Puluhan Ribu Warga Iran Ikuti Acara Duka dan Lailatul Qadar
Puluhan ribu warga Republik Islam Iran di berbagai kota negara ini, termasuk di Hamedan, Zahedan dan Aran dan Bidgol mengikuti acara duka mengenang kesyahidan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Minggu malam, 26 Mei 2019 bertepatan dengan malam ke-21 Ramadhan yang diyakini sebagai salah satu malam Lailatul Qadar. Banyak riwayat menyebutkan bahwa malam ke-19, 21 dan 23 adalah malam-malam Lailatul Qadar.
Malam ke-21 tersebut juga merupakan malam kesyahidan Imam Ali as. Puluhan ribu warga Iran mengikuti acara duka atas kesyahidan beliau dan acara doa bersama di malam ke-21 Ramadhan.
Di Aran dan Bidgol di Provinsi Isfahan, mereka berkumpul di Haram Hilal ibn Ali, salah satu putra Imam Ali as.
Menurut catatan sejarah, menjelang shalat Subuh 19 Ramadhan 40 H, sesudah sahur di rumah putri bungsunya, Ummu Kultsum, Imam Ali as shalat di mihrabnya di Masjid Kufah (Irak sekarang).
Saat sujud, kepala beliau dihantam pedang Abdurrahman bin Muljam Al-Muradi hingga retak. Darah membanjiri wajah dan janggutnya. Beliau tidak mengaduh, atau mengeluh, namun justru berkata, "Fuztu Wa Rabb-al Ka'bah! (Beruntunglah daku, Demi Tuhan Pemilik Ka'bah)." Sang Putra Ka'bah ini kemudian gugur syahid pada tanggal 21 Ramadhan 40 H.
Pada malam-malam Lailatul Qadar, masyarakat di Republik Islam Iran; tua dan muda berbondong-bondong bersama keluarga ke masjid, huseiniyah, surau dan mushalla untuk menghidupkan malam-malam Lailatul Qadar.
Mereka datang dengan penuh antusias demi memperoleh rahmat dan pengampunan Allah Swt di bulan ini. Mereka membaca al-Quran dan doa-doa terutama doa Jaushan Kabir hingga menjelang sahur.
Dalam pengajaran Islam, malam ini merupakan kesempatan besar bagi umat Islam selama bulan puasa Ramadhan untuk mendedikasikan banyak waktu mereka untuk berdoa dan fokus pada aspek spiritual kehidupan.
Menurut banyak riwayat, Lailatul Qadar tidak hanya khusus terjadi pada zaman Nabi Muhammad Saw saja, tetapi berkelanjutan dan terjadi setiap tahun di bulan Ramadhan. Malam itu menyediakan kesempatan kepada kaum Muslim untuk menerima limpahan rahmat dan karunia Allah Swt.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, "Bulan Ramadhan adalah bulan Tuhan dan bulan di mana Dia menambah kebaikan di dalamnya dan membersihkan dosa-dosa, dan ia adalah bulan yang berkah."
Imam Jakfar Shadiq as juga berkata, "Permulaan tahun (perhitungan amal-perbuatan) terjadi pada malam Lailatul Qadar. Ketetapan untuk satu tahun ke depan ditulis pada malam itu."
Malam Lailatul Qadar menjadi begitu istimewa bagi para aulia dan orang-orang Mukmin yang fokus mencari kebahagiaan hakiki. Di antara keistimewaan malam ini adalah malam diturunkannya al-Quran, malam turunnya para malaikat, penentuan nasib manusia, malam yang lebih baik dari seribu bulan, pahala perbuatan baik akan dilipatgandakan, dan malam yang penuh berkah sampai terbit fajar.
Untuk itu, Rasulullah Saw dan Ahlul Bait menganjurkan kaum Muslim untuk menghidupkan malam-malam tersebut dengan beribadah, bermunajat, dan memohon ampunan. Kita tidak dibenarkan untuk melewatkan momen berharga ini dengan tidur atau melupakan ibadah.
Dalam riwayat disebutkan, Rasulullah Saw pada malam ke-23 Ramadhan membangunkan anggota keluarganya dan memercikkan air di wajah mereka agar terjaga dan tidak kehilangan malam Lailatul Qadar.
Putri Rasulullah Saw, Sayidah Fatimah az-Zahra as juga meminta seluruh anggota keluarganya untuk tidur siang dan mengurangi makan di malam hari sehingga mereka tidak ngantuk pada malam ke-23, dan berkata, "Manusia yang kehilangan ialah orang yang tidak memperoleh kebaikan dan keutamaan malam ini."
Malam Lailatul Qadar adalah kesempatan terbaik untuk memohon ampunan dari Allah Swt dan membebaskan diri dari dosa. Dia menjadikan malam tersebut sebagai momen untuk mengampuni hamba-Nya. Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa menghidupkan malam Lailatul Qadar, beriman, dan meyakini hari pembalasan, maka seluruh dosanya akan terampuni."
Untuk memperoleh pengampunan dan takdir yang baik, kaum Muslim harus menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti, mendirikan shalat, membaca al-Quran, bermunajat, dan beristighfar.
Malam Lailatul Qadar juga merupakan kesempatan untuk membangunkan kembali hati yang lalai. Tanda hati yang lalai adalah telinga seseorang mendengar dan melihat kebenaran, tetapi ia bersikap seakan-akan tidak mendengar atau melihat kebenaran itu. Kebenaran dan kebatilan sama di matanya dan ia telah menutup jalan hidayah untuk dirinya.
Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun." (QS: Al-Anfal ayat 22)
Dalam banyak hadis, orang-orang yang tidak memiliki kehidupan spiritual disebut sebagai orang yang telah mati dari kehidupannya (Mayyitu al-Ahya) dan mereka-lah orang-orang yang mati sesungguhnya.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadis bersabda, "Sesungguhnya orang yang benar-benar mati adalah orang yang telah mati dari kehidupannya di mana ia makan, tidur, berjalan, melahirkan keturunan, dan memiliki kehidupan seperti binatang, tetapi tidak memiliki kehidupan insani yaitu kehilangan akal, hati, dan perasaannya. Oleh karena itu, ia tidak memiliki kekuatan untuk memahami hakikat akal dan hati."
Salah satu kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya adalah memberikan jalan kepada mereka untuk menghidupkan kembali hati yang telah mati. Berdasarkan ajaran Islam, manusia dapat menghidupkan kembali hatinya dengan taubat dan istighfar, doa dan munajat kepada Allah, dan melakukan perbuatan baik.
Allah Swt menghadiahkan malam Lailatul Qadar kepada manusia yang memiliki nilai setara dengan seribu bulan. Dengan kata lain, nilai sebuah perbuatan saleh pada malam itu setara dengan nilai melakukan perbuatan saleh dalam seribu bulan.
Oleh sebab itu, malam Lailatul Qadar merupakan kesempatan terbaik untuk menghidupkan hati yang telah mati. Melewatkan malam-malam mulia ini akan menjadi sebuah kerugian yang besar bagi orang-orang, yang mencari kebahagiaan hakiki. (RA)