Buruknya Kondisi Ekonomi Bahrain dan Negara-Negara Arab
-
Dinar Bahrain
Berbagai laporan menunjukkan memburuknya kondisi ekonomi Bahrain di bawah bayang-bayang pemerintahan rezim Al Khalifa dan masalah ini menjadi sorotan meluas berbagai media massa. Para analis ekonomi juga memperingatkan kondisi tersebut. Dalam hal ini, Adel al-Marzuq, jurnalis Bahrain memprediksi bahwa dalam beberapa tahun mendatang perekonomian Bahrain akan bangkrut dan ambruk.
Adel al-Marzuq pada hari Sabtu dalam Tweet-nya menulis, "Kondisi tragis utang publik di Bahrain, defisit bujet dan bunga utang yang tercatat telah mencapai separuh dari bujet tahunan negara."
Utang publik Bahrain saat ini telah mencapai 40 miliar USD dan diperkirakan akan mencapai 50 miliar USD. Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini merilis laporan menyebutkan bahwa Bahrain menghadapi defisit bujet akut yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak 2009.
Diperkirakan proses peningkatan defisit bujet negara-negara Arab akan terus berlanjut hingga 2020 dan Bahrain akan menjadi negara Arab dengan nilai total utang terbesar. Para pejabat tinggi Manama mereaksi kekhawatiran opini publik dengan berusaha mencegah publikasi memburuknya kondisi perekonomian negaranya akibat manajemen buruk para penguasa bahrain dan politik militerisme serta perang yang dikorbarkannya. Oleh sebab itu, pemerintah Manama sejak Juni 2015 menolak merilis data resmi di bidang ini. Hasil dari kekuasaan rezim Al Khalifa Bahrain selama bertahun-tahun tidak lain adalah pelemahan ekonomi dan ketergantungan akut pada pendapatan dari penjualan minyak.

Al-Quds al-Arabi dalam artikelnya menulis, di antara negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia, Bahrain selalu menghadapi ketidakstabilan politik dan ekonomi. Lembaga rating Timur Tengah al-Watani, dalam laporannya menyinggung bahwa negara-negara Arab pesisir Teluk Persia juga sedang menghadapi krisis finansial dan bahwa Arab Saudi dan Bahrain dalam beberapa tahun terakhir merupakan negara penerbit obligasi terbesar.
Kondisi ekonomi saat ini negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia termasuk Bahrain adalah dampak dari kinerja mereka mengekor politik tidak bijak Arab Saudi dalam berbagai masalah. Pemanfaatan minyak sebagai senjata oleh Arab Saudi untuk memukul rivalnya termasuk Rusia, Irak dan Iran, adalah di antara politik yang dampaknya sangat merugikan bari Bahrain. Apalagi mayoritas negara di kawasan pesisir Teluk Persia sangat bergantung pada pendapatan dari sektor minyak dan gas.
Di sisi lain, kehidupan glamor para pangeran negara-negara Arab serta gaji untuk para teroris bayaran mereka di Suriah dan Irak, serta perang di Yaman, telah membuat banyak negara yang mengekor kebijakan Arab Saudi dihadapkan pada berbagai masalah ekonomi yang semakin memburuk.
Di samping itu semua, Bahrain sendiri dalam beberapa tahun terakhir telah membelanjakan dana besar untuk penumpasan protes rakyatnya yang menuntut demokrasi dan pemberantasan korupsi.(MZ)