Delapan Negara Arab dan Islam Melawan Unilateralisme, dan Pengadilan Rakyat Barcelona
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i181670-delapan_negara_arab_dan_islam_melawan_unilateralisme_dan_pengadilan_rakyat_barcelona
Pars Today - Para menteri luar negeri dari delapan negara Arab dan Islam mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam keputusan rezim Zionis untuk membuka kembali perlintasan Rafah secara sepihak.
(last modified 2025-12-07T06:07:27+00:00 )
Des 06, 2025 16:04 Asia/Jakarta
  • Genosida Zionis di Gaza
    Genosida Zionis di Gaza

Pars Today - Para menteri luar negeri dari delapan negara Arab dan Islam mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam keputusan rezim Zionis untuk membuka kembali perlintasan Rafah secara sepihak.

Pergerakan dan tindakan rezim Israel baru-baru ini di Jalur Gaza dan Tepi Barat telah memicu gelombang reaksi internasional. Reaksi-reaksi ini, yang berkisar dari tingkat diplomatik resmi hingga lembaga-lembaga populer dan hukum, menunjukkan meningkatnya tekanan terhadap Tel Aviv di kancah global.

Dalam laporan Pars Today ini, reaksi-reaksi terpenting dikaji dalam tiga bidang: diplomasi resmi, isu-isu internal militer Israel, dan upaya hukum populer.

Koalisi delapan negara Arab-Islam; Mengecam unilateralisme dan Menekankan Hak-Hak Palestina

Para menteri luar negeri Mesir, Yordania, UEA, Indonesia, Pakistan, Turki, Arab Saudi, dan Qatar mengecam keputusan rezim Israel untuk membuka kembali perlintasan Rafah secara sepihak dalam sebuah pernyataan bersama. Mereka menekankan perlunya gencatan senjata total, mengakhiri penderitaan warga sipil, akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, dan segera dimulainya rekonstruksi di Gaza.

Negara-negara ini juga menyatakan penolakan mereka terhadap segala upaya penggusuran rakyat Palestina dan menyerukan kepatuhan tanpa syarat terhadap rencana perdamaian Trump dan pemulihan tanggung jawab Otoritas Palestina di Gaza.

Tanda-tanda gangguan psikologis; Bunuh diri di kalangan tentara Israel meningkat dua kali lipat

Statistik resmi yang diterbitkan oleh Militer Israel menunjukkan peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam tingkat bunuh diri di kalangan tentara rezim setelah perang Oktober 2023.

Dengan demikian, jumlah bunuh diri hampir dua kali lipat dibandingkan rata-rata tahunan sebelum perang (sekitar 12 kasus). Dari Oktober 2023 hingga akhir 2024, 28 tentara telah melakukan bunuh diri, dan setidaknya 20 lainnya sejak awal 2025. Para ahli mengaitkan peningkatan ini dengan meningkatnya tekanan psikologis dan kondisi konflik yang sulit.

Tekanan diplomatik Eropa dan tindakan hukum rakyat

Di tingkat diplomatik, pemerintah Jerman secara resmi mendesak Israel untuk menghentikan aktivitas permukiman di Tepi Barat. Juru bicara pemerintah Jerman menyebut tindakan ini bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan.

Bersamaan dengan tekanan resmi ini, Pengadilan Rakyat Internasional untuk Palestina digelar di Barcelona, ​​Spanyol. Azra Talat Sayeed, Sekretaris Jenderal Persatuan Perjuangan Rakyat Internasional menekankan di pengadilan ini, "Tindakan rezim Israel di Gaza adalah "strategi yang disengaja untuk menghancurkan fondasi kelangsungan hidup" dan, berdasarkan bukti yang diberikan (seperti menargetkan kapal nelayan, menghancurkan sistem pasokan air dan lahan pertanian), tujuan akhirnya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kehidupan di wilayah ini."

Sekretaris Jenderal Persatuan Palestina Internasional juga menyoroti peran perempuan Palestina sebagai "pilar perlawanan" di semua bidang.

Sebagai kesimpulan, perkembangan keseluruhan menyajikan gambaran rezim Israel yang dikepung oleh kritik, mulai dari sekutu tradisional Arab dalam kerangka Perjanjian Abraham hingga sekutu Barat seperti Jerman dan organisasi masyarakat sipil internasional.

Krisis psikologis di dalam militer Israel, sebagai salah satu konsekuensi dari perang panjang ini, juga menggambarkan dampak kemanusiaan dari konflik ini bagi pihak agresor. Meskipun tekanan multilateral ini belum mampu mengubah perilaku Tel Aviv secara fundamental, tekanan tersebut telah secara signifikan mengubah atmosfer internasional seputar krisis Palestina.(sl)