Mengapa Lebanon Harus Menentang Proyek Zionis?
-
Perdana Menteri Zionis Benjamin Netanyahu
Pars Today - Dalam sebuah artikel, Middle East Monitor meneliti konspirasi rezim Zionis di Lebanon.
Middle East Monitor menulis dalam sebuah artikel pada hari Selasa, Sejak awal, proyek Zionis tidak terbatas pada pembentukan "negara Yahudi" di Palestina, tetapi juga bertujuan untuk berekspansi ke Lebanon.
Menurut Pars Today, serangan rezim Israel terhadap Lebanon dimulai sebelum pembentukan Organisasi Pembebasan Palestina. Ada banyak laporan yang menunjukkan bahwa rezim Israel bermaksud untuk mencaplok lebih banyak wilayah di Lebanon selatan dan mengacaukan perbatasan negara dengan membangun "koloni pertanian".
Serangan militer terhadap desa-desa perbatasan, infrastruktur, dan pertanian di Lebanon selatan diarahkan ke arah ini dan tujuan serangan ini adalah untuk memaksa penduduk di wilayah tersebut bermigrasi atau menyerah.
Rezim Israel juga mencoba memulai perang saudara di Lebanon dengan menciptakan ketegangan internal dan memicu perbedaan agama. Tahun lalu, Perdana Menteri Israel menyebut orang-orang Lebanon sebagai Kristen, Sunni, Syiah, dan Druze, dan tidak menggunakan kata "Lebanon" sekali pun.
Tujuan dari pembicaraan ini adalah untuk membuat orang-orang melihat diri mereka sebagai kelompok agama yang terpisah, bukan sebagai warga negara dari satu negara. Inilah tujuan yang sama yang dikejar kaum Zionis di Palestina, yaitu pembentukan negara agama yang hanya memberikan hak kewarganegaraan penuh kepada penganut satu agama.
Visi ini bertujuan untuk memecah belah Lebanon dan kawasan menjadi entitas-entitas agama yang kecil dan lemah, sehingga mereka dapat memerangi dan menjarah kekayaan mereka.
Bahaya proyek Zionis bagi umat Kristen
Lebanon, dan khususnya umat Kristennya, dapat belajar dari pengalaman negara lain, seperti Sudan. Di Sudan, kolonialisme Inggris memperparah konflik identitas dengan memecah belah masyarakat menjadi Arab dan Afrika, Muslim dan Kristen, serta berbagai suku. Konflik identitas ini menjadi begitu intens sehingga umat Kristen di selatan menyerukan pemisahan diri, yang tercapai pada tahun 2011. Namun, segera setelah Republik Sudan Selatan merdeka, perang saudara pecah di antara umat Kristen sendiri, seperti yang kita saksikan di Lebanon selama perang saudara di wilayah "Kristen".
Bukanlah suatu kebetulan bahwa rezim Israel telah mendukung kelompok-kelompok bersenjata "Kristen" di Lebanon dan Sudan, sebagaimana rezim ini mendukung kelompok-kelompok "Sunni", "Druze", dan "Kurdi" di Suriah dan kelompok-kelompok lain di Republik Azerbaijan. Koordinasi antara Israel dan Amerika Serikat ini berlanjut hingga saat ini. Misalnya, rezim Julani di Suriah melakukan pembantaian terhadap kaum Alawi dan Druze, dengan tujuan memecah belah negara tersebut menjadi entitas-entitas kecil dan lemah yang akan tetap berada di bawah kekuasaan Israel.
Di sisi lain, menerima "legitimasi" negara "Yahudi" justru melegitimasi argumen bahwa umat Kristen di wilayah tersebut akan menjadi minoritas yang ditargetkan.
Bahkan jika kita menganggap Lebanon sebagai tanah air umat Kristen, yang keberadaannya telah ada sejak berabad-abad lalu, pendudukan serta tekanan politik dan militer telah memaksa banyak dari mereka untuk bermigrasi. Migrasi umat Kristen Palestina adalah bukti terbesarnya. Terlepas dari propaganda Zionis yang mengklaim bahwa Zionisme mendukung umat Kristen, gereja-gereja Palestina telah berulang kali menyatakan bahwa alasan utama migrasi umat Kristen adalah pendudukan dan kebijakan agresif Israel.
Normalisasi hubungan
Beberapa pihak mengangkat isu normalisasi hubungan karena kelemahan Lebanon dalam perang melawan rezim Zionis, tetapi tidak boleh melupakan pemikiran genosida rezim Zionis karena rezim ini mungkin suatu hari nanti memutuskan untuk melakukan genosida yang dilakukannya di Gaza di tempat lain, seperti di Lebanon. Tentu saja, pelajaran dapat dipetik dari Gaza, tetapi menyerah kepada musuh yang menginginkan genosida tidak akan pernah menjadi solusi.
Rakyat Lebanon harus bergerak menuju penguatan persatuan internal sebagai sebuah bangsa. Mereka yang peduli untuk melindungi rakyat Lebanon, termasuk umat Kristen, harus berpegang teguh pada prinsip kewarganegaraan, bukan identitas agama, sebagai dasar untuk memiliki satu tanah air. Mereka harus menolak berbagai ancaman yang ditimbulkan oleh proyek Zionis terhadap rakyat Lebanon.(sl)