Amerika Tinjauan dari Dalam, 27 Februari 2021
(last modified Sat, 27 Feb 2021 04:18:32 GMT )
Feb 27, 2021 11:18 Asia/Jakarta
  • Foto Jamal Khashoggi (kiri) dan Mohammed bin Salman.
    Foto Jamal Khashoggi (kiri) dan Mohammed bin Salman.

Perkembangan di Amerika Serikat selama sepekan terakhir diwarnai sejumlah isu penting seperti, sejumlah anggota DPR AS menolak pencabutan sanksi Iran, dan laporan intelijen AS menyebutkan Putra Mahkota Arab Saudi memerintahkan pembunuhan Khashoggi.

Selain itu, kematian Covid-19 di AS melampaui korban Perang Dunia II dan Perang Vietnam, dan menteri luar negeri AS mengancam junta militer Myanmar.

40 Anggota DPR AS Tolak Pencabutan Sanksi Iran

Lebih dari 40 anggota DPR Amerika Serikat dari kubu Republik mengirim draf kepada pemerintah Joe Biden, menentang segala bentuk pencabutan sanksi terhadap Republik Islam Iran.

Seperti dilaporkan Bloomberg, Rabu (24/2/2021), draf tersebut diajukan oleh Tom Cotton, senator garis keras Republik kepada pemerintah Joe Biden jika pemerintah kembali ke kesepakatan nuklir JCPOA dan mencabut sanksi terhadap Iran, maka pasti akan mendapat penentangan dari DPR.

Draf ini juga ditandatangani lebih dari 40 anggota DPR dari kubu Republik dan menekankan penentangan atas pengurangan sanksi terhadap Iran dan setiap langkah mencabut pembatasan akses Iran ke sistem finansial Amerika tidak akan dibenarkan. Draf tersebut juga memperingatkan pemerintah Biden bahwa segala bentuk pengelakan terhadap DPR akan membahayakan kesepakatan mendatang dengan Iran.

Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengakui bahwa Iran secara penuh mematuhi komitmennya di kesepakatan nuklir sebelum pemerintahan Donald Trump keluar dari JCPOA.

Menurut laporan Tasnim News, Ned Price, Rabu (24/2/2021) dalam jumpa pers, mengakui komitmen Iran sebelum keluarnya pemerintahan Trump dari JCPOA dan mengatakan laporan Badan Energ Atom Internasional (IAEA) membuktikan klaim ini.

“Saya harus mengingatkan poin ini bahwa kami memiliki kepercayaan penuh kepada IAEA. Ketika JCPOA secara penuh dilaksanakan, Iran juga mematuhi seluruh komitmennya. Pejabat IAEA puas atas kepatuhan Iran terhadap komitmennya,” ujarnya.

Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action).

AS: Putra Mahkota Saudi Perintahkan Pembunuhan Khashoggi

Kasus pembunuhan seorang jurnalis bernama Jamal Khashoggi akhirnya menemui titik terang. Dia merupakan pengkritik vokal Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman yang dibunuh oleh sekelompok agen Saudi di dalam konsulat kerajaan di Istanbul pada 2018 lalu.

Laporan intelijen AS yang diterbitkan pada Jumat (26/2/2021), menyatakan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS) terlibat dalam pembunuhan Jamal Khashoggi. Disebutkan, MBS menyetujui operasi untuk menangkap atau membunuh Khashoggi.

“Kami menilai Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menyetujui operasi di Istanbul, Turki, untuk menangkap atau membunuh jurnalis Jamal Khashoggi," kata laporan Kantor Direktur Intelijen Nasional AS.

Badan Intelijen AS menggunakan dasar penilaiannya atas fakta bahwa MBS bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dalam organisasi intelijen serta dukungan untuk menggunakan tindakan kekerasan dalam membungkam para pembangkang di luar negeri, termasuk Khashoggi.

"Sejak 2017, Putra Mahkota memiliki kendali mutlak atas lembaga keamanan dan intelijen Kerajaan, sehingga sangat tidak mungkin pejabat Saudi akan melakukan operasi seperti ini tanpa seizinnya," kata laporan tersebut.

Khashoggi termasuk di list buron Arab Saudi. Ia terpaksa hidup di luar negeri karena takut ditangkap oleh pemerintah Riyadh. Arab Saudi setelah 18 hari bungkam dan mengingkari terlibat di pembunuhan ini hingga laporan pemerintah Turki membuktikan bahwa pembunuhan Khashoggi dilakukan atas instruksi langsung MBS.

Ilustrasi evakuasi pasien positif Covid-19 di Amerika.

Kematian Covid-19 di AS Lampaui Korban Perang Dunia II dan Perang Vietnam

Angka kematian akibat pandemi virus Corona di Amerika Serikat telah melebihi jumlah total korban dari Perang Dunia dan Perang Vietnam. CBS News dalam sebuah laporan, Selasa (23/2/2021), mencatat bahwa jumlah kematian akibat Covid-19 di Amerika telah melampaui angka setengah juta dan angka yang sesungguhnya mungkin jauh lebih tinggi.

Menurut laporan Arsip Nasional AS, sekitar 58.200 tentara Amerika tewas selama Perang Vietnam dan 291.557 tentaranya tewas dalam Perang Dunia II.

Kematian pertama yang tercatat akibat virus Corona di AS terjadi pada awal Februari 2020. Jumlah korban mencapai 200.000 jiwa pada September dan 300.000 jiwa pada Desember 2020. Jumlah korban sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar, sebagian karena banyak kasus terlewatkan, terutama di awal pandemi.

Saat ini AS menduduki peringkat teratas global dari segi jumlah orang yang terinfeksi virus Corona dan juga jumlah kematian. Menurut statistik global, sejauh ini 28.829.173 orang di Amerika terinfeksi virus Corona, 512,767 di antaranya meninggal dunia.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang setelah jumlah korban jiwa akibat virus Corona di negara itu menembus angka 500 ribu orang. Seperti dikutip situs NPR, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki mengumumkan, Presiden Amerika memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di kantor-kantor pemerintah selama lima hari untuk mengenang korban jiwa akibat Covid-19 yang menembus angka 500 ribu orang.

Antony Blinken.

Menlu AS Ancam Junta Militer Myanmar

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat mengancam akan menindak tegas pemerintahan junta militer Myanmar, yang baru-baru ini merebut kekuasaan di negara itu lewat kudeta.

Seperti dikutip Reuters (22/2/2021), Antony Blinken menyampaikan ancaman ini setelah dua demonstran Myanmar ditembak mati oleh pemerintahan junta militer akhir pekan ini.

Blinken menambahkan, Amerika akan terus mengambil tindakan tegas atas para pelaku kekerasan terhadap warga Myanmar yang menuntut restorasi pemerintahan demokratis pilihan mereka. Ia menegaskan, kami bersama rakyat Myanmar.

Sebelumnya Departemen Keuangan Amerika juga mengancam akan mengaktifkan kembali sanksi atas dua komandan militer Myanmar dan mengatakan, jika kekerasan terhadap demonstran yang memprotes kudeta di Myanmar terus dilakukan, sanksi akan diperketat. (RM)