imam Khomeini

Tahereh Dabbagh, seorang wanita yang bangkit dari siksaan SAVAK menuju medan perang global dan menjadi simbol ketekunan dan kehebatan dalam Revolusi Iran.

Menurut Pars Today, di antara tokoh-tokoh pejuang dalam sejarah Iran kontemporer, ada sebuah nama yang selalu dikaitkan dengan keberanian, keteguhan, dan keyakinan yang tak tergoyahkan setiap kali namanya disebut; Marzieh Hadidchi, yang dikenal sebagai Tahereh Dabbagh, seorang wanita yang banyak disebut sebagai "Ibu Agung Revolusi"; seorang wanita yang perjalanan hidupnya menyerupai kisah epik manusia daripada kisah biasa.

Ia lahir pada tahun 1939 dalam keluarga yang religius dan berbudaya di Hamedan; tetapi yang membedakannya bukanlah latar belakang keluarganya, melainkan pilihan yang ia buat di saat-saat paling sulit dalam hidupnya. Tahereh Dabbagh adalah seorang ibu dari delapan anak, seorang mahasiswi ilmu agama, dan salah satu pejuang wanita paling berpengaruh di Iran pada tahun-tahun penting sebelum Revolusi Islam Iran.

Dari rumah aman hingga ruang interogasi

Perjuangannya dimulai dengan tenang; dengan penyebaran selebaran dan kontak dengan lingkaran aktivis mahasiswa. Tetapi pada tahun 1973, semuanya berubah. Rumahnya dikepung, dan meskipun anak-anaknya menangis, ia dibawa ke pusat penahanan yang namanya terkait dengan kengerian dalam sejarah Iran: "Komite Gabungan Anti-Sabotase."

Di sana, hidupnya terbagi menjadi dua bagian: sebelum dan sesudah penyiksaan. Dalam narasinya, ia menulis tentang bagaimana para penyiksa mengikat tangan dan kakinya, memasang helm logam di kepalanya, dan menghubungkan listrik ke tubuhnya sehingga setiap kali sesuatu jatuh darinya; tetapi seiring waktu berlalu, yang jatuh adalah tubuhnya, bukan jiwanya.

Ketika ia pingsan karena kekuatan cambukan, ia disadarkan kembali dengan percikan air sehingga penyiksaan dapat berlanjut lagi. Tetapi adegan paling brutal adalah ketika putrinya yang remaja, "Razvaneh," dibawa ke selnya. Mereka menyiksa Rezvaneh hanya untuk menghancurkan semangat ibunya. Jeritan gadis itu menembus kegelapan malam di pusat penahanan dan membakar hati ibunya. Dabbagh menulis bahwa saat mereka menyeret tubuhnya yang setengah mati pergi, dunia seakan berhenti baginya; tetapi di sanalah suara lantunan Al-Quran dari sel sebelah—suara Ayatollah Rabbani Shirazi—menghidupkannya kembali dan membangkitkan perlawanannya.

Dari Ambang Kematian ke Ujung Dunia

Setelah berbulan-bulan disiksa, ia dibebaskan, sakit dan setengah mati. Tetapi pembebasannya bukan berarti akhir dari perjuangan. Ia meninggalkan Iran dengan paspor palsu dan tubuh yang terluka, dan bangkit kembali di London, Paris, Damaskus, dan Beirut. Kali ini bukan sebagai wanita yang menderita, tetapi sebagai "gerilyawan terlatih."

Di kamp-kamp Suriah dan Lebanon, di bawah bimbingan Mohammad Montazeri dan dengan dukungan Imam Musa Sadr, ia adalah salah satu wanita Iran pertama yang menjalani pelatihan gerilya, militer, dan perlindungan penuh. Perannya dalam melatih generasi muda pejuang Iran masih disebutkan dalam banyak catatan sejarah. Di luar Iran, ia dikenal dengan nama-nama seperti "Saudari Dabbagh," "Saudari Tahereh," dan "Saudari Zeinat Ahmadi"; identitas yang bukan untuk bersembunyi tetapi untuk melanjutkan perjuangan.

Pengawal Wanita Pertama Pendiri Revolusi Iran

Pada tahun 1978, ketika Imam Khomeini pergi ke Noufal-Le-Chateau, Tahereh Dabbagh juga bergabung dengan rombongan tersebut. Ia adalah satu-satunya wanita dalam kelompok pengawal Imam; seorang wanita yang berdiri di sisi pemimpin revolusioner, mengelola urusan internal domestik, dan juga bertanggung jawab untuk melindungi tokoh penting. Peran ini membuatnya unik dalam sejarah Iran kontemporer: pengawal wanita pertama dan satu-satunya Imam Khomeini.

Setelah revolusi; seorang wanita yang tidak hanya diciptakan untuk perang

Kembalinya ke Iran adalah awal dari babak baru. Ia menjadi komandan Garda Hamedan; kemudian, ia menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Islam selama tiga periode, wakil kepala Asosiasi Wanita Revolusi Islam, dan dosen universitas. Tetapi tidak satu pun dari gelar-gelar ini dapat mengubah sifat aslinya: seorang wanita yang menderita dalam diam, tetapi tidak pernah menyerah.

Kisah Marzieh bukan hanya kisah seorang pejuang wanita Iran. Ini adalah kisah tentang "ketahanan manusia"; Kisah seorang ibu yang selamat dari penyiksaan, menyelamatkan putrinya dari kobaran api, melintasi perbatasan dunia, menjadi gerilyawan, menjadi pengawal pemimpin revolusioner, dan akhirnya menemukan peran penting dalam politik dan masyarakat. Marzieh adalah seorang wanita yang mengubah sejarah yang menindasnya.(PH)