Des 21, 2019 17:09 Asia/Jakarta
  • Rouhani dan Shinzo Abe
    Rouhani dan Shinzo Abe

Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani yang berkunjung ke Jepang atas undangan resmi Perdana Menteri Shinzo Abe hari Jumat (20/12) saat bertemu dengan Abe membicarakan hubungan bilateral dan isu-isu penting regional serta internasional.

Kunjungan ini dinilai banyak pengamat dalam koridor perluasan hubungan Republik Islam Iran dan Jepang.

Sekaitan dengan ini, perdana menteri Jepang seraya mengungkapkan kepuasannya atas kehadiran presiden Iran di negaranya menekankan minat Tokyo untuk memperluas hubungan dengan Tehran di segala sektor.

Sementera dari sisi politik, mengingat visi kolektif kedua negara terkait keamanan di kawasan, JCPOA dan isu nuklir, maka perundingan Rouhani dan Abe juga sangat penting.

Perundingan Rouhani dan Abe

Selama pertemuannya dengan Abe, Rouhani terkait perjanjian nuklir JCPOA menjelaskan bahwa Iran telah melakukan seluruh upayanya untuk mempertahankan perjanjian ini dalam koridor jaminan kepentingannya. Ia mengingatkan, penurunan bertahap komitmen JCPOA oleh Iran dilakukan setelah Amerika keluar dari kesepakatan ini dan sikap Eropa yang enggan menjalankan komitmennya.

Presiden Iran terkait keamanan regional menjelaskan, Tehran senantiasa berusaha menerapakn perdamaian dan stabilitas di kawasan serta dunia dengan bantuan dan kerjasama negara-negara regional dan tetangga. Dalam koridor ini, Rouhani memaparkan telah mengirim surat kepada para pemimpin negara-negara kawasan.

Pelanggaran JCPOA dan sanksi ilegal Amerika terhadap Iran sebuah langkah yang melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan kebijakan makro negara-negara seperti Jepang, Cina, Rusia dan Uni Eropa serta prinsip dan undang-undang perdagangan bebas dunia.

Oleh karena itu, kekhawatiran Jepang terkait JCPOA dan berlanjutnya tensi di kawasan dapat dimaklumi, karena proses ini berdampak negatif bagi stabilitas ekonomi berbagai negara termasuk Jepang.

Lebih dari 80 persen sumber energi Jepang melintasi Selat Hormuz dan gangguan sekecil apapun bagi proses pengiriman energi ini akan berujung pada biaya besar yang harus ditanggung negara  industri ini. Jepang merupakan negara ekonoi besar ketiga dunia dan ketiga importir besar minyak setelah Amerika dan Cina. Dengan demikian Tokyo tidak dapat mengabaikan pasar energi Tehran.

The Japan Times terkait hal ini dalam analisanya mengingatkan bahwa di kondisi seperti ini sangat penting dan bermanfaat jika negara-negara netral seperti Jepang bertindak.

Yang pasti unilateralisme Amerika sampai saat ini telah menimbulkan kerugian besar terhadap masyarakat internasional. Oleh karena itu, patuh dan mengekor Amerika tidak menguntungkan perdamaian dan keamanan regional serta internasional.

Dengan demikian, seperti yang dinyatakan oleh presiden Iran dalam pertemuannya dengan Shinzo Abe, seluruh akar instabilitas di kawasan harus dicerabut. Trump selama dua tahun lalu tidak ragu-ragu mengambil berbagai langkah yang dianggap AS mampu merusak JCPOA atau mencegah kemajuan Iran.

Seperti yang dikatakan presiden Iran, metode ilegal Amerika keluar dari kesepakatan nuklir JCPOA bukan saja tidak bermanfaat bagi Washington, bahkan pihak-pihak lain di perjanjian ini juga tidak mendapat untung serta terbukti bahwa sanksi hanya akan menghasilkan loss-loss bagi semua pihak.

Jepang sebuah negara yang menunjukkan dirinya komitmen terhadap prinsip hubungan internasional di kebijakan luar negerinya. Oleh karena itu, diharapkan Shinzo Abe memiliki pandangan realistis terkait ancaman sejati di kawasan dan dunia serta berusaha memperkokoh keamanan berkesinambungan di kawasan tanpa terpengaruh agitasi politik anti Iran yang dikontrol AS dan Israel.

Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei saat bertemu dengan Shinzo Abe di Tehran pada Juni lalu seraya mengisyaratkan pernyataan perdana menteri Jepang terkait permintaan AS untuk merundingkan kembali isu nuklir mengatakan, Republik Islam Iran selama lima hingga enam tahun melakukan perundingan dengan AS dan Eropa (Kelompok 5+1) terkait isu nuklir dan akhirnya berhasil meraih kesepakatan. Namun Amerika melanggar dan membubarkan perjanjian ini. Oleh karena itu, adakah orang berakal yang bersedia berunding kembali dengan negara yang melanggar seluruh perjanjian yang telah dicapai sebelumnya. (MF)

 

Tags