Netanyahu dan Krisis di Palestina Pendudukan
Pengepungan Netanyahu di wilayah Palestina pendudukan sedemikian ketat sehingga ia terpaksa membatalkan pidatonya di Tel Aviv.
Koran berbahasa Ibrani, Yediot Aharonot menulis, "Kantor perdana menteri Israel telah menyusun pidato ini sejak lama, dan Netanyahu yang dijadwalkan menyampaikan pidato di Konferensi Federasi Yahudi di Tel Aviv akhirnya terpaksa membatalkannya." Yediot Aharonot dalam laporannya menyebutkan alasan pembatalan pidato Netanyahu tersebut adalah ancaman demonstran Israel yang menentang reformasi sistem peradilan di rezim ini.
Hanya empat bulan sejak kabinet Netanyahu mulai bekerja di Palestina pendudukan. Selama empat bulan ini, kabinet Netanyahu paling banyak didemo, demonstrasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah 75 tahun pembentukan rezim ilegal ini, karena ratusan ribu orang menggelar aksi demo setiap pekan di hari Sabtu menentang kabinet Netanyahu.
Sabtu pekan lalu, dalam 16 pekan berturut-turut, ratusan ribu warga Israel menggelar demonstrasi sebagai bentuk protes atas rencana dan program Netanyahu untuk memperketat kontrol terhadap pengadilan tinggi yang dikenal dengan reformasi sistem peradilan. Dalam aksi demo ini, sejumlah tokoh politik dan veteran militer Israel juga berbaur dengan demonstran. Sheila Katz, direktur Dewan Nasional Perempuan Yahudi selama aksi demo di Tel Aviv mengatakan, "Ini bukan reformasi peradilan, tapi tumbangnya demokrasi."
Aksi demo yang diikuti massa yang besar ini terus berlanjut ketika Benjamin Netanyahu tiga pekan sebelumnya secara resmi menerima kegagalan program reformasi peradilan, dan mengumumkan dihentikannya rencana tersebut. Oleh karena itu, sepertinya berlanjutnya demonstrasi besar-besaran terhadap Netanyahu memiliki alasan lain. Faktor terpenting adalah demonstran meyakini pada dasarnya keberadaan kabinet ekstrem dan radikal seperti ini memicu krisis di Palestina pendudukan, dan berlanjutnya kabinet ini juga akan membuat kondisi semakin parah.
Sekaitan dengan ini, demonstran menyinggung larinya puluhan perusahaan yang berbasis di Tel Aviv selama tiga bulan lalu, dan juga anjloknya nilai mata uang nasional Shekel. Mereka meyakini jika Nentanyahu terus maju dengan kendali seperti ini, maka kehancuran rezim Zionis di dekade delapan pembentukannya sebuah kepastian.
Aksi protes luas di Tel Aviv dan berbagai kota di Palestina pendudukan digelar menjelang peringatan ke-75 pembentukan rezim ilegal Israel, dan tokoh seperti Ehud Barak, mantan menteri perang Israel memperingatkan bahwa jika kondisi krisis internal saat ini terus berlanjut, mungkin pemerintah Yahudi tidak akan mampu menyelesaikan dekade kedelapan pembentukannya.
Pada Sabtu malam, Isaac Herzog, presiden rezim Zionis, yang sangat khawatir dengan situasi kritis di wilayah pendudukan, mengumumkan bahwa situasinya sangat kritis sehingga dia telah beberapa kali ditawari untuk mengundurkan diri, tetapi dia menolak tawaran itu, karena Tel Aviv saat ini dalam situasi krisis.
Herzog juga memperingatkan kondisi krisis di bumi Palestina pendudukan dan mengatakan, "Krisis saat ini adalah krisis internal paling berbahaya dalam sejarah Israel, dan telah membayangi berbagai sektor." (MF)