Putin Menolak Niat Biden Bangun Pangkalan Militer di Dekat Afghanistan
(last modified Fri, 20 Aug 2021 09:25:22 GMT )
Aug 20, 2021 16:25 Asia/Jakarta

Dalam pertemuan 16 Juni 2021 dengan Presiden AS Joe Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin menolak permintaannya untuk setiap peran yang ingin dimainkan Washington di Asia Tengah, Wall Street Journal melaporkan.

Dengan sikap ini, Putin telah mencegah pelaksanaan program AS untuk memerangi apa yang disebut "ancaman teroris" setelah penarikan pasukan AS dari Afghanistan.

Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin

Isi pembicaraan antara Presiden Rusia dan Amerika Serikat, yang untuk pertama kalinya dipublikasikan ini, menghancurkan harapan pemerintahan Biden untuk mengerahkan pesawat tak berawak dan pasukan militer di negara-negara tetangga Afghanistan setelah penarikan pasukan AS.

Pengungkapan masalah ini sekarang menunjukkan bahwa Amerika Serikat bermaksud untuk membangun kehadiran militer di wilayah tetangga Afghanistan, terutama di Asia Tengah, setelah meninggalkan Afghanistan. Hal itu dilakukan untuk terus memantau situasi di negara itu, tetapi Putin tidak menyetujui permintaan ini.

Dengan dalih melanjutkan perang melawan teror dan memantau situasi di Afghanistan, Amerika Serikat sempat mengangkat isu kemungkinan penempatan pasukan AS di negara tetangga Afghanistan, khususnya di Asia Tengah, beberapa bulan lalu.

Dengan penarikan penuh pasukan AS dari Afghanistan, Pentagon mengakui bahwa kemampuan militer dan intelijennya untuk memantau dan melawan kelompok teroris di dalam Afghanistan, seperti al-Qaeda dan Daesh (ISIS), terbatas, tetapi mengatakan akan memantau ancaman teroris dari luar Afghanistan.

Pentagon berharap dapat mengerahkan pesawat pengintai dan fasilitas lainnya di satu atau lebih negara tetangga Afghanistan, tetapi dalam praktiknya gagal melakukannya, karena ditentang keras oleh Rusia.

Dalam pertemuan 16 Juni 2021 dengan Presiden AS Joe Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin menolak permintaannya untuk setiap peran yang ingin dimainkan Washington di Asia Tengah, Wall Street Journal melaporkan.

Penolakan Putin menunjukkan bahwa Moskow lebih bertekad untuk mempertahankan Asia Tengah sebagai salah satu wilayah pengaruhnya daripada bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk mempertahankan pengaruh dan kendalinya atas Afghanistan melalui kawasan itu.

Rusia pada dasarnya tidak memiliki pandangan positif dan optimis tentang kehadiran AS di Asia Tengah, dan sebelumnya telah setuju untuk mendirikan pangkalan AS di negara-negara seperti Kirgistan dan Uzbekistan semata-mata karena perang melawan terorisme.

Sekalipun demikian, pada tahun-tahun berikutnya, dengan penutupan pangkalan AS di kedua negara, Moskow menentang kehadiran militer Washington di kawasan itu, tapi Washington berusaha untuk mendapatkan pijakan dan melawan pengaruh tradisional Rusia di Asia Tengah.

Dalam hal ini, Zamir Kabulov, utusan Presiden Rusia untuk Afghanistan, baru-baru ini secara eksplisit menyatakan bahwa penarikan pasukan AS dan NATO dari Afghanistan tidak boleh mengarah pada pengerahan pasukan ini di Asia Tengah.

Itu terjadi setelah serangan 9/11 dan dimulainya apa yang disebut Perang Global AS Melawan Teror, di mana Washington memperoleh pangkalan militer di Uzbekistan dan Kirgistan. Namun, pangkalan-pangkalan ini dibongkar pada tahun-tahun berikutnya karena meningkatnya penolakan dalam dan luar negeri.

Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa Washington menyalahgunakan masalah ini untuk memperluas kehadiran dan pengaruhnya di negara-negara ini, sehingga menimbulkan tentangan serius dari Moskow terhadap masalah ini.

Penarikan pasukan AS dari Afghanistan

Para pejabat Rusia percaya bahwa Washington mencoba menggunakan negara itu sebagai basis untuk meningkatkan pengaruh geopolitiknya di kawasan selama tahun-tahun pendudukan Afghanistan, dan sekarang memiliki rencana serupa untuk Asia Tengah.

"Moskow dan Beijing masing-masing memiliki tujuan yang berbeda di Afghanistan, tetapi keduanya ingin mengurangi pengaruh AS tidak hanya di negara ini tetapi juga di Asia Tengah," kata analis politik Maya Carlin.