Trump Vs Biden: Simbol dari Demokrasi AS yang Terkoyak
(last modified Mon, 05 Sep 2022 03:19:51 GMT )
Sep 05, 2022 10:19 Asia/Jakarta

Selama berpidato di Pennsylvania pada hari Sabtu (03/09/2022), mantan Presiden AS Donald Trump menggambarkan Presiden Joe Biden saat ini sebagai musuh Amerika Serikat.

"Kami akan membela diri terhadap upaya tidak jujur ​​dari lawan Demokrat kami," kata Trump, berbicara pada rapat umum untuk para pendukungnya untuk pertama kalinya sejak FBI menggerebek rumahnya di Florida.

Menyebut Biden sebagai musuh nyata negara Amerika Serikat, Trump mengatakan, "Biden percaya bahwa slogan kami, yaitu Make America Great Again (MAGA), mengancam keamanan negara kami. Padahal kelompok ekstrem kirilah yang dianggap sebagai ancaman bagi Amerika."

Mantan Presiden AS Donald Trump

Presiden AS Joe Biden menuduh Donald Trump dan para pendukungnya sebagai "ekstremisme" dalam pidatonya di Philadelphia pada hari Kamis (1/9) dan meminta warga Amerika untuk menolak ekstremisme dalam pemilu sela negara itu.

Biden mengatakan, "Trump dan Partai Republik adalah bahaya nyata saat ini bagi demokrasi Amerika."

Menyarankan untuk menghindari kekerasan, Biden berkata, "Terserah Anda dan saya untuk menghentikan serangan terhadap demokrasi Amerika. Saya percaya Amerika berada pada titik balik."

Biden mengatakan, "Para pendukung Make America Great Again yang berafiliasi pada Partai Republik bertekad untuk mengembalikan negara ke belakang. Kembali ke Amerika di mana tidak ada hak untuk memilih, tidak ada hak privasi, tidak ada hak untuk mencegah kehamilan."

Joe Biden juga menyerukan untuk menyelamatkan jiwa Amerika, mengkritik mereka yang tidak menghormati UUD, tidak percaya pada pemerintahan yang layak, dan tidak mengakui kehendak rakyat.

Tampaknya suasana bipolar politik yang intens di Amerika telah menjadi lebih bergejolak dengan pernyataan bersama Joe Biden dan Donald Trump terhadap satu sama lain dan saling melontarkan tuduhan besar terhadap pihak lain, dan bipolaritas yang belum pernah terjadi sebelumnya telah terbentuk di masyarakat Amerika.

Hal yang menarik adalah bahwa baik Biden maupun Trump mengklaim mendukung demokrasi Amerika dan menuduh pihak lain membahayakannya.

Terlepas dari retorika tersebut, kenyataannya demokrasi di Amerika Serikat, dalam bayang-bayang perkembangan dua tahun terakhir, terutama setelah pemilu presiden November 2020 dan peristiwa setelahnya, yaitu pengumuman hasil resmi pemilu ini dengan kemenangan Biden.

Selama pidato di Pennsylvania pada hari Sabtu(03/09/2022), mantan Presiden AS Donald Trump menggambarkan Presiden Joe Biden saat ini sebagai musuh Amerika Serikat.

Ketika Trump tidak menerima kemenangan itu dan mendorong para pendukungnya untuk mengadakan protes massal, yang akhirnya mengarah pada insiden 6 Januari 2021, yaitu penyerbuan pendukung Trump ke Kongres AS

Akhirnya, demokrasi telah sangat melemah, dan pada kenyataannya, hanya nama demokrasi yang tersisa di negara kapitalis terbesar di dunia ini.

Selain itu, kekhawatiran tentang kemungkinan perang saudara di Amerika juga semakin hari semakin meningkat.

Sebuah survei terbaru terhadap warga AS menunjukkan bahwa 43% dari mereka berpikir bahwa kemungkinan besar akan ada perang saudara di negara ini dalam dekade berikutnya.

Yang penting, Trump, sebagai faktor terpenting dalam mengganggu tatanan politik AS, bukan hanya tidak menyerah pada klaimnya dalam satu setengah tahun terakhir, tetapi juga terus menabuh genderang telah terjadi kecurangan dalam pemilu presiden 2020 dan mempertanyakan legitimasi kepresidenan Biden.

Pada saat yang sama, ia mengklaim bahwa Biden, sebagai seorang Demokrat, telah membahayakan AS dengan mempresentasikan rencana kepada Kongres yang ia dan beberapa Republikan menyebut itu terinspirasi oleh ide-ide sayap kiri.

Di sisi lain, Biden menekankan bahwa Trump dan para pendukungnya berupa gerakan "Make America Great Again" merupakan bahaya besar bagi demokrasi di Amerika Serikat dan ingin mengembalikan AS ke belakang.

Apa pun kebenarannya, dapat dipastikan bahwa demokrasi AS telah menghadapi krisis identitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dan masing-masing dari dua faksi, Demokrat dan Republik, menganggap diri mereka sebagai pendukung demokrasi dan menggambarkan pihak lain sebagai ancaman bagi demokrasi.

Presiden AS Joe Biden

Kesenjangan ini telah ada di tingkat negara bagian Amerika dengan cara yang sama dan telah menyebabkan kebijakan dan pendekatan yang saling bertentangan dari negara bagian yang dikuasai Republik dan Demokrat dalam berbagai masalah, termasuk aborsi.

Christopher Warshaw, profesor Universitas George Washington dan salah satu penulis buku Dynamic Democracy, mengatakan, "Politik negara di AS lebih berbeda dari sebelumnya, dan sementara negara-negara bergerak ke arah yang berlawanan dalam kebijakan sosial dan ekonomi mereka, semua orang Amerika akan merasakan konsekuensinya secara mendalam, terlepas dari posisi mereka dalam spektrum politik mana.(sl)