Amerika Serikat Sedang Mengobarkan Perang di Semenanjung Korea
Amerika Serikat dan sekutunya mengutuk uji coba rudal Korea Utara. Washington juga mengancam akan bereaksi keras terhadap Korea Utara jika Pyongyang melanjutkan uji coba nuklirnya.
Semenanjung Korea, yang dianggap sebagai salah satu wilayah paling kritis di dunia, telah menjadi gudang mesiu akhir-akhir ini, di mana ada kemungkinan konflik setiap saat.
Kehadiran penuh ancaman AS di Semenanjung Korea telah membuka jalan bagi perlombaan senjata di kawasan itu, dan uji coba rudal Korea Utara sedang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pencegahan.
Amerika Serikat dan sekutu Asianya sekarang bertemu untuk mengoordinasikan posisi mereka melawan Pyongyang.
Wakil-wakil menteri luar negeri Korea Selatan, AS dan Jepang mengatakan dalam pertemuan di Seoul pada hari Rabu (8/6) bahwa uji coba rudal Korea Utara baru-baru ini adalah ilegal dan bahwa Pyongyang harus kembali ke pembicaraan perlucutan senjata Semenanjung Korea sesegera mungkin.
Pertemuan wakil menteri luar negeri tiga negara tersebut merupakan pertemuan pertama mereka sejak November 2021 dan pertemuan pertama sejak pelantikan Yun Suk-yol, Presiden Korea Selatan.
Wakil menteri luar negeri Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jepang juga berjanji untuk meningkatkan kerja sama keamanan tripartit untuk mengekang apa yang mereka lihat sebagai ancaman Korea Utara.
Pertemuan itu terjadi setelah pejabat Seoul dan Tokyo mengumumkan pada hari Minggu (5/6) bahwa Korea Utara telah menembakkan beberapa rudal balistik ke perairan pantai timurnya.
Uji coba rudal tersebut merupakan unjuk kekuatan ke-18 Korea Utara pada tahun 2022, mengikuti perintah dari pemimpin Korea Utara Kim Jong-un untuk mencabut larangan sewenang-wenang terhadap uji coba rudal dan nuklir.
Menanggapi uji coba rudal, Amerika Serikat dan Korea Selatan menembakkan delapan rudal permukaan-ke-permukaan dan melakukan latihan udara dengan 20 jet tempur di atas laut barat Korea Selatan untuk menunjukkan kesiapan mereka untuk melawan serangan dari tetangga utaranya.
Sementara Jepang bekerja sama dengan Amerika Serikat mengadakan latihan di Laut Jepang.
Di sisi lain, para pejabat Washington mengatakan bahwa Korea Utara sedang mempersiapkan uji coba nuklir pertamanya sejak 2017, sebuah tes yang telah diperingatkan Washington akan mendapat tanggapan yang kuat dan jelas.
Amerika Serikat telah mencoba untuk mengeluarkan resolusi baru terhadap Korea Utara sejak uji coba nuklir terakhir Korea Utara pada tahun 2017, tetapi gagal melakukannya karena veto oleh Cina dan Rusia. Cina dan Rusia khawatir bahwa ketegangan yang meningkat dapat menyebabkan perang regional, dan kekuatan asing dapat terlibat secara tidak sengaja.
Amerika Serikat dan sekutunya mengutuk uji coba rudal Korea Utara. Washington juga mengancam akan bereaksi keras terhadap Korea Utara jika Pyongyang melanjutkan uji coba nuklirnya.
Para pemimpin Pyongyang selalu bereaksi atas berbagai tudingan para pejabat Washington dan Seoul, dan mengancam mereka, tetapi tetap diam dalam beberapa hari terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa Pyongyang mungkin mencoba untuk menanggapi Washington dan sekutunya dengan uji coba rudal baru.
Namun, saat ini tidak ada tanda-tanda uji coba nuklir Korea Utara. Padahal Korea Utara telah meningkatkan uji coba rudalnya sejak krisis Ukraina.
Setelah krisis Ukraina, pemimpin Korea Utara memerintahkan tentara untuk waspada terhadap kemungkinan invasi asing. Korea Utara mempertimbangkan uji coba rudal untuk mempertahankan keamanannya. Korea Utara menyatakan, pergerakan berbahaya AS dan latihan bersama oleh negara itu dan sekutunya telah memperburuk krisis di Semenanjung Korea.
Amerika telah berfokus pada Asia Timur dalam beberapa pekan terakhir, khususnya di Semenanjung Korea, dan ingin memberi tahu sekutu Timur mereka bahwa terlibat dalam krisis Ukraina tidak akan mencegah Washington mendukung sekutunya di Asia Timur.
Utusan khusus Washington untuk Korea Utara juga mengklaim bahwa Korut telah menguji sejumlah besar rudal balistik tahun ini, dan bahwa pejabat Pyongyang mengatakan ada rencana untuk menggunakan senjata taktis nuklir.
Amerika menuduh Korea Utara meninggalkan meja perundingan ketika Pyongyang menutup beberapa situs nuklirnya untuk menunjukkan niat baik dalam pembicaraan politik 2019. Namun Washington menolak kesepakatan yang dicapai antara mantan Presiden AS Donald Trump dan tidak bersedia memenuhi komitmennya untuk mengurangi sanksi.
Setelah permintaan berulang kali dari AS untuk melanjutkan perundingan, Pyongyang akhirnya menjadi frustrasi dengan negara itu dan melanjutkan program rudalnya.
Presiden orea Selatan, terlepas dari retorikanya tentang meredakan ketegangan dengan Korea Utara, telah menyelaraskan dirinya dengan kebijakan Washington dan menabuh genderang perang, dengan mengatakan baru-baru ini bahwa Korea Utara adalah musuh nomor satu Korea Selatan dan program rudalnya merupakan ancaman bagi dunia.
Dengan klaim tersebut, pejabat Seoul ingin meningkatkan tingkat komitmen AS di Semenanjung Korea agar mendapat dukungan Barat jika terjadi konflik serupa seperti Ukraina di kawasan.
Amerika Serikat bermaksud untuk memperketat pengepungan terhadap Korea Utara dan memaksanya untuk melucuti senjatanya, tetapi pengalaman selama dua dekade telah menunjukkan bahwa setiap kali tekanan meningkat, yang terjadi adalah kebalikannya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat telah mencoba untuk menempatkan sistem rudal THAAD di Korea Selatan guna mengontrol Korea Utara dan untuk menekan Pyongyang. Namun para pejabat Korea Utara telah menekankan bahwa rencana tersebut tidak dapat membawa keamanan ke Korea Selatan dan negara ini hanya akan menjadi korban keserakahan Washington.(sl)