Mengapa AS Murka terhadap Letjen Soleimani?
Drone pasukan Amerika Serikat melancarkan serangan udara terhadap kendaraan yang ditumpangi Komandan Pasukan al-Qods Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Letnan Jenderal Qassem Soleimani dan rombongannya di Baghdad, ibu kota Irak pada Jumat dini hari, 3 Januari 2020.
Jenderal Iran yang merupakan kekuatan paling efektif dalam mengalahkan Daesh (ISIS) di Suriah dan Irak ini gugur syahid dalam serangan pengecut yang diperintahkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump tersebut.
Wakil Komandan Hashd Al Shaabi Irak Abu Mahdi al-Muhandis bersama delapan pengawal mereka juga gugur syahid dalam serangan udara AS itu. Letjen Soleimani berkunjung ke Irak atas undangan resmi dari pemerintah Baghdad.
Letjen Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis sangat populer karena peran kunci mereka dalam menumpas kelompok teroris takfiri Daesh yang disponsori AS di Irak dan Suriah. Peran Letjen Soleimani dalam menggagalkan proyek ilegal Barat yang dipimpin AS di Suriah dan Irak telah membuat Trump murka. Dia menganggap pejabat militer Iran ini sebagai penghalang kepentingan AS di kawasan Asia Barat.
Letjen Soleimani adalah pejabat tinggi militer Republik Islam Iran yang popularitasnya mulai meningkat setelah memimpin perang melawan kelompok teroris takfiri Daesh di Suriah dan Irak.
Letjen Soleimani adalah Komandan Pasukan al-Quds IRGC untuk misi di luar perbatasan Iran. Dia sangat membantu Suriah sebagai penasihat militer pasukan negara Arab ini ketika Daesh meluncurkan serangan berdarah ke Suriah pada 2011.
Dia juga memainkan peran penting dalam membentuk Pasukan Relawan Irak yang dikenal sebagai Hashd al-Shaabi pada 2014 ketika Daesh mendeklarasikan kekhalifahannya di Irak dan menguasai beberapa provinsi di negara ini.
Hashd al-Shaabi kemudian berhasil mengalahkan Daesh dan mengusir kelompok teroris itu keluar dari Irak. Kemenangan bagi pasukan Suriah dan Irak ini semakin meningkatkan popularitas Letjen Soleimani di kalangan rakyat Irak, Suriah dan Iran.
Ketika Letjen Soleimani mendeklarasikan berakhirnya kekhalifahan Daesh pada tahun 2018, Amerika Serikat –yang menyebut dirinya penyelamat bagi rakyat Irak dan Suriah– menganggap Soleimani sebagai musuh bebuyutan dan rintangan bagi perdamaian di Asia Barat (Timur Tengah). AS kemudian memberlakukan sanksi terhadap pejabat militer Iran ini. Rezim Zionis juga memasukkan Soleimani ke dalam daftar yang disebut sebagai daftar teroris.
Sekarang pada tahun 2020, pembunuhan terhadap Letjen Soleimani dan Wakil Hashd al-Shaabi Abu Mahdi al-Muhandis dalam serangan drone AS menimbulkan pertanyaan kunci: Apakah AS benar-benar memerangi Daesh? Atau, seperti kata Trump sendiri, apakah Daesh diciptakan oleh pendahulunya Barack Obama?
Mungkin sekarang akan lebih mudah untuk menjawab pertanyaan ini setelah pembunuhan Letjen Soleimani. Yang jelas adalah bahwa AS telah membunuh seseorang yang memainkan peran terbesar dalam menumpas Daesh di Asia Barat.
Syahid Soleimani merupakan simbol perlawanan terus-menerus terhadap imperialisme AS. Dia tidak hanya menjadi tokoh kunci dalam penghancuran kelompok teroris Daesh, tetapi juga dalam membantu perjuangan rakyat Palestina.
Baru-baru ini, anggota senior Jihad Islam Palestina Khaled al-Batsh menyebut syahid Qassem Soleimani sebagai pelopor kemajuan semua kelompok perlawanan di kawasan.
Al-Batsh, seperti dilaporkan laman al-I'lam al-Harbi, Rabu (23/12/2020) mengatakan Komandan Pasukan Quds Iran Letjen Soleimani adalah arsitek yang memajukan semua kelompok perlawanan termasuk Brigade al-Quds, Brigade Izzuddin Qassam, Brigade Syuhada al-Aqsa, Brigade Abu Ali Mustafa, Brigade Nasser Salahuddin, Hizbullah, dan semua cabang kelompok perlawanan di kawasan.
"Syahid Soleimani adalah seorang insinyur poros perlawanan. AS menyadari kedudukan dia setelah melihat pengaruhnya yang besar di medan perang melawan Zionis-Amerika dan dukungannya kepada kelompok perlawanan Palestina," ujar al-Batsh.
Dia menegaskan bahwa gugurnya syahid Soleimani tidak berpengaruh pada perlawanan. Syahid mulia ini dan para pemimpin perlawanan lainnya di Lebanon dan Palestina adalah tokoh kubu perlawanan dan perjuangan mereka akan terus berlanjut.
Berbicara tentang ancaman rezim Zionis, anggota senior Jihad Islam Palestina ini mengatakan kelompok perlawanan tidak akan duduk menyaksikan serangan Israel.
"Semua elemen sipil dan bersenjata kubu perlawanan akan turun ke medan dan mereka tetap memegang prinsip-prinsipnya meskipun minim sarana dan situasi sulit saat ini," pungkasnya.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, para pelaku pembunuhan Letjen Qassem Soleimani harus dibalas, dan pembalasan ini akan dilakukan dalam waktu yang tepat.
Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan panitia penyelenggara haul Syahid Qassem Soleimani dan keluarga beliau hari Rabu (16/12/2020) menyebut Syahid Soleimani sebagai pahlawan bangsa Iran dan umat Islam.
"Mengingat Syahid [Soleimani] orang yang merakyat dan dicintai rakyat, maka potensi ini harus memanfaatkan dengan mengerahkan upaya budaya dan kreativitasnya," ujarnya.
Mengenai posisi Syahid Soleimani sebagai pahlawan nasional bangsa Iran, Ayatullah Khamenei menjelaskan, alasan mengapa Syahid Soleimani menjadi pahlawan bangsa Iran dan berbagai lapisan masyarakat menghormati beliau dan berduka atas kepergiannya, karena Syahid Soleimani sebagai manifestasi dai nilai-nilai budaya Iran.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran memandang keberanian dan perlawanan, kebijaksanaan, kecerdasan, pengorbanan, dan persaudaraan sebagai karakter Syahid Soleimani.
"Syahid mulia ini memiliki ketinggian spiritual, ketulusan serta berorentasi akhirat, dan beliau orang yang rendah hati," tutur Rahbar.
Ayatullah Khamenei juga menyinggung kecintaan rakyat Iran kepada beliau, bahkan ketika melepas kepergiannya.
"Jutaan orang menghadiri prosesi pemakaman Syahid Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis di Irak dan Iran yang tak terlupakan. Upacara peringatan kedua Syuhada menjadi perang lunak yang akan mengejutkan kubu arogan, sekaligus tamparan keras pertama di wajah Amerika Serikat," tegasnya.
Rahbar dalam pidatonya juga menyinggung serangan rudal Iran ke pangkalan militer AS, Ain al-Assad, dengan menegaskan, tamparan yang lebih keras adalah pengaruh serangan lunak terhadap kedigdayaan kosong adidaya yang dilakukan dengan partisipasi para pemuda Revolusioner dan intelektual Mukmin, juga pengusiran pasukan AS dari kawasan oleh bangsa-bangsa dan gerakan perlawanan. (RA)