Transformasi Asia Barat, 10 April 2021
Transformasi di kawasan Asia Barat pekan ini diwarnai sejumlah isu penting, di antaraya seputar upaya kudeta di Yordania menggulingkan Raja Abdullah II.
Selain itu, ada isu penting lainnya seperti upaya Saudi bebaskan Awadullah, syarat Saudi untuk ibadah umrah bulan Ramadan, Direktur Mossad bertolak ke AS untuk cegah pencabutan sanksi terhadap Iran, PM Irak: Dialog dengan AS, Pintu ke Kondisi Normal, Pejabat UEA Akui Bekerja Sama dengan Rezim Zionis Hadapi Hizbullah, Pejabat Ekonomi Israel Kunjungi Bahrain, Saudi Intervensi Pembentukan Kabinet Baru Lebanon.
Terancam Kudeta, Yordania Tangkap Puluhan Pejabat Pemerintah
Berbagai media pada hari Sabtu (3/4/2021) mengonfirmasi penangkapan puluhan pejabat tinggi Yordania dengan dakwaan berusaha melancarkan kudeta.
Seperti dilaporkan Fars News, aparat keamanan Yordania menangkap sedikitnya 20 pejabat pemerintah, ketua kabilah dan anggota keluarga kerajaan dengan dakwaan "mengancam keamanan nasional".
Seorang pejabat intelijen Yordania, tanpa mengisyaratkan perincian lebih banyak, menyebut rencana kudeta ini sebagai sebuah konspirasi internal dan asing. Menurutnya, di antara mereka yang ditangkap terdapat seorang warga Arab Saudi.
Koran the Washington Post juga menyebutkan bahwa Pangeran Hamzah bin Hussein, Mantan Putra Mahkota Yordania juga di antara mereka yang ditangkap.
Sumber yang dekat dengan keluarga kerajaan Yordania menepis laporan the Washington Post mengenai penangkapan mantan putra mahkota negara ini.
Televisi al-Mayadeen Lebanon melaporkan, penangkapan ini dilakukan menyusul adanya konspirasi untuk menumbangkan pemerintahan Raja Abdullah II, Pemimpin Yordania saat ini.
Pemerintah Yordania dijadwalkan akan memberikan keterangan resmi dan penjelasan lebih detail mengenai masalah ini.
Upaya untuk melancarkan kudeta di Yordania terjadi ketika negara ini selama beberapa bulan terakhir dilanda aksi kudeta anti pemerintah. Warga Yordania beberapa waktu lalu menggelar aksi demo di Amman untuk menentang kebijakan pemerintah dan menuntut pemberantasan korupsi, pencabutan kenaikan harga bahan bakar dan menolak pembatalan subsidi roti.
Yedioth Ahronoth: Saudi-UEA Dalang Kudeta di Yordania
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dituding berada di balik upaya kudeta yang terjadi baru-baru ini di Yordania.
Yedioth Ahronoth, Minggu (4/4/2021) mengulas upaya kudeta Sabtu malam di Yordania, dan menuding pemerintah Arab Saudi dan sebuah negara Arab pesisir Teluk Persia sebagai dalang upaya kudeta tersebut.
Menurut koran Israel itu, sejumlah pejabat Yordania mengatakan bahwa pemerintah Saudi dan satu negara Arab lain bekerja sama melancarkan upaya kudeta di negaranya, dan kedua negara itu mengetahui apa yang terjadi.
Yedioth Ahronoth memperkirakan negara Arab lain yang dimaksud pejabat Yordania itu adalah Uni Emirat Arab, UEA.
Raja Yordania, Abdullah II sendiri sudah mengetahui rencana kudeta ini, dan dalam lawatannya ke Saudi yang dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, ia bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.
Setelah lawatan tersebut, Raja Abdullah II kepada Israel dan Mossad mengatakan bahwa dirinya tidak mempercayai siapa pun, dan akan berusaha mempertahankan kekuasaannya di Yordania.
Pangeran Hamzah kembali Ikrarkan Janji Setia kepada Raja Abdullah II
Mantan Putra Mahkota Yordania dengan menandatangani sebuah surat, selain menyatakan mundur dari sikapnya melawan Raja Abdullah II, juga mengumumkan kesetiaannya kepada keluarga kerajaan (Hashimi).
Seperti dilaporkan Televisi Aljazeera, istana kerajaan Yordania Senin (5/4/2021) seraya merilis statemen menyatakan, Pangeran Hamzah bin Hussein yang mengalami penahanan rumah sejak Sabtu (3/4/2021) sore karena dituding merencanakan kudeta terhadap saudara tirinya, Raja Abdullah II, menandatangani surat dan berjanji mematuhi tradisi dan kinerja Keluarga Hashimi.
Menurut sumber ini, Pangeran Hamzah menandatangani surat ini setelah bertemu dengan Hassan bin Talal, paman Raja Yordania dan seluruh pangeran.
Surat ini setelah ditandatangani setelah Raja Abdullah II menyetujui mediasi untuk menyelesaikan friksi yang ada di antara anggota keluarga kerajaan.
Aparat keamanan Yordania sejak Sabtu sore menangkap Pangeran Hamzah dengan tudingan melakukan konspirasio untuk merusak keamanan negara. Pangeran ini ditangkap bersama 16 orang lainnya termasuk Basem Awadallah, mantan menteri keuangan Yordania.
Istana kerajaan Yordania beberapa waktu lalu mengumumkan, Abdullah II menyerahkan berkas Pangeran Hamzah dalam koridor prinsip tradisi keluarga kerajaan Hashimi kepada pamannya, Pangeran Hassan bin Talal.
Bebaskan Awadullah, Delegasi Saudi Terbang ke Yordania
Delegasi tinggi Arab Saudi dalam kunjungannya ke Amman, meminta pemerintah Yordania untuk membebaskan salah satu tahanan dalam kudeta yang gagal.
Dikutip dari laman Farsnews, Selasa (6/4/2021), delegasi Saudi yang dipimpin Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan telah bertemu para pejabat Yordania dan meminta mereka untuk membebaskan Bassem Awadullah, mantan kepala Pengadilan Kerajaan Yordania yang ditahan dalam percobaan kudeta.
Delegasi Saudi meminta otoritas Yordania mengizinkan Awadullah terbang bersama mereka ke Riyadh.
Kunjungan itu semakin memperkuat spekulasi tentang keterlibatan asing dalam kudeta gagal di Yordania. Beberapa media bahkan berbicara mengenai keterlibatan Saudi dan Uni Emirat Arab dalam aksi tersebut.
Menurut beberapa sumber di kawasan, delegasi Saudi menekankan dalam pertemuan di Amman, mereka tidak akan meninggalkan Yordania tanpa membawa Awadullah. Mereka sepertinya khawatir Awadullah akan membocorkan semua informasi kepada pejabat Amman.
Arab Saudi Tentukan Vaksinasi Syarat Ibadah Umrah Ramadan
Departemen Haji Arab Saudi mengumumkan, hanya mereka yang telah mendapat suntikan vaksin Corona diberi ijin untuk melakukan ibadah umrah di bulan suci Ramadan dan menunaikan shalat di Masjidil Haram, Mekah.
Menurut laporan IRNA Selasa (6/4/2021), Departemen Haji Arab Saudi seraya merilis statemen menekankan, ijin ini diberikan kepada mereka yang telah menerima suntikan dua dosis vaksin atau mereka yang telah melewati 14 hari dari vaksin pertama dan juga mereka yang telah sembuh dari Corona.
Sesuai dengan statemen Departemen urusan Haji Arab Saudi, pemberian ijin untuk ibadah umrah dan shalat di Masjidil Haram serta berziarah ke Masjid Nabawi di Madinah akan dimulai awal Ramadan kepada mereka yang telah mendapat suntikan vaksin.
Setelah tujuh bulan ditutup, Arab Saudi Oktober 2020 lalu untuk pertama kalinya membuka kembali Masjidil Haram bagi warga untuk menunaikan shalat serta ibadah umrah dengan mengurangi pembatasan yang diterapkan guna mencegah penyebaran virus Corona.
Tahun lalu, menyusul langkah-langkah pencegahan yang diterapkan, manasik haji dibatasi hanya untuk 10 ribu peziarah asing dan mereka seluruhnya berdomisili di Arab Saudi. Sementara tahun 2019, jumlah jamaah haji mencapai 2,5 juta orang.
Arab Saudi selama beberapa pekan terakhir mengalami kenaikan kasus Corona. Sejak awal maraknya pandemi ini hingga kini, tercatat 390 ribu kasus positif Corona di Arab Saudi. Dari jumlah tersebut 6.799 orang meninggal dunia. Jumlah ini di antara negara-negara kawasan Teluk Persia, tercatat angka yang tinggi.
Direktur Mossad Bertolak ke AS Cegah Pencabutan Sanksi Iran
Direktur Dinas Intelijen rezim Zionis Israel, Mossad bertolak ke Amerika Serikat untuk melobi pejabat Gedung Putih terkait Iran.
Kanal 13 TV Israel, Kamis (8/4/2021) dinihari melaporkan, bersamaan dengan pengumuman kesiapan pemerintah baru AS untuk kembali ke kesepakatan nuklir JCPOA dan mencabut sanksi Iran, Direktur Mossad, Yossi Cohen bertolak ke Washington.
Menurut TV Israel itu, Cohen dijadwalkan akan berangkat ke AS beberapa hari mendatang untuk bertemu dengan sejumlah pejabat Gedung Putih, dan dinas intelijen AS.
Situs Times of Israel menulis, Tel Aviv berusaha agar Direktur Mossad bisa bertemu langsung dengan Presiden AS Joe Biden.
Dalam lawatannya ke AS, Yossi Cohen akan melakukan negosiasi terkait Iran sehingga pemerintah Washington membatalkan rencananya kembali ke JCPOA.
PM Irak: Dialog dengan AS, Pintu ke Kondisi Normal
Perdana Menteri Irak di akun Twitternya seraya mengisyaratkan perundingan terbaru negara ini dengan Amerika menulis, hasil dari dialog antara AS dan Irak, pintu untuk kembali ke kondisi normal.
Seperti dilaporkan FNA, Mustafa al-Kadhimi Kamis (8/4/2021) di akun Twitternya menulis, hasil babak ketiga dialog strategis merupakan pintu untuk mengembalikan kondisi normal ke Irak dan apa yang layak bagi negara ini. Ini adalah hasil baik dan harus saya ucapkan selamat kepada bangsa yang cinta perdamaian.
"Dialog adalah solusi yang benar untuk menyelesaikan krisis dan bangsa kami layak hidup dalam perdamaian, keamanan dan kemajuan, bukan perang, konflik, senjata yang sulit diatur dan petualangan," papar al-Kadhimi.
Babak ketiga dialog strategis AS dan Irak digelar hari Rabu (7/4/2021) melalui video konferensi. Baghdad dan Washington Rabu malam di statemen menyatakan telah mencapai kesepakatan terkait penarikan pasukan asing dari Irak dan pembatasan peran pasukan ini pada pelatihan dan dukungan.
Di statemen ini disebutkan, penarikan pasukan tempur yang masih ditempatkan di Irak akan dilakukan berdasarkan jadwal yang akan ditentukan nanti di dialog teknis.
Sekaitan dengan ini Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein di perundingan kemarin menuntut partisipasi dan kerja sama lebih besar Amerika di sektor ekonomi dan ia mengisyaratkan kepada AS kebutuhan militer Irak di bidang pelatihan dan dukungan logistik.
Pejabat UEA Akui Bekerja Sama dengan Rezim Zionis Hadapi Hizbullah
Kepala keamanan Siber Uni Emirat Arab, Mohammad Hamad Al-Kuawaiti mengungkapkan kerja sama keamanan intelijen negaranya dengan rezim Zionis untuk menghadapi Hizbullah Lebanon.
Mohammad Hamad Al-Kuwaiti dalam wawancara dengan surat kabar Zionis Haaretz hari Kamis (8/4/2021) mengakui kerja sama negaranya di bidang informasi intelejen dengan Israel mengenai serangan siber yang dilancarkan oleh sebuah kelompok bernama Pohon Cedar Lebanon
"UEA dan Israel bertukar informasi tentang aktivitas Hizbullah Lebanon," ujar pejabat keamanan siber UEA.
Al-Kuwaiti juga mengklaim bahwa kelompok Pohon Cedar Lebanon telah menyusup ke server di Amerika Serikat, Inggris, Mesir, Yordania, Lebanon dan rezim Zionis, serta sebagian Tepi Barat, dengan menggunakan program dan teknologi terkait peretas yang diduga terkait dengan Iran.
"Uni Emirat Arab juga menjadi sasaran serangan siber ini. Pihak pertama kali yang mendapat perhatian adalah sektor swasta negara ini. Oleh karena itu, pemerintah Abu Dhabi bekerja sama dengan Israel untuk menangani serangan tersebut," tegasnya.
UEA dan rezim Zionis menandatangani perjanjian Abraham pada 15 September 2020 di Gedung Putih di hadapan Donald Trump yang saat itu menjabat sebagai presiden AS.
Pejabat Ekonomi Israel Kunjungi Bahrain
Sejumlah pejabat tinggi ekonomi rezim Zionis Israel yang dipimpin oleh CEO Bank Leumi mengunjungi Bahrain.
Kunjungan itu terjadi atas undangan Zayed Al-Zayani, Menteri Perindustrian, Perdagangan dan Pariwisata Bahrain, yang mengunjungi Tel Aviv Desember 2020 lalu.
Tujuan perjalanan tersebut untuk mendorong kerja sama perdagangan dengan Israel.
Delegasi Israel hanya berjumlah 15 orang akibat penyebaran pandemi Covid-19.
Pada hari Selasa, delegasi rezim Zionis mengunjungi satu-satunya Sinagog di Bahrain yang telah ditutup selama 70 tahun, dan mereka melakukan ritual ibadah di sana.
Jumlah populasi Yahudi di Bahrain hanya 35 orang, tapi sangat dihormati oleh keluarga penguasa Bahrain, dan satu orang Yahudi Bahrain menjabat sebagai menteri.
Bahrain, bersama UEA, menandatangani perjanjian damai dengan rezim Zionis pada 15 September 2020, meskipun menghadapi penentangan luas dari rakyatnya sendiri.
Palestina Siap Merujuk ke Dewan Keamanan untuk Menggelar Pemilu di Quds
Menteri Luar Negeri Palestina menilai sangat penting penyelenggaraan pemilu di Quds dan ia mengkonfirmasi potensi merujuk ke Dewan Keamanan PBB untuk menggelar pemilu di daerah tersebut.
Menurut laporan laman Arab 48 Kamis (8/4/2021), Riyad al-Maliki menekankan, Israel memutuskan untuk memisah Quds dari wilayah Palestina lainnya dan mencegah penyelenggaraan pemilu di kota tersebut, sementara komunitas internasional juga tidak menunaikan janjinya untuk menekan Israel terkait penyelenggaraan pemilu di kota ini.
Al-Maliki menekankan rencana kunjungan ke ibu kota sejumlah negara anggota Dewan Keamanan untuk bekerja sama menyelenggarakan pemilu Palestina di Quds pendudukan.
Menlu Palestina mengatakan, "Kami mungkin akan meminta Dewan Keamanan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan pemilu Palestina di Quds pendudukan."
Ketua Otorita Ramallah Palestina Januari lalu mengumumkan pemilu parlemen akan digelar 22 Mei 2021, pemilu presiden 31 Juli dan pemilu Dewan Nasional 31 Agustus.
Saudi Intervensi Pembentukan Kabinet Baru Lebanon
Media Lebanon, Al-Binaa menilai rezim Saudi mencampuri urusan dalam negeri negaranya.
Surat kabar Al-Binaa hari Sabtu (10/4/2021) menulis, krisis pembentukan kabinet baru di Lebanon rumit, dan masalah utamanya adalah penentangan Arab Saudi terhadap Perdana Menteri Saad Al-Hariri.
Surat kabar Lebanon menambahkan bahwa Saad al-Hariri cenderung untuk mempersiapkan situasi regional dan internasional lebih kondusif, daripada segera memperkenalkan kabinetnya.
Mantan menteri Lebanon Ghassan Atallah mengatakan Al-Hariri sedang menunggu petunjuk dari luar negeri terkait dengan beberapa masalah dan perubahan spesifik di kawasan itu, padahal kondisi Lebanon sedang porak-poranda.
Hingga kini Lebanon tidak memiliki pemerintaha sejak musim panas lalu, ketika terjadi ledakan besar di pelabuhan Beirut.
Mantan Perdana Menteri Lebanon, Saad al-Hariri akhirnya terpilih untuk membentuk pemerintahan baru Lebanon pada 22 Oktober 2020, tetapi sejauh ini belum berhasil membentuk kabinet.