Mencermati Rencana Kunjungan PM Baru Irak ke Iran
(last modified Mon, 28 Nov 2022 10:41:43 GMT )
Nov 28, 2022 17:41 Asia/Jakarta
  • Perdana Menteri baru Irak, Mohammad Shia\' Al Sudani
    Perdana Menteri baru Irak, Mohammad Shia\' Al Sudani

Perdana Menteri baru Irak, Mohammad Shia' Al Sudani dalam waktu dekat dilaporkan akan berkunjung ke Republik Islam Iran bersama delegasi politik dan ekonomi.

Ini merupakan kunjungan pertama Al Sudani ke Iran sejak menjabat sebagai perdana menteri Irak. Ia sebelumnya telah berkunjung ke Yordania dan Kuwait, dan Arab Saudi berminat mengundangnya ke Riyadh sebelum kunjungannya ke Tehran. Oleh karena itu, Arab Saudi mengirim undangan ke perdana menteri Irak ini.

Iran adalah sekutu alami pertama Irak baru, dan ketika Arab Saudi dengan segenap kekuatannya mengirim teroris ke Irak baru dan dengan segala cara mencegah terbentuknya sistem pemerintahan baru di Irak, Republik Islam Iran dengan mengakui pemerintahan baru Irak berdiri mendukung Baghdad, serta mengerahkan segenap kemampuannya untuk menstabilkan pemerintah dan sistem politik baru Irak, di mana hasilnya adalah berlanjutnya kehidupan sistem politik baru Irak.

Iran dan Irak

Tak diragukan lagi jika tidak ada bantuan dan dukungan tersebut, maka mengingat pengaruh rezim Zionis Israel terhadap pemerintah penjajah seperti Amerika, maka peluang desintegrasi Irak sangat besar. Misalnya di tahun 2006, Irak menghadapi perang sektarian akibat ekspor teroris dari Arab Saudi ke negara ini, dan saat itu, Joe Biden yang menjadi anggota Senat Amerika mengusulkan pembagian Irak menjadi tiga wilayah untuk mengeluarkan negara ini dari perang sektrarian dan antar-Mazhab.

Seiring dengan munculnya Daesh (ISIS) di tahun 2014, pemerintah baru Irak kembali menghadapi bahaya dan ancaman serius, dan dengan bantuan Iran, kebijaksanaan Syahid Qassem Soleimani serta fatwa jihad kifayah dari Ayatullah Sistani, pemerintahan baru Irak ini berhasil keluar dengan selamat dari ancaman serius ini dan melanjutkan eksistensinya.

Setelah tahap ini, pelaku kerusuhan yang sama yang sampai kemarin mencoba menghancurkan sistem politik baru Irak mencoba menyitanya atas nama mereka dan mengambil alih pemerintahan dan sistem politik baru negara ini, dan ini terjadi setelah penggulingan pemerintahan Adel Abdul Mahdi, dan selama pemerintahan Mustafa al-Kadhimi hal ini mengambil bentuk praktis, dan upaya dilakukan untuk menciptakan perbedaan dan perpecahan dalam hubungan antara Iran dan Irak baru, seperti pada periode Saddam, tetapi hubungan struktural antara kedua negara mencegah upaya ini.

Dengan terbentuknya pemerintahan plural Mohammad Shia' Al Sudani yang memiliki konsensus internal dan eksternal, terbuka peluang baru untuk memperkuat hubungan dan kerja sama politik serta pengembangan hubungan perdagangan dan kerja sama ekonomi. Irak baru senantiasa menjadi prioritas kebijakan luar negeri dan kebijakan bertetangga Iran, serta di pemerintahan ke-13 mengingat pendekatan regionalnya, prioritas ini semakin besar.

Namun, terlepas dari kenyataan bahwa selalu ada upaya untuk memperluas hubungan dan kerja sama politik, hubungan komersial dan ekonomi antara kedua belah pihak juga harus tumbuh dan berkembang untuk menciptakan keseimbangan antara tingkat politik, ekonomi dan komersial, tetapi sayangnya masih di ada celah besar di bidang ini, dan jumlah pertukaran ekonomi dan komersial antara Iran dan Irak jauh dari target 20 miliar dolar dan terkadang malah menurun.

Oleh karena itu, kunjungan Mohammad Shia' Al Sudani merupakan peluang untuk mendiagnosa dan menghilangkan kendala yang ada di bidang ini, selain itu dengan berubahnya wilayah Kurdistan Irak menjadi markas milisi separatis dukungan AS, rezim Zionis Israel dan Arab Saudi yang memiliki peran besar di kerusuhan terbaru Iran, terbuka peluang untuk mengakhiri masalah ini selamanya melalui kerja sama dan konsensus kedua negara Iran dan Irak. (MF)