Sep 24, 2023 13:18 Asia/Jakarta

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell memperingatkan bahwa UE sedang berjuang menghadapi perpecahan yang mendalam mengenai kebijakan migrasi dan bahwa masalah migrasi dapat menyebabkan pembubaran UE.

Menekankan perlunya mengadopsi kebijakan migrasi bersama oleh semua anggota UE, Borrell mencatat bahwa anggota serikat ini belum mencapai konsensus mengenai masalah migrasi.

Menurutnya, Meskipun telah menetapkan perbatasan eksternal bersama, para anggota UE masih belum sepakat mengenai cara mengelola arus migrasi ke UE secara efektif.

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell

Penekanan pejabat kebijakan luar negeri Uni Eropa terhadap kemungkinan runtuhnya dan pembubaran Uni Eropa menjadi masuk akal mengingat tren meningkatnya perbedaan pendapat di dalam badan regional Eropa ini mengenai berbagai persoalan, terutama persoalan bagaimana menghadapi krisis migrasi.

Meskipun garis perpecahan di dalam Uni Eropa tidak hanya terbatas pada masalah migrasi, terutama imigran ilegal dan pencari suaka, yang menyebutnya sebagai tantangan terbesar Uni Eropa sejak berdirinya, tetapi karena parahnya masalah pengungsi dan dimensinya yang luas, sudah barang tentu berlanjutnya perselisihan mengenai cara menangani dan menyelesaikan krisis ini dapat menyebabkan perpecahan yang serius di dalam Uni Eropa.

Hal ini akan berujung pada pembubaran UE, terutama karena negara-negara kecil di Eropa Timur dan Tengah tidak bersedia mengikuti keputusan Uni Eropa karena populasi mereka yang kecil serta kohesi budaya dan etnis, mereka tidak akan bersedia mengikuti keputusan UE di bidang ini dan secara terbuka menyatakan lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan Eropa.

Menurut Borrell, Meskipun beberapa negara anggota UE, seperti Spanyol, memiliki sejarah panjang dalam menyambut dan mengintegrasikan imigran ke dalam masyarakat mereka, tetapi ada pula yang menolak.

Mengingat negara-negara anggota Uni Eropa dituntut untuk selalu melaksanakan keputusan-keputusan Brussel, maka persoalan migrasi praktis menjadi tantangan besar bagi sebagian negara anggota Uni Eropa.

Negara-negara ini menghadapi masalah konflik antara kedaulatan dan kepentingan nasional serta implementasi keputusan dan hukum Uni Eropa.

Borrell menganggap perbedaan ini sebagai akibat dari perbedaan budaya dan politik yang mendalam antara negara-negara anggota Uni Eropa.

"Beberapa anggota Uni Eropa menolak menerima imigran dan berperilaku seperti Jepang dan mengatakan bahwa kami tidak ingin menerima orang asing dan imigran dan berbaur dengan mereka. Kami ingin menjaga kemurnian ras kami," ujar Borrell.

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell memperingatkan bahwa UE sedang berjuang menghadapi perpecahan yang mendalam mengenai kebijakan migrasi dan bahwa masalah migrasi dapat menyebabkan pembubaran UE.

Sekalipun demikian, mengingat pertumbuhan populasi di Eropa yang stagnan dan populasi yang menua sangat membutuhkan penambahan angkatan kerja, Borrell menekankan, Kita memiliki pertumbuhan populasi yang rendah dan dengan alasan itu, kita membutuhkan para imigran agar kita tidak menghadapi masalah dalam hal ketenagakerjaan.

Meluasnya krisis migrasi, di samping krisis lainnya seperrti ekonomi dan politik, telah membuat UE menghadapi tantangan serius dalam beberapa tahun terakhir dan memicu perbedaan pendapat di antara para pemimpin negara-negara Eropa.

Kelalaian dan kesalahan Barat telah meningkatkan masalah dimensi kemanusiaan dan sosial dari krisis pengungsi dan imigran ilegal dari Afrika dan Asia Barat dari hari ke hari, dan para pengungsi yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan telah mengembara dalam kondisi terburuk di negara-negara Eropa.

Penggunaan krisis migrasi secara politis dan slogan-slogan populis, terutama oleh gerakan dan partai sayap kanan ekstrem untuk mendapatkan kekuasaan, telah menimbulkan ketakutan publik dan meluasnya sentimen anti-imigran di masyarakat Eropa, termasuk Jerman sebagai negara tujuan pencari suaka terpenting.

Akar krisis migrasi di Eropa bermula dari kebijakan ganda Eropa dalam memerangi terorisme dan kemiskinan. Eropa secara keseluruhan mempunyai catatan buruk dalam menangani imigran ilegal dan pencari suaka.

Pada saat yang sama, dimensi dan kesinambungan krisis pencari suaka dan imigran ilegal, serta sikap negara-negara Uni Eropa yang saling bertentangan dalam bidang ini, termasuk penerimaan mereka terhadap larangan umum masuknya imigran, telah mengubah permasalahan ini menjadi tantangan besar bagi Uni Eropa.

Karena tingginya volume pencari suaka dan imigran gelap yang melakukan perjalanan ke Eropa, pada dasarnya soal penerimaan, tempat tinggal dan akomodasi, dan tahap selanjutnya penempatan mereka di negara-negara UE telah menjadi masalah yang tidak terpecahkan.

Para imigran ilegal

Martin Pluim, seorang pakar politik mengatakan, Krisis pengungsi lebih dari sekedar krisis masuknya sejumlah besar pengungsi ke Eropa, tetapi lebih pada krisis manajemen dan kebijakan Eropa.

Tentu saja, kini kesenjangan dan perbedaan antarnegara-negara Uni Eropa dalam menangani krisis migrasi telah mencapai tingkat yang sedemikian rupa sehingga bahkan Borrell, selaku kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, telah memperingatkan konsekuensi seriusnya, terutama keruntuhan dan pembubaran lembaga Eropa ini.(sl)

Tags