Garis Merah Iran dalam Perjanjian Nuklir JCPOA
https://parstoday.ir/id/news/iran-i41912-garis_merah_iran_dalam_perjanjian_nuklir_jcpoa
Perjanjian nuklir, JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif) telah dilanggar oleh Amerika Serikat dan tidak ada keraguan terkait masalah ini. Hal ini terjadi meskipun pihak-pihak yang terlibat dalam JCPOA meyakini bahwa pelanggaran terhadap perjanjian multilateral ini belum sampai pada tahap serius.
(last modified 2025-10-25T09:16:00+00:00 )
Jul 30, 2017 15:57 Asia/Jakarta

Perjanjian nuklir, JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif) telah dilanggar oleh Amerika Serikat dan tidak ada keraguan terkait masalah ini. Hal ini terjadi meskipun pihak-pihak yang terlibat dalam JCPOA meyakini bahwa pelanggaran terhadap perjanjian multilateral ini belum sampai pada tahap serius.

Kini pertanyaannya adalah mengapa AS menarget JCPOA dan tujuan apa yang dikejar oleh negara Adidaya ini? Apakah tujuan Donald Trump, Presiden AS adalah mengubah JCPOA menjadi sebuah kesepakatan yang hangus terbakar? Atau ia ingin memaksa Republik Islam Iran bergerak di jalur isu-isu yang keluar dari masalah nuklir?

Masalah tersebut difokuskan pada tiga isu tertentu, yaitu; isu kamampuan rudal Iran, ancaman peran Iran dalam mendukung gerakan Muqawama (perlawanan) Islam di kawasan dalam bentuk klaim bahwa Iran mendukung kelompok-kelompok teroris, dan tudingan kepada Iran tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia serta tidak adanya demokrasi di negara ini.

Sebenarnya, isu-isu tersebut telah ada sebelum tercapainya kesepakatan nuklir JCPOA. Dengan kata lain, ini merupakan kelanjutan dari gerakan permusuhan AS terhadap Iran yang telah dilakukan sejak lama, di mana dalam satu titik masa, fokus utama gerakan permusuhan ini adalah isu nuklir Iran.

Namun gerakan permusuhan tersebut menjadi tidak efektif setelah tercapainya kesepakatan dan interaksi Iran dengan enam negara dunia, yaitu lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman (Kelompok 5+1) yang terangkum dalam JCPOA.

AS sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam perjanjian nuklir itu berkewajiban untuk mencabut sanksi-sanksi terhadap Iran sesuai dengan resolusi Dewan Keamaan PBB dan harus menjauhi tindakan yang menghalangi aktivitas ekonomi atau investasi di negara ini.

Pasal 26, 28 dan 29 JCPOA dengan jelas menegaskan kewajiban-kewajiban tersebut, namun peristiwa yang terjadi pasca JCPOA adalah sebaliknya, di mana AS telah melanggar pasal-pasal ini.

Pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat AS meloloskan sebuah RUU peningkatan sanksi terhadap Iran dengan tujuan menghalangi proses pelaksanaan perjanjian nuklir. Paket sanksi tersebut meliputi sanksi terhadap Iran, Rusia dan Korea Utara yang menargetkan program rudal Iran dan industri kapal Korut.

Tampaknya target AS saat ini adalah untuk melemahkan JCPOA, sementara target berikutnya tergantung pada beberapa perubahan, di mana yang paling penting adalah sampai di mana kesabaran Iran atas pelanggaran AS terhadap perjanjian nuklir tersebut.

The New York Times dalam sebuah artikel menyebutkan, "AS pada dasarnya mengejar pelanggaran kecil Iran atau mengejar pelanggaran buatan Iran hingga keluar dari perjanjian nuklir JCPOA. Namun ini masih sebuah kemungkinan."

Namun yang pasti, Iran akan merespon setiap pelanggaran yang terjadi. Sayid Abbas Araqchi, Kepala Tim Tindak Lanjut Implementasi JCPOA, menyebut keputusan terbaru Kongres AS sebagai tindakan jahat dan permusuhan negara itu terhadap Iran.

Araqchi dalam wawancara dengan TV1 IRIB pada Sabtu (29/7/2017) malam, mengatakan, permusuhan AS terhadap Iran akan terus berlanjut dan Tehran juga akan terus melakukan perlawanan terhadap permusuhan Washington. "Iran sudah melawan permusuhan AS selama 38 tahun dan perlawanan adalah simbol kekuatan Republik Islam," ujarnya.

Ia menambahkan, Trump ingin menyingkirkan perjanjian nuklir, dan sekarang sedang menciptakan kondisi yang akan membuat Iran keluar dari perjanjian tersebut. Iran, lanjutnya, akan berkomitmen terhadap perjanjian nuklir selama bisa menikmati manfaatnya, dan Tehran akan membalas permusuhan Washington, tapi tidak akan terjebak dengan permainan Trump.

Terkait hal ini, Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri di Parlemen Iran telah mengeluarkan sebuah RUU untuk melawan tindakan teroris dan manuver AS di kawasan. RUU ini mencakup tindakan timbal balik Iran dalam menghadapi tindakan bermusuhan AS. Kementerian Luar Negeri Iran juga telah menyetujui RUU yang disiapkan oleh parlemen untuk membalas sanksi baru AS tersebut.

Sebelum ini, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pidatonya pada Juni 2016 mengatakan, Iran tidak akan melanggar JCPOA. Meski demikian beliau menjelaskan, "Kandidat Presiden AS mengancam akan merobek JCPOA, dan jika ini dilakukan, Republik Islam akan membakarnya."

Rahbar menambahkan, agenda musuh adalah menghentikan kemampuan Iran dan bahkan menghapusnya, atau paling tidak mencegah pertumbuhan dan kemajuan yang diraih bangsa negara ini. Ayatullah Khamenei menegaskan, Iran harus berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya. (RA)