HWR Kecam AS Karena Menolak Cabut Sanksi terhadap Iran
Human Rights Watch (HRW) mengecam keras Amerika Serikat atas penolakannya untuk mencabut sanksi terhadap Iran yang sedang menghadapi penyebaran virus corona, COVID-19. Kecaman itu disampaikan organisasi yang berbasis di New York ini pada hari Senin, 6 April 2020
"Hukum internasional mewajibkan negara mana pun yang menjatuhkan sanksi kepada negara yang lain untuk 'mempertimbangkan dampak pada Hak Asasi Manusia dari populasi yang terkena dampak, terutama mengenai akses mereka ke barang-barang penting untuk kehidupan, termasuk obat-obatan dan makanan'," tegas HRW.
Menurut HRW, larangan luas telah "secara negatif" mempengaruhi kemampuan pemerintah Iran untuk secara memadai menangani peningkatan dampak kesehatan akibat pandemi COVID-19.
HRW menegaskan, AS harus mengambil tindakan segera untuk meringankan sanksinya dan memperluas lisensi item-item bebas sanksi guna memastikan akses Iran ke sumber daya kemanusiaan penting selama pandemi ini.
Direktur Eksekutif HRW Kenneth Roth mengatakan, pembatasan perbankan internasional yang parah telah mempengaruhi kemampuan Iran untuk membiayai impor kemanusiaan, termasuk obat-obatan dan peralatan medis.
"Ini termasuk sanksi AS terhadap Bank Sentral Iran yang secara serius mengancam aliran perdagangan kemanusiaan yang dibebaskan ke Iran," ujarnya.
Akibat sanksi AS, bank-bank dan perusahaan-perusahaan internasional menolak keras terlibat dalam bisnis dengan Iran karena takut akan disanksi atau dihukum oleh AS. Iran juga tidak bisa mengimpor peralatan penting medis untuk memerangi virus Corona, seperti ventilator, CT scanners, peralatan dekontaminasi dan full-mask respirators dan lain-lainnya karena memerlukan lisensi khusus.
Meski di bawah sanksi ketat AS, namun pemerintah Iran mampu secara mandiri mengendalikan penyebaran COVID-19 di negara ini, bahkan jumlah pasien yang sembuh di negara ini meningkat tajam, dan jumlah kematian juga menurun.
Selain itu, Iran mencapai beragam prestasi gemilang di bidang medis, termasuk menciptakan alat-alat screening, sistem modern pencitraan suhu dan kit untuk mendeteksi orang-orang yang diduga terinfeksi COVID-19 serta kit tes serologi (alat rapid test serologi) untuk mendeteksi tingkat kekebalan tubuh terhadap infeksi virus.
Republik Islam Iran juga telah berhasil mensintesis obat Favipiravir, yang juga dikenal sebagai Avigan, di dalam negeri. Pemimpin Rumah Sakit Masih Daneshvari Tehran Ali Akbar Velayati pada hari Minggu, 5 April 2020 mengatakan, para peneliti di Fakultas Farmakologi Universitas Shahid Beheshti untuk pertama kalinya telah mensintesis obat Favipiravir di Iran.
Velayati, yang juga penasihat Pemimpin Besar Revolusi Islam untuk Urusan Internasional itu mengumumkan pencapaian baru itu pada konferensi pers setelah pulih dari virus Corona.
Dia menuturkan, obat Avigan buatan Iran ini telah diberikan ke Rumah Sakit Masih Daneshvari dan digunakan untuk mengobati pasien COVID-19 sesuai dengan etika medis dan atas kebijaksanaan Komite Etika Medis rumah sakit.
Velayati juga mencatat bahwa rumah sakit Masih Daneshvari merawat pasien COVID-19 secara gratis. Avigan adalah obat anti-flu yang ditemukan oleh Japan’s Fujifilm Holding Corporation. Obat ini disetujui untuk digunakan di Jepang pada tahun 2014. Avigan sedang diuji di Cina sebagai pengobatan untuk COVID-19.
Selain itu, Iran menggunakan Plasma Darah pasien Covid-19 yang telah sembuh untuk disuntikan kepada pasien yang masih sakit.
Plasma darah pasien corona yang telah sembuh bisa dijadikan "obat" pada pasien yang masih sakit. Sebab, plasma darah pasien sembuh dianggap memiliki antibodi yang tinggi.
Plasma darah merupakan bagian cair dari darah yang membawa sel darah, agen pembekuan darah, oksigen dan komponen kunci lainnya, termasuk antibodi.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Islam Iran Kianoush Jahanpour mengatakan, pasien virus Corona (COVID-19) yang sembuh meningkat dan hingga sekarang 41.947 pasien yang terinfeksi virus ini telah sembuh dan diizinkan pulang dari rumah sakit.
"Sejak Jumat siang hingga hari ini (Sabtu siang), berdasarkan hasil tes laboratorium, ada 1.837 pasien baru yang terinfeksi virus Corona, sehingga jumlah total pasien yang terinfeksi virus ini menjadi 70.029 orang," kata Jahanpour, Sabtu (11/4/2020) siang.
Dia menambahkan, sayangnya selama 24 jam lalu, 125 pasien yang terinfeksi Covid-19 di Iran meningal dunia, sehingga jumlah total yang meninggal dunia hingga sekarang mencapai 4.357 orang. Sementara 3.987 pasien dalam kondisi kritis.
Virus Corona (Covid-19) telah menyebar ke 111 negara dan jumlah korban jiwa akibat virus ini di seluruh dunia hingga Sabtu pagi, 11 April 2020 telah mencapai 102,916 orang.
Lebih dari 1,700.503 orang juga terinfeksi virus ini dan 377.015 dari mereka telah sembuh. Covid-19 ditemukan pertama kali pada Desember 2019 di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Amerika Serikat berada di urutan pertama yang memiliki kasus terbanyak terkait dengan virus Corona. 499.252 warga Amerika terinfeksi COVID-19, dan 18.637 dari mereka meninggal dunia.
Spanyol berada di urutan kedua. 161.852 warga negara ini tertular COVID-19, dan 16.353 dari mereka meninggal dunia.
Negara berikutnya adalah Italia. 147.577 warga negara ini terinfeksi virus Corona dan 18.849 dari mereka meninggal dunia.
Negara-negara berikutnya yang memiliki kasus terbanyak COVID-19 adalah Prancis, Jerman, Cina, Inggris, Iran dan Turki. (RA)